Catatan Musibah juga Literasi, ‘Ini Rezeki Lain’, kata Mbah Mur

SAYA tidak menduga akan terjadi musibah itu. Sore Kamis (02/03/2021), itu saya bersenggolan dengan seorang pengendara motor. Saya tidak tahu namanya. Terjadi di belokan menjelang ke rumah saya, di Wonosari. Tinggal beberapa meter saja menjelang sampai ke rumah. Mobil saya menyenggolnya atau motornya yang menyenggol bagian kanan mobil saya, entahlah. Yang pasti spion kanan mobil saya copot dari keududukannya saat bersenggolan itu. Pengandara itu terjatuh setelah motornya bersenggolan dengan mobil saya.

Sore itu saya baru saja kembali dari Hotel Holiday, Tanjungbalai Karimun. Baru selesai mengikuti kegiatan Pembinaan FKUB dan Dialog KUB yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Provinsi Kepri. Program Kanwil Kemenag ini sesungguhnya untuk seluruh FKUB Kabupaten/ Kota se-Provinsi Kepri yang akan dilaksanakan di setiap Kabupaten/ Kota. Tapi konon ini yang pertama sekaligus satu-satunya program yang lolos dalam refocusing anggaran Kanwail Kemenag.

Menurut Pak Abu Sofyan, Kepala TU Kanwil Kemenag Provinsi Kepri yang mewakili Kakanwil membuka secara resmi acara paginya, menjelaskan bahwa rencana program yang sama sudah diusulkan untuk seluruh FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten/ Kota se-Provinsi Kepri. Tujuh kabupaten/ kota sudah masuk program dan rencana anggaran. Tapi tersebab covid-19 menyebabkan terjadinya perubahan. “Karena biaya yang tidak mendukung, akhirnya inilah satu-satu kabupaten yang dapat terlaksana kegiatan ini.” Begitu penjelasannnya saat memberikan pidato sambutan.

Acaranya berlangsung hampir satu hari. Dimulai pukul 07.00 (untuk registrasi) dan ditutup menjelang solat asar dengan istirahat makan siang pada pukul 12.00 s.d. 13.00. Hadir pada acara itu para pengurus FKUB Kabupaten Karimun serta beberapa orang tokoh masyarakat dan tokoh agama. Tiga orang nara sumber menyampaikan materi, Kakanwil Kemenag Provinsi, Ketua FKUB Provinsi dan Kakankemenag Kabupaten Karimun. Dua narsum pertama diwakili saja sementara narsum ketiga diis langsung oleh Pak Zamzuri selaku Kakankemenag Kabupaten Karimun. Dan setelah narsum ketiga acarapun selesai dan kami pulang ke rumah masing-masing.

Sepulang acara itulah saya sore itu mengendarai mobil sedikit agak kencang. Dalam kampung –dari Paya Manggis hingga ke Wonosaru– saya memacu mobil dengan kecepatan 30 km per jam. Itu tidak kencang untuk ukuran jalan di luar kampung. Tapi sudah cukup laju untuk perjalanan di jalanan kampung.

Saat akan berbelok ke rumah itulah saya tidak awas. Saya terlalu ke kanan dan tidak awas melihat seorang pengandara motor yang juga sedikit mendadak datangnya. Mungkin dia juga berkecepatan lumayan. Saya tidak tahu persis. Praak…dia terjatuh dan saya langsung menghentikan mobil. Saya melihat bagian depan kakinya sedikit terkelupas kulitnya. Lalu saya antar ke rumahnya yang ternyata tidak terlalu jauh dari rumah saya. Kami, ternyata sama-sama orang sekampung, Wonosari..

Setelah sampai di rumahnya yang ternyata bertetangga dengan saya agak ke belakang rumah saya, kami ngobrol di rumahnya. Satu pernyataan yang saya sampaikan ke Bapak itu adalah bahwa saya akan bertanggung jawab. Kerusakan motornya akan saya bantu dan jika harus berobat saya juga akan membantunya. Dan sorenya dia pergi ke tukang urut, Mbah Mur. Masih di kampung kami, Wonosari juga. Saya membantunya untuk biaya urut itu.

Ketika saya datang ke rumah Mbah Mur saat dia diurut, itulah kami bercerita perihal musibah itu. Saat itu pula Mbah Mur mengatakan, “Ini rejeki lain, Pak Haji.” Saya awalnya heran saja dengan kalimat itu. Apa maksud Pak Miur (saya memanggilnya dengan sapaan Pak walaupun di sini orang sudah memanggilnya dengan sapaan Mbah). “Saya juga baru saja dapat rejeki lain macam gini,” katanya menambahkan kalimatnya yang membuat saya bingung memahaminya.

Ternyata maksudnya, dia baru saja juga mengalami musibah kecelakaan. Dan kalau sudah begini kita harus berbagi rezeki dengan orang lain. Begitu dia mengatakan kepada saya perihal rezeki lain yang dia maksud. Artinya, salah satu diantara orang yang mengalami kecelakaan biaanya akan membantu pihak lainnya. Itulah rezeki lain yang dimaksud Pak Mur. Saya baru memahami maksud kalimatnya.

Saya sendiri sesungguhnya tidak merasa bersalah juga dalam kasus itu. Jalan yang saya pakai masih sebatas jalan saya. Tidak terlalu menyerempet ke sebelah kanan. Memang, tidak juga terlalu ke kiri di bengkolan itu. Namun, karena saya mengendarai mobil, sementara dia mengendarai sepeda motor, maka saya berbesar hati saja kalau musibah itu memang ujian buat saya. Saya bisa menerima ‘humor’ Pak Mur bahwa di tangan saya ada rezeki lain yang harus saya berikan kepada Bapak itu. Saya berterima kasih karena luka atau sakitnya pengendara motor itu tidak pula terlalu parah. Saya akan lebih berhati-hati ke depannya.

Lebih dari itu semua, sekaligus sebagai hikmah bagi saya bahwa musibah ini menjadi catatan hidup saya. Sekaligus catatan ini adalah bagian pengembangan literasi saya. Saya tulis catatan ini sekaligus sebagai usaha mengembangkan kreatifitas literasi saya. Saya percaya, setiap peristiwa ada hikmahnya. Dan setiap hikmah itu bisa juga terkait dengan kreatifitas tulis-menulis yang menajdi bagian hidup saya.***

Tinggalkan Balasan