Cover Novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren (Ilustrasi Foto by Ajinatha).
Menulis Novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren dalam rangka mengikuti program KMAB oleh Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan mulai 7 Juli 2022 – 17 Agustus 2022.
Episode 38.
Hampir sebulan penuh sejak aku mengalami insiden penganiyaan di ujung Jalan Layang Pasopati itu, hari ini untuk pertama kalinya aku kembali menginjakkan kaki di Perpustakaan Pusat.
Pagi itu Perpustakaan masih sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang bisa dihitung dengan jari. Aku mengambil tempat duduk di ujung yang menghadap ke pintu masuk.
Banyak yang harus aku kerjakan hari ini. Membuat laporan rutin praktek bedah bersama dokter Hambali. Juga mencari beberapa literatur terkait tugas akhirku.
Baru saja aku membuka laptop, tetiba sebuah sentuhan ringan di bahuku dan sebuah sapaan lembut seorang gadis terdengar merdu.
“Mas Hen, apak kabar?”
Aku menoleh ke arah gadis itu. Sungguh mengejutkan ternyata gadis itu adalah Mikayla. Dia tersenyum lalu duduk di hadapanku sambil memandang seperti memendam rindu. Aku juga memiliki perasaan rindu yang sama.
“Kayla!” Aku masih tertegun memandang wajah cantiknya. Namun kelihatan lelah, pucat dan tubuhnya lebih kurus tidak segar. Tampaknya gadis ini seperti baru saja sembuh dari sakit yang lama.
“Maaf Mas Hendar, selama ini aku tidak mengabari.”
“Kamu terlihat pucat Kayla. Juga lebih kurus.” Kataku sambil memandang dirinya.
“Iya Mas. Hampir sebulan aku sakit dan di rawat di Rumah Sakit. Baru seminggu lalu boleh pulang.” Suara Kayla menjelaskan. “Saat ini aku tinggal di rumah Om Leo dan Tante Neni.”
Aku agak lega ketika Mikayla memilih tinggal bersama Om Leonardo yang merupakan adik dari Ibunya. Jauh lebih aman dalam pengawasan Om Leo dari kemungkinan gangguan keamanannya. Om Leo adalah seorang militer yang pernah bertugas lama sebagai atase militer di Lebanon.
“Kayla kamu sakit apa?”
“Kata dokter gejala tipus. Mangkanya harus istirahat lama dalam perawatan. Aku minta maaf tidak mengabari karena ponselku hilang sekaligus kehilangan nomor-nomor kontak.”
“Enggak apa-apa Kayla. Selama ini aku hanya khawatir denganmu.” Kataku. Mendengar kalimat ini, Kayla memandangku penuh dengan keharuan.
“Terimkasih Mas Hendar. Aku juga sudah berapa hari ini datang ke Perpustakaan sambil berharap bertemu Mas Hendar, tapi baru kali ini bisa ketemu.”
Mikayla belum mengetahui apayang terjadi denganku beberapa hari yang lalu. Insiden penganiayaan di ujung Jalan Layang Pasopati itu mungkin harus aku ceritakan kepadanya.
Namun aku takut Mikayla malah merasa khawatir dengan yang terjadi menimpaku bisa menimpa dirinya. Atau sebaiknya aku diam saja.
Biarlah nanti saja aku pikirkan jalan terbaiknya, yang jelas saat ini aku kembali merasakan kebahagiaan bisa kembali bertemu Mikayla yang selama sebulan lalu seakan menghilang.
@hensa.
1 komentar