Ada banyak peristiwa buruk yang bisa kita dengar di berbagai media. Korupsi dana bantuan sosial, pencurian, penganiayaan, pembunuhan, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa itu bukan merupakan hal yang baru terjadi. Tindakan buruk dalam berbagai peristiwa itu menunjukkan perilaku seseorang seseorang yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Apakah perilaku buruk yang dilakukan seseorang dibawa sejak lahir? Apakah manusia tidak memiliki hati nurani sejak dilahirkan?
Kisah Tentang Seorang Penabur
Saya teringat kisah tentang seorang penabur dan sekantong benih. Dikisahkan, Sang Penabur itu membawa sekantung itu. Dalam perjalanan, benih-benih yang dibawanya itu terjatuh di beberapa tempat.
Ada benih ada yang jatuh di jalanan. Tidak lama kemudian, benih itu dimakan oleh burung-burung hingga habis tanpa sisa.
Sebagian benih itu jatuh di antara bebatuan keras dengan tanah yang sangat sedikit. Benih itu kemudian tumbuh tapi akarnya hanya sedikit karena tanahnya juga sedikit. Ketika matahari bersinar sangat terik, benih yang tumbuh itu kemudian mati kekeringan karena tidak kuat bertahan.
Sebagian benih lain terjatuh di antara ilalang-ilalang. Benih itu tumbuh namun terhimpit di antara ilalang sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik. Pada akhirnya, benih yang tumbuh itu juga mati terjepit karena tidak kuat bertahan.
Sebagian benih yang lain terjatuh di tanah yang subur. Benih itu tumbuh dan berakar kuat dan dalam. Ia tumbuh semakin besar, kuat, dan menghasilkan buah yang berkali-kali lipat.
Belajar dari Kisah Sang Penabur
Kisah sederhana ini mungkin terdengar biasa-biasa saja. Namun, kisah ini sesungguhnya mempunyai makna tersirat yang mendalam. Benih yang jatuh mengarah pada nasihat-nasihat, ajaran-ajaran baik, dan pedoman-pedoman hidup.
Si Penabur menunjuk pada orang-orang yang memberikan nasihat, ajaran, dan pedoman hidup yang baik itu. Mereka bisa siapa saja, seperti: orang tua, saudara, sahabat, pemuka agama, dan lain-lain. Tempat jatuhnya benih seperti jalanan keras, tanah berbatu, padang ilalang, dan tanah subur menggambarkan ragam pribadi manusia dalam menyambut benih tersebut.
Jalanan keras menggambarkan pribadi yang keras dan tidak peduli pada berbagai nasehat, ajaran, dan pedoman hidup yang diberikan kepadanya. Semuanya menjadi sia-sia dan dimusnahkan oleh si jahat.
Tanah berbatu menggambarkan pribadi yang keras tapi memiliki sedikit kemauan untuk menerima nasehat dan ajaran baik. Sayangnya, kemauan yang sedikit itu tidak mampu membuat ajaran dan nasehat baik itu melekat dan berakar dalam dirinya. Ketika muncul persoalan, ia tidak mampu bertahan dan akhirnya hal-hal baik itu pun mati tak berbekas.
Padang ilalang menggambarkan pribadi yang lebih mudah menerima hal-hal duniawi tumbuh subur dalam dirinya. Ketika nasihat dan ajaran baik diterimanya, tidak cukup tempat dalam dirinya untuk membuat kebaikan-kebaikan itu tumbuh subur. Pada akhirnya, nasihat dan ajaran-ajaran baik itu pun mati terhimpit. Tanah yang subur merupakan tempat idaman bagi benih agar dapat tumbuh dengan baik.
Tanah subur menggambarkan pribadi yang terbuka menerima ajaran, nasihat, dan pedoman hidup kemudian membiarkannya tumbuh subur. Hasil yang berkali lipat adalah buah dari pribadi baik yaitu intelektual, moralitas, etika, empati, semangat juang, keberanian, kasih sayang, spiritualitas, dan iman.
Nasehat, ajaran, dan pedoman hidup itu diperoleh dari para orang tua, guru-guru, dan orang lain secara turun temurun kepada generasi selanjutnya. Melalui keimanan masing-masing, kita percaya bahwa semua pesan-pesan baik itu berasal dari Sang Pencipta melalui cara-cara-Nya yang khas.
Insight
Kita percaya bahwa hal-hal baik dibawa sejak kita diciptakan, dan hal-hal buruk dikenal setelah berada di dunia. Kejahatan selalu menggoda manusia untuk mengikutinya. Sang Pencipta sangat mencintai manusia dan menginginkan manusia tidak terjerumus ke dalam kejahatan. Itulah sebabnya, Dia mengajarkan nenek moyang hingga orang tua kita bahwa kehidupan ini dapat dilalui dengan baik jika dituntun dengan pedoman-pedoman hidup yang baik. Itulah yang selalu diharapkan para orang tua terhadap keturunannya. Pedoman hidup menuntun manusia pada perilaku hidup yang baik dalam relasi dengan sesamanya dan Penciptanya.
Refleksi
Pada kenyataannya, tidak semua orang berhasil menjadikan dirinya sebagai tanah-tanah yang baik dimana benih kebaikan dapat tumbuh dengan subur. Namun, sejauh ada kesempatan hidup, hendaknya setiap orang dapat belajar dari kesalahan dan mau mengusahakan setiap pribadi untuk menjadi “tanah” yang subur dan menyambut benih-benih kebaikan yang berasal dari Sang Pencipta.*** (kps)