Erick Thohir adalah kandidat kuat yang bersaing untuk meraih kursi panas Ketua Umum PSSI.
Dalam dua pekan ke depan, dua nama ini akan semakin panas menghiasai berita di media kita baik cetak maupun on line. Erick Thohir adalah Menteri BUMN dan La Nyalla adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Jabatan yang melekat di pundak keduanya pasti berpengaruh pada reputasi sebagai sosok yang memiliki kemampuan manajerial dalam membangun sebuah organisasi.
Federasi Sepak bola Indonesia, PSSI sangat membutuhkan sosok yang memiliki kemampuan cerdas dalam memimpin dan mempertaruhkan masa depan sepak bola Indonesia.
Oleh karena itu PSSI yang lahir pada masa penjajahan Belanda tahun 1931, yang saat itu juga sebagai alat perjuangan kemerdekaan Indonesia, membutuhkan sosok yang bukan sembarangan orang.
Sosok sebagai Ketua Umum PSSI adalah sosok yang memiliki visi, misi dan komitmen tinggi pada kemajuan sepakbola negeri ini.
Sosok yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, artinya sosok ini bukan untuk mencari nafkah dari organisasi PSSI bagi kehidupannya, tapi sosok yang justru mampu menghidupi PSSI.
Erick Thohir tidak perlu lagi saya membeberkan reputasinya di bidang olah raga dari basket sampai dengan sepak bola. Erick juga adalah sosok yang berpengalaman sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia.
Sewaktu dirinya datang mendaftar ke Kantor PSSI di Senayan, Erick mengatakan dengan lantang bahwa dia akan melakukan bersih-bersih sepak boa Indonesia jika terpilih menjadi Ketum PSSI.
Bahkan Erick kembali menyatakan sebuah narasi yang sangat tajam bahwa untuk menuju sepak bola Indonesia yang bersih memerlukan nyali besar.
Apakah sepak bola kita sudah sedemikian kotor? Sampai-sampai seorang calon Ketua Umum PSSI nanti harus memiliki nyali lebih untuk melakukan bersih-bersih.
Erick membandingkan dirinya ketika harus bersih-bersih di BUMN. Beberapa perusahaan plat merah tersebut ada dalam sentuhan tangan dinginnya ternyata kembali mampu meraih keuntungan.
Apakah Erick juga nanti akan berhasil bersih-bersih di PSSI? Tentu saja PSSI adalah organisasi independen bukan dalam pengawasan Pemerintah seperti BUMN.
Pendekatan Erick Thohir mestinya akan berbeda menghadapi bersih-bersih di PSSI. Hanya saja pengalaman aksi-aksi perbaikan manajerial di BUMN, bisa menjadi acuan dan pembanding bagi perbaikan di PSSI.
Hal penting dari Erick Thohir adalah visi ke depan akan menjadikan sepak bola Indonesia memiliki cetak biru 100 tahun seperti program dari JFA, Japan Football Association.
Erick bercita-cita sepak bola kita harus menjadi kultur yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang ramah dan memiliki semangat perjuangan tinggi.
Semua visi dan misi Erick Thohir hanya tinggal mimpi jika para voters tidak berkeinginan untuk berubah bersamanya.
Tanpa adanya dukungan dari para voters, percuma saja Erick Thohir mencalonkan diri untuk bersih-bersih di PSSI. Apakah jika para voters tidak mendukung, artinya mereka tidak mau bersih-bersih?
Erick berkali-kali mengajak seluruh stakeholder sepak bola nasional bersatu untuk kemajuan dan prestasi Timnas Garuda.
Berawal dari pebaikan kinerja kompetisi Liga 1. Erick berjanji akan mulai memberlakukan penggunaan VAR pada kompetisi Liga 1. Hal tersebut bermaksud agar wasit tidak selalu menjadi biang keladi kesalahan.
Begitu pula kini sudah saatnya para suporter ikut membangun sepak bola kita dengan cara mendukung tim kesayangan mereka dengan sportif.
Tidak ada lagi konflik dan dendam antar suporter. Karena sepak bola itu untuk menyatukan bukan untuk memecah belah nilai-nilai kebangsaan kita sebagai bangsa Indonesia.
Bravo Merah Putih @hensa.