Menjadi Guru Sukses Berliterasi, Membaca dan Menulislah

Terbaru77 Dilihat

Kata membaca dan menulis adalah bagai saudara saling membutuhkan. Kalimat membaca dan menulis menunjukkan betapa proses belajar berjalan dengan semestinya. Bagi guru kegiatan seperti itu adalah pekerjaan rutinnya. Jadi sudah menjadi pekerjaan sehari-hari sejak dahulu sampai sekarang. Jika saat ini guru dibekali dengan seperangkat alat canggih tehnologi, maka guru zaman dulu hanya berbekal pensil dan pena.

Ibu saya seorang guru SD yang saya temukan dokumen masa lalunya adalah tumpukan catatan harian seorang guru. Persiapan mengajar seorang guru zaman dulu benar-benar ditulis abcd nya, dengan catatan tangannya sendiri. Berbeda dengan saat ini tentunya hal itu sudah diambil alih dengan keyboard, atau bahkan dengan kotak HP Android. Sunting sana-sini cetak jadilah RPP sebagai pedoman guru belajar bersama siswa. Bahkan jika ingin membuat RPP yang penuh dengan kreasi pembelajaran, sesama guru dari segala penjuru bisa saling belajar. Inilah hikmahnya tehnologi untuk membantu pembelajaran.

Jika seorang guru berliterasi, setidaknya mampu mempersiapkan diri untuk selalu belajar. Bisa dengan aktivitas membaca, dilanjutkan menulis lebih dikhususkan “bersama” siswa aktivitas tersebut dilakukan. Inilah pentingnya keteladanan untuk siswa, hal yang paling mudah bagi siswa menirukannya.

Guru ingin belajar terus sepanjang hayat. Itulah prinsip utama yang harus ditularkan kepada siswanya. Dalam situasi apa pun seperti saat ini misalnya guru belajar dapat dilakukan dari mana saja, asal ada koneksi internet. Jarak sudah tidak menjadi persoalan utama. Di portal kemendikbud banyak sekali fasilitas yang bisa digali seperti guru berbagai, guru penggerak, buku digital, bahkan web khusus GLN, GLS  ( Gerakan Literasi Nasional – Gerakan Literasi Sekolah)

Salah satu hasil penelitian sering ditampilkan tentang rendahnya minat baca sehingga muncullah GLS pada tahun 2015. Gerakan itu mulai berjalan di tahun 2016 dengan berbagai langkah, satunya membaca buku (non pelajaran) selama 15 menit sebelum pembelajaran. GLS ini hingga saat ini belum begitu nampak keberhasilannya, sehingga perlu digalakkan secara terus menerus.

Ada satu hal yang membuat para siswa sulit sekali membaca soal atau bacaan yang panjang lalu menemukan intisarinya. Ini terkait rendahnya minat baca sehingga ketrampilan membaca untuk memahami isinya menjadi persoalan.

Jika diruntut mengapa minat baca siswa rendah sekali ? Ini akan membawa persoalan jauh ke arah keluarga. Jika di rumah kebiasan membaca tidak tertanamkan dengan baik , maka akan berakibat sama di sekolah.Faktor orangtua dan guru adalah salah satunya, belum memberikan teladan ke arah kegiatan tersebut.

Persoalan berikutnya adalah persepsi yang salah dari guru dan orangtua mengenai kebiasaan membaca. Hal yang sering digalakkan adalah kemampuan membaca siswa di kelas rendah. Sehingga dengan cara apa pun sering diupayakan pembelajaran membaca. Namun ironisnya, pembelajaran membaca ini tidak lagi dipentingkan seketika siswa menginjak di kelas tinggi, 4, 5, 6. Membaca untuk pemahaman ditinggalkan. Padahal kebiasaan membaca belum juga tertanam pada siswa. Ini sungguh satu ironi yang berkepanjangan.  Siswa menjadi malas membaca, apalagi menyentuh buku bacaan. Perpustakaan sekolah menjadi sepi, dan rak berjajar rapi penuh dengan buku yang beredisi lama tapi sampul masih baru.

Mengatasi hal tersebut seorang guru literat sedikitnya harus mengenal dan memahami praktik baik literasi di sekolah. Harapannya GLS bisa sukses.

Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.

  1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.
  2. Program literasi yang baik bersifat berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.

 

  1. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.
  2. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
  3. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.
  4. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagaman Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajang pada pengalaman multikultural.

Untuk kondisi saat ini, terus galakkan usaha membaca ke semua siswa. Dengan PJJ maka siswa diarahkan kepada membaca buku cerita atau pengayaan dalam bentuk digital yang bisa diakses dengan HP Android. Jika masih ada peluang PJJ luring maka perlu diberdayakan perpustakaan sekolah.

 

Jadikan kebiasaan membaca sebagai hal yang menyenangkan. Membaca lalu   menulis judul dan jumlah halaman buku yang dibacanya dalam satu jurnal atau form. Melaporkan hasilnya, secara hari demi hari dikembangkan membuat resume atau kalimat dalam jumlah tertentu. Kegiatan ini sejatinya adalah kegiatan membaca yang diteruskan dengan menulis. Jika hal ini dilakukan dengan sadar dan terus menerus didampingi guru dan dikontrol sampai menjadi budaya baca, maka selebihnya ingatlah tulisan Om Jay, “ Menulislah setiap hari dan buktikan (keajaiban) apa yang terjadi.”

 

Selamat berjuang Guru Literat seluruh Nusantara.

Salam Literasi.

 

Blitar, 22 Februari 2021

Oleh Hariyanto – Blitar

NPA PGRI 13170200445

Tinggalkan Balasan