“Ternyata ini puisi yang hilang. Hanya rangkaian kata-kata tak bermakna.” Itu kataku kepadamu saat kau terima secarik kertas sobekan buku tulis bersampul bunga itu.
Sungguh mati sebenarnya aku hanya memunguti kata-kata yang berserakkan mubazir di kolong meja belajarku. Masih juga kau tidak percaya, jika ini sungguh bukan puisi. Bacalah dengan seksama. Baca! Bukan puisi kan?
Saat istirahat jam pelajaran pertama, aku kembali meyakinkanmu bahwa yang kutuliskan di secarik kertas itu, bukan puisi. Hanya kalimat-kalimat yang tersambung bergandengan tangan.
Kau masih tidak percaya, sungguh terlalu. Dengarkan dan tatap mataku. Lalu aku hanya terpaku membisu ketika kau tersenyum padaku. Dalam hiasan senyum manismu itu, ternyata aku menemukan puisi cintaku ada di sana.
@hensa.
BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo Pesantren (1).
Ilustrasi Foto by Traxonsky.com