Tidak salah jika Usman Alamsyah, Kepala Sekolah di daerah terpencil di Bengkulu dalam satu artikelnya menyebut Bu Kanjeng sebagai Pahlawan Literasi. Dalam kisah berikut saya menambahkan Om Jay sebagai patnernya yang mewujudkannya melalui kekuatan silaturahmi. Acara yang diisi oleh pembicara Bu Kanjeng, julukan untuk Ibu Sri Sugiastuti pada zoom Selasa malam, 9 Februari 2021, menampilkan topik menarik , “ Menggiatkan Literasi di Kalangan Guru.” Ini pertemuan ke 11 yang begitu meriah karena peserta zoom hampir mendekati 200 orang. Selain itu channel You tube yang ditayangkan mendapatkan tanggapan positip dan viral keesokan harinya.
Om Jay memang seorang kreatif. Beliau seperti tidak kenal lelah mengajak para guru untuk menulis dan menulis. Tentu saja tanpa membaca kita sulit menulis. Sebagai guru juga dituntut untuk senantiasa berbicara di depan siswa. Karena itu Om Jay juga membuka program “Public Speaking,” Program Belajar Berbicara di depan umum. Malam itu pertemuan ke 11. Jadwal sudah tersusun rapi sampai beberapa pertemuan ke depan. Pelaksanaannya di setiap malam Selasa, Kamis, dan Sabtu. Program ini gratis dan bisa mendaftar melalui grup WA, atau jika kesulitan menghubungi nomer WA Om Jay, dan biasanya akan dimasukkan dalam WAG yang masih tersedia.
Malam itu Om Jay sebagai penyelenggara berada di Jakarta, sementara Bu Kanjeng berada di Solo. Bu Kanjeng sempat menceritakan kisah pertemuannya dengan Om Jay pertama kalinya di Solo. Karena sama-sama bergerak di bidang literasi maka secara Qudratullah, demikian sering Bu Kanjeng menyebutkan mereka bergabung dalam program yang sama. Mereka berdua sangat aktif memberikan motivasi kepada para penulis pemula dan para guru di seluruh tanah air ini untuk menulis-menulis dan menulis. Ujungnya adalah tulisan itu akan diterbitkan menjadi sebuah buku ber ISBN. Hal ini tentu menjadi impian para penulis.
Caranya bagaimana. Banyak jalan menuju Roma, demikian ungkapan itu merujuk kepada orang yang mempunyai tekad kuat tentu akan menemukan banyak jalan keluarnya. Apalgi jika sudah tergabung dalam komunitas menulis bersama Om Jay dan Bu Kanjeng, maka tinggal menunggu waktunya guru akan mampu menulis buku. Hal ini bukan dongeng, karena grup belajar menulis lewat WA program gratis bagi para guru, telah memiliki 17 angkatan. Diantara alumninya sudah berhasil membuat resume minimal 20 buah dan diterbitkan menjadi sebuah buku.
Malam itu Bu Kanjeng benar-benar memposisikan diri sebagai motivator. Seperti biasanya, hal itu semakin jelas dalam acara tanya jawab. Hampir semuanya mengeluhkan problem cara menulis buku, padahal sudah mempunyai naskah. Ada yang bingung membuat sinopsis. Ada yang bingung membuat judul, membuat urutan bab dll. Semua pertanyaan dijawabnya dengan sangat bagus, karena beliau sangat berpengalaman menjadi editor, kurator, dan mengantar penerbitan buku, baik antologi maupun tunggal. Bahkan malam itu ada satu peserta terkecil masih duduk di kelas 5 SD sudah mempunyai karya cerpen dan cerita bergambar.
Bu Kanjeng mengaku mempunyai tim di hampir seluruh pelosok Indonesia. Mereka biasanya para guru yang sudah biasa menulis dengan berbagai keahliannya. Mereka yang menjadi patner untuk setiap penerbitan buku antologi. Disebutkan antara lain Ibu Nurhabibah dari Riau, Rita dari Bali, Brian dari Jakarta, Elik Komang dari Bali, Jawahir dari Kalimantan, Suparno dari Magetan. Mereka juga patut disebut penggerak literasi di wilayah masing-masing. Bu Kanjeng selalu mengedepankan kolaborasi, kerjasama dilandasi semangat silaturahmi.
Model kolaborasi untuk program menulis ini juga diterapkan oleh Om Jay, seperti dalam masalah poster dan flyer dibantu Brian dan Namin, untuk sewa akun Zoom dibantu Fajar. Tim yang solid telah dibuktikan selama ini ada sekitar 15 orang termasuk Bu Kanjeng yang bergerak sampai sekarang. Mereka bekerja dengan prinsip berbagi ilmu, termasuk nara sumbernya. Mereka ikhlas berbagi ilmu dan pengalamannya selama ini.
Ibu Sri Sugiastuti atau Bu Kanjeng adalah seorang kepala sekolah SMK di kota Solo. Om Jay pernah menjadi narasumber di sekolah beliau yang asri. Mereka juga pernah berkeliling Indonesia bersama untuk menyebarkan virus literasi di kalangan guru.
Terakhir Om Jay bertemu Bu Kanjeng di kota Kupang Nusa Tenggara Timur atau NTT. Mereka diundang oleh pengurus PGRI kota Kupang ibu Nia dan bunda Retno. Juga pak David yang baik hati. Selama mengisi materi di kota Kupang, bertemu dengan mantan mendikbud bapak Prof. Wardiman yang juga sebagai salah satu narasumbernya.
Pertemuan malam itu dalam webinar bersama guru-guru se tanah air benar-benar berjalan dengan lancar dan penuh antusias. Waktu yang berjalan lebih dari 2 jam begitu cepat rasanya. Ada banyak semangat dan isnpirasi yang tertinggal setidaknya di hati para pesertanya. Semoga semua itu memberikan hasil positip kemajuan literasi bangsa melalui karya guru.
Pertemuam malam itu sungguh hasil dari semangat dan kreativitas Om Jay yang tidak pernah berhenti. Sebagai penulis buku “ Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa Yang Terjadi,” beliau telah membuktikan semuanya itu. Program Menulis dan Berbicara melalui media WA dan Zoom adalah langkah yang cepat diambil setelah bulan Maret 2020 lalu kegiatan pendidikan luring berhenti. Langkah ini terbukti sukses berjalan sampai sekarang,
Dengan semangat pantang menyerah, Om Jay dan Bu Kanjeng seolah tidak pernah bosan bergerak memberi motivasi kepada semua orang khusunya guru-guru untuk berliterasi. Mereka juga tidak pernah berhenti menulis buku. Seolah tidak mengenal musim, buku-buku karyanya tereus tercipta. Merekalah tokoh penggerak literasis yang gigih saat ini, yang berjuang untuk semua guru dan penulis seluruh Indonesia. Sampai disini Usman Almsyah pun menuliskan Bu Kanjeng sebagai Pahlawan Literasi. Walau pun Om Jay meluruskan dengan sebutan Pejuang Literasi. Dengan kiprahnya seperti itu, tidak layakkah saat ini ada sebutan Pahlawan Literasi ?
Pahlawan Literasi ataukah Pejuang Literasi ?
Sudah waktunya Pemerintah memikirkan penghargaan khusus bagi mereka yang bergerak dalam bidang kemajuan literasi di negeri ini. Jika pun pemerintah belum memikirkan maka sangat bagus kiranya pihak Lembaga swasta ataupun Independen memberikan penghargaan kepada para pejuang literasi dimana pun tempatnya. Bahkan dalam lingkup kecil di setiap sekolah, guru pun hendaknya ada semacam bintang untuk motivasi dan branded. Mungkin ini masukan dan PR bagi wadah PGRI untuk segera memberikan “bintang” misalnya bintang satu bagi guru yang memiliki karya buku berjumlah 1 -10 buah; bintang 2 untuk mereka dengan karya buku 11 – 20 buah, sedangkan bintang 3 untuk yang karyanya lebih dari 20 buah. Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi bintang adalah sebuah kebanggan untuk bukti kemajuan bangsa. Semoga…. Aamiin.
Blitar, 10 Februari 2021
Oleh Hariyanto, SDN Turi 1 Kota Blitar
- 089518958898
NPA.PGRI. 13170200445