Memacu Litersi, Boleh Berlomba tapi Bukan Berbantah

TERINSPIRASI dari tulisan yang pernah saya tulis pada 2010 yang lalu saya membuat catatan singkat ini. Tulisan itu berjudul Berlombalah Bukan Berbantah yang saya posting di blog mrasyidnur.blogspot.com pada pada 3 November 2010 mengulas tentang sikap dalam berbuat kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Berlomba atau berbantah? Bolehkah orang berlomba-lomba atau malah berbantah-bantah dalam berbuat baik? Itulah inti tulisan saya waktu itu. Agama pada dasarnya menyuruh untuk bersikap kompetitif atau berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Inti itu pula yang saya tulis pada tulisan itu.

Catatan kali ini ingin melihat sikap itu dalam aspek dan perspektif literasi. Berkembangnya kreatifitas literasi –tulis-menulis dan membaca– belakangan ini berpotensi pula untuk lahirnya sikap di atas di antara kita. Mengikut akidah agama yang menganjurkan umat untuk bersikap ‘berlomba-lomba’ untuk kebaikan maka saya ingin mengatakan bahwa dalam hal beraktifitas di ranah literasi pun sebaiknya kita memiliki sikap yang sama, berlomba-lomba juga. Sama sekali tidak ditabukan berlomba. Bahkan ada banyak lomba yang dihelat dalam hal pembinaan dan pengembangan literasi.

Kenyataan yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa sikap berbantah atau permusuhan di antara orang-orang tertentu juga muncul dan terlihat kasat mata atau terdengar oleh telinga. Bisa tergambar dari berita-berita tentang membantahmenghujatmemprotesmenyangkal, atau yang sepadan dengan itu. Bentuk beritanya bisa berupa video, gambar atau tulisan. Bentuk suara juga ada. Itu bisa ditemukan, dibaca atau didengar di media.

Sikap saling hujat atau saling bantah itu sering mengatasnamakan hak berbicara dalam berdemokrasi. Dengan alasan demokrasi seolah bangga melakukan perbalahan yang di ujungnya permusuhan. Kenyataan seperti itu cukup banyak menghiasi media massa, cetak atau elektronik lebih-lebih di medsos (media sosial). Tentu saja hal demikian tidak lagi berketgori lomba tapi menjadi bentuk bantah-berbantah.

Perdebatan pro-kontra protes-memprotes, baik dalam bentuk demonstrasi yang berujung anarki maupun bentuk lainnya adalah contoh sikap berbantah. Tidak jelas juga arah jalannya. Jika diumpamakan kubu per kubu maka setiap kubu selalu memiliki argumentasinya untuk mengatakan protes-memprotes. Seolah-olah hal yang demikian sesuatu yang dibilehkan. Namun itu semua menunjukkan betapa sikap berbantah lebih ditonjolkan. Padahal yang dianjurkan adalah sikap berlomba. Berlomba, bukan berbantah.

Catatan singkat ini tentunya tidak bermaksud memperpanjang perdebatan pro-kontra. Hanya sekadar ikut urung rembuk, masih haruskah saling berbantah dan saling memprotes atas segala tugas yang telah dan akan kita lakukan? Tidak lebih baikkah mencari solusi lain atas segala kelemahan dan atau kekurangan yang ada jika itu menjadi sebab timbulnya perbantahan? Dan apa serta bagaimana jalan keluarnya, tidakkah lebih bijak untuk dipikirkan? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu penting bagi kita untuk membantu mengubah arah sikap dari kecenderungan berbantah ke berlomba.

Di ranah literasi khususnya untuk tulis-menulis bisa saja muncul sikap berbantah atau berlomba pada hakikatnya bukanlah sesuatu yang tabu. Tapi jika harus memilih diantara berbantah dan atau berlomba atas segala kekurangan dan kelebihan yang masih ada, sejatinya akan lebih bijak jika berlomba pilihan kita. Konotasi berlomba akan lebih baik dari pada berbantah meskipun keduanya dapat dipandang sebagai saling berhadapan antara satu dengan lainnya.

Dalam usaha memacu dan memicu literasi di antara satu dengan lainnya dapat saja dengan nuansa lomba. Berlomba artinya keinginan atau tindakan untuk melakukan yang lebih baik oleh kita berbanding orang lainnya. Tentu saja ini sikap yang baik selama diambil jalan positifnya. Berlomba dengan cara dan ketentuian yang benar adalah cara terbaik juga dalam meningkatkan kemampuan dan hasil yang diinginkan.

Lebih dari itu semua, perbuatan dan tindakan yang jauh lebih mulia dan besar guna-manfaatnya tentu saja aktifitas hidup yang berkaitan dengan kemanfaatan hidup itu sendiri. Termasuk aktifitas dan kreatifitas tulis-menulis. Pengembangan dan pembinaan literasi bagi kita, bangsa Indonesia pada umumnya adalah untuk mengejar dan mendapatkan nilai kemanfaatan dalam kehidupan kita. Dengan literasi orang akan mendapatkan informasi sekaligus bisa berposisi sebagai pemberi informasu. Dengan literasi pula komunukasi dan jalinan silaturrahmi akan terus terkuatkan. Sikap berlomba-lomba dalam literasi tentu saja akan menjadikan semangat literasi akan lebih meningkat.

Pada pandangan lainnya, konsep hidup untuk ibadah yang sudah diamanahkan agama, misalnya dikaitkan dengan perintah berlomba-lombalah untuk kebaikan juga dapat menjadi dasar pemicu berkembangnya literasi. Ibadah adalah segala aktifitas yang berguna buat semua, itu artinya kita harus beraktifitas terus-menerus untuk kemanfaatan hidup kita. Dan kreatifitas litersi juga jalan terbaik dalam mencapai kemanfaatan kebaikan bagi setiap orang.

Jika demikian adanya tidak ada waktu buat manusia untuk saling protes dan saling cela atau dengan istilah lainnya, berbantah-bantah. Kita sadar betul bahwa berbantah-bantah tiada manfaat yang didapat dan diterima baik oleh diri pribadi maupun untuk orang lain. Berbeda dengan sikap berlomba yang juga berkonotasi berhadapan dengan orang lainnya. Di sini sikap berlomba adalah untuk memacu dan memicu tindakan dan perbuatan kebaikan. Istilah lain yang juga dipergunakan adalah bersaing secara sehat. Tidak ada yang salah jika sikap bersaing itu dipakai selama untuk kebaikan dan kebajikan.***

Tinggalkan Balasan

4 komentar