ADABNYA SEORANG GURU

Sumber gambar dari pixabay.com

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antarmanusia, antartetangga, dan antarkaum. Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam.  Namun, dalam perkembangannya, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dari segi kesopanan secara umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam. (Wikipedia).

Guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. (Wikipedia).

Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya, Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, dan Tut wuri handayani. Dari kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna :

Guru sebaiknya berikan contoh yang baik buat anak didiknya. Guru wajib bisa pengaruhi serta mengatur anak didiknya. Dalam perihal ini, prilaku serta individu guru hendak jadi instrumen jitu buat mengganti prilaku peserta didik.Sebaiknya guru menghargai kemampuan yang terdapat dalam keberagaman siswa.

Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin “Perilaku terbaik dari seorang guru ialah, sebagaimana dikatakan: “Siapa yang mempelajari suatu ilmu, kemudian mengamalkannya, dan setelah itu mengajarkannya kepada orang lain, maka ia termasuk kelompok yang disebut sebagai “pembesar” pada kerajaan langit.” Orang yang dikaruniai ilmu yang banyak, lalu beramal dengannya, dan juga mengajarkannya kepada orang lain, maka ia dipandang lebih mulia daripada para malaikat langit maupun malaikat yang bertugas di bumi. Manusia demikian dapat diibaratkan matahari yang menyinari diri sendiri, dan sekaligus mendistribusikan sinarnya kepada benda lainnya. Orang yang seperti itu laksana wangi kasturi, ia sendiri harum, dan sekaligus menebarkan semerbak keharumannya kepada yang lain. Orang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain (guru), namun tidak beramal dengannya adalah laksana buku cetak yang tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri, akan tetapi sungguh bermanfaat bagi pembacanya. Atau, laksana batu asah yang mampu menajamkan pisau yang diasah di atasnya, akan tetapi ia sendiri tidak mampu memotong apa pun. Atau ibarat jarum yang tetap telanjang, meskipun ia sendiri dapat menjahit pakaian bagi kebutuhan manusia. Atau ibarat lilin yang memberikan cahaya penerangan bagi benda lain di sekitarnya, akan tetapi ia sendiri habis terbakar.”

 

Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin sebagai seorang guru harus senantiasa menjaga adab dan kewajiban yang menyertainya, diantaranya :

Adab yang pertama, seorang guru harus memperlihatkan kebaikan, simpati dan bahkan empati kepada para muridnya, serta memperlakukan mereka laksana anaknya sendiri. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:

إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ كَالْوَالِدِ لِوَلَدِهِ.

Sesungguhnya posisiku terhadap kalian, laksana seorang ayah terhadap anak-anaknya.”

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Imam an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, dari hadits Abu Hurairah r.a.)

Tugas seorang guru lebih berat daripada kedua orangtua. Bahkan, seorang guru adalah ayah yang sejati bagi murid-muridnya. Jika seorang ayah menjadi sebab atas keberadaan anak-anaknya pada kehidupan dunia yang fana’ ini, maka seorang guru justru menjadi sebab bagi bekal kehidupan murid-muridnya yang kekal di akhirat nanti. Dengan demikian, menjadi wajar apabila seorang murid tidak dibenarkan untuk membeda-bedakan antara hak guru dan hak kedua orangtuanya.

Adab yang kedua, mengikuti teladan dan contoh dari akhlak Rasulullah s.a.w. Dengan perkataan lain, seorang guru tidak diperkenankan menuntut imbalan atau upah bagi aktivitas mengajarnya; selain mengharapkan kedekatan diri kepada Allah s.w.t. semata.

Kendati seorang pengajar (guru) berjasa atas ilmu yang didapat oleh para muridnya, namun mereka (para murid) juga memiliki jasa atas diri sang guru. Karena, para murid-lah yang menjadi sebab ia (guru) bisa dekat kepada Allah SWT, dengan cara menanamkan ilmu serta keimanan di dalam qalbu mereka (para murid).

Adab yang ketiga, tidak boleh menyembunyikan nasihat atau ajaran untuk diberikan kepada murid-muridnya.

Contohnya, dengan melarang para murid mencari kedudukan sebelum mereka layak untuk mendapatkannya. Juga melarang mereka menekuni ilmu yang tersembunyi (batin), sebelum menyempurnakan ilmu yang nyata (zhahir).

Adab yang keempat, berusaha mencegah murid-muridnya dari memiliki watak serta perilaku jahat dengan penuh kehati-hatian; atau, melalui cara-cara yang halus seperti, sindiran. Dengan simpati, bukan keras dan kasar. Karena, jika sikap semacam itu yang dikedepankan, maka sama artinya dengan guru tersebut melenyapkan rasa takut dan mendorong ketidakpatuhan pada diri murid-muridnya.

Adab kelima, tidak boleh merendahkan ilmu lain di hadapan para muridnya.

Adab keenam, mengajar murid-muridnya hingga mencapai batas kemampuan pemahaman mereka.

Adab ketujuh, mengajarkan kepada para murid yang berkemampuan terbatas hanya sesuatu yang jelas, lugas, dan yang sesuai dengan tingkat pemahamannya yang terbatas. Orang yang awam acapkali menilai, bahwa kebijaksanaan yang ditempuh seorang guru dalam cara-cara mengajar yang digunakan dianggap menyalahi aturan umum yang berlaku.

Adab kedelapan, bahwa guru sendiri harus melakukan terlebih dahulu apa yang diajarkannya, dan tidak boleh  berbohong dengan apa yang disampaikannya.

Bila perihal itu diterapkan dalam proses pendidikan maka tidak hanya tujuan pembelajaran yang dicapai, namun jauh yang lebih terbetuknya kedekatan( ikatan) guru serta murid yang baik, guru dinilai dari keikhlasan hati serta tujuannya( transfer of knowledge serta penyempurnaan akhlak). Dengan demikian hendak membuahkan hasil untuk kebaikan di dunia serta akhirat.

 

Referensi

https://hatisenang.com/ihya-ulumiddin-adab-seorang-guru/

 

  

 

Menulis di Blog Jadi Buku

Salam berbagi, belajar, memotivasi dan menginspirasi

Juni Marlinda Rambe

Blog https://rambejunimarlinda85.blogspot.com

Tinggalkan Balasan

1 komentar