PENYESALAN SEORANG SAHABAT

Terbaru75 Dilihat

PENYESALAN SEORANG SAHABAT

Dinda berdiri di lobi lantai dua di depan kamarnya sambil melihat langit yang dihiasi bintang-bintang. Dia masih mendengarkan lagu-lagu country yang sengaja dia putar dari HP-nya agar mood untuk mengerjakan tugas-tugasnya dari kampusnya segera timbul. Sudah beberapa hari ini Dinda susah berkonsentrasi karena pikirannya terganggu dengan kenangan dua puluh empat tahun silam. Rasa bersalah dan sesal untuk sahabatnya dari Saudi Arabia, Ahmad, masih dia rasakan. Betapa cerobohnya saat itu ketika dia tidak mengindahkah pesan sahabat beda benuanya. Masih terngiang-ngiang perkataan sahabatnya, “Dinda jangan lupa bangun pagi dan mengantar kepergianku, tidak usah turun, cukup lambaikan tangan dari lantaimu.” Pesan Ahmad sebelum tengah malam kepadanya.

Ahmad juga memberikan sobekan kertas berisi alamat dan nomor teleponnya. Dia berharap Dinda menyimpannya baik-baik dan akan menghubunginya setelah kepergiannya dari DLI (Defense Laguage Institute), San Antonio Texas ke target course di Florida. Dinda hanya mengangguk dan menyelipkan kertas itu di suatu tempat di kamarnya. Karena buru-buru mengiyakan sehingga Dinda lupa keberadaan sobekan kertas itu. Dinda lupa tidak menyetel jam wekernya dan langsung tertidur. Ketika bangun jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Dinda terperanjat dan dia tidak sempat mengucapkan selamat berpisah ke Ahmad sahabatnya.

Dinda tidak melihat mobil Ahmad yang biasa terpakir di depan gedungnya ketika hendak menjemputnya untuk jalan-jalan ke kota. Dinda berfikir pasti Ahmad sedih dan marah terhadapnya karena sebagai sahabat dia kurang perduli kepadanya. Dinda berusaha mengingat sobekan kertas yang diberikan kepadanya namun dia tidak mampu mengingat dimana dia meletakkannya. Dia terus mencari dan mencari tapi tak kunjung ketemu. Hingga waktu menunjukkan pukul 08.00 dan perutnya mulai bernyanyi minta diisi.

Dinda segera mandi dan merapikan diri untuk sarapan ke Amigo Inn. Sebenarnya dia malas untuk ke Amigo Inn karena udara sangat dingin namun dia tidak memiliki stok makanan di kulkas kamarnya. Amigo Inn adalah salah satu fasilitas bagi siswa manca negara untuk makan pagi, siang dan malam yang sudah disiapkan DLI.  Amigo Inn juga tempat favorit siswa karena dapat makan sambil berbincang-bincang dengan teman-temannya. Saat weekend adalah saat yang tepat untuk makan tidak terburu-buru serta dapat bersosialisasi dengan siswa-siswa dari berbagai negara.

Dinda bersyukur karena sarapan, makan siang dan makan malam di Amigo Inn gratis untuknya karena saat itu pangkatnya masih Sersan Kepala atau golongan Bintara. Sedangkan teman-teman sekelasnya yang berpangkat Letnan dua keatas (perwira) harus membayar dengan uang saku yang diberikan lembaga. Sebenarnya sama saja bagi Dinda maupun teman-teman perwiranya membayar sendiri atau gratis karena uang saku yang diterima memang berbeda. Dinda mendapatkan uang saku lebih rendah dari teman-teman perwiranya namun makan dan kamar gratis sedangkan mereka membayar.

Sepanjang perjalanan menuju Amigo Inn Dinda teringat Ahmad yang terkadang muncul di depannya sambil menyapa dengan salam hangat dan keramah tamahannya. Tapi dia tidak melihat dia lagi. Beberapa kali Dinda berpapasan dengan teman-teman manca negaranya juga dari teman-teman Saudi Arabianya keluar dari Amigo Inn selesai sarapan. Mereka hanya mengucap salam dan pergi tanpa ada kata basa basi. Itulah perbedaan mereka dan sahabatnya Ahmad.

Sarapan sendiri tanpa ditemani teman-teman dari Indonesianya membuat Dinda agak canggung untuk bergabung dengan beberapa siswa yang tidak begitu dia kenal di Amigo Inn. Mereka siswa-siswa baru yang datang ke DLI. Dinda masih mendapat menu ayam dengan sedikit kuah gurih dan kentang rebus yang sudah dihaluskan (massed potato). Dinda juga mengambil pine apple pie (pie nanas) dan buah pisang untuk makan penutupnya.  Biasanya Dinda menghabiskan makanan itu dengan cepat.  Kali ini Dinda hanya bisa menghabiskan separoh ayam dan separoh massed potato yang sudah dia pesan dengan lambat dengan segelas air putih yang membantunya menelan makanan.

Selesai sarapan Dinda kembali ke kamarnya. Di hari Minggu Dinda tidak ingin kemana-mana. Dia hanya ingin tidur sepuas-puasnya agar bisa mengerjakan home work yang diberikan guru-gurunya. Biasanya Ahmad rajin menelpon juga berkunjung ke blognya sambil membawa black forest seperti akan ulang tahun. Dinda mengundang teman-teman wanita dari Indonesia dan Thailand untuk makan bersama dan Ahmad tidak berkeberatan.

Kadang-kadang Dinda memasak Tum Yam di microwave yang membutuhkan waktu agak lama agar sup Tum Yam benar-benar matang. Kemudian Dinda mengundang Ahmad dan teman-temannya untuk mencicipi masakannya. Suasana kebersamaan itu membuat Dinda kerasan untuk belajar di DLI. Bersosialisasi dengan teman-temanya adalah salah satu bentuk pembelajaran. Dinda mempelajari banyak budaya dari berbagai negara dan dapat meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya. Practice and having fun (berlatih dan bergembira).

Dimalam weekend Ahmad kadang-kadang mengajak Dinda makan diluar lanjut ke dancing lesson bagi high class (kalangan atas).  Dinda tidak berangkat sendiri namun ditemani teman wanita dari Thailand dan Ahmad ditemani teman senegaranya. Dinda merasa sangat teristimewa karena Ahmad memperlakukannya dengan baik dan sopan.  Namun Dinda tidak ingin terbawa perasaan.  Dinda berusaha menanggapinya sebagai layaknya seorang sahabat. Banyak perlakuan Ahmad yang menunjukkan rasa keperduliannya kepada Dinda dengan memasangkan sabuk pengaman sebelum mobil berangkat. Dinda hanya duduk manis sambil menikmati pemandangan di malam hari dengan lampu-lampu kerlap kerlip terlihat di dalam home base. Lagu-lagu country dan lagu-lagu Timur Tengah mengiringi perjalanan Dinda dan teman-temanya menuju restoran diluar DLI.

Semua kenangan itu tidak mudah untuk dihapus dan terutama kebaikan-kebaikan dan sikap Ahmad yang selalu tinggal di hatinya. Pernah Ahmad mengatakan jika dia memiliki saudara di Kedutaan di Indonesia yang membuat Dinda semakin dekat dengan Ahmad. Ahmad sendiri sudah lama tinggal di Amerika, di kota Washington. Memang pantas jika dia memiliki etiket seperti orang-orang Barat lainnya.

Belajar di negara orang harus menciptakan keluarga baru.  Persahabatannya dengan Ahmad tercipta selama belajar bersama-sama di DLI. Mereka memiliki kelas berbeda. Dinda belajar untuk menjadi guru bahasa Inggris sedangkan Ahmad seorang pilot Angkatan Udara dari Saudi Arabia. Ahmad hanya belajar dua bulan di DLI kemudian lanjut ke target course di Florida, sedangkan Dinda harus menyelesaikan kursusnya selama empat bulan.

Dinda wanita yang mudah bergaul dan ramah sehingga sangat mudah baginya untuk mendapatkan banyak teman. Ahmad adalah salah satu sahabatnya yang banyak mengajarkan etiket pergaulan selama belajar di DLI Texas, terutama etiket ketika dinner atau dancing dengan teman-teman manca negara. Ahmad pria kaya namun tidak sombong.  Dinda serasa memiliki keluarga baru. Sayang persahabatan itu tidak dapat berlanjut karena kecerobohannya ketika menyimpan nomor HP Ahmad.

Kini sudah bertahun-tahun dia tidak bertemu. Ingin rasanya dia ungkapkan segala rasa penyesalan kepada sahabatnya. Dinda berusaha mencari jejaknya melalui Face Book dan Instagram, namun tidak bertemu. Mungkin karena bertahun-tahun tidak pernah jumpa dan mungkin wajahnya yang berubah tidak Dinda kenali. Terlalu banyak nama Ahmad di FB atau di IG dengan postingan foto yang tidak sesuai dengan wajah Ahmad.

Untuk mengobati rasa gundah dihatinya, Dinda menuliskan rasa bersalah dan sesalnya di blog pribadinya. Dia berharap, suatu hari Ahmad akan membaca blognya.  Dinda memberi judul blog “Penyesalan Seorang Sahabat.”

“Sahabat sudah terlalu lama kita terpisah, tiga puluh empat tahun yang lalu. Aku ingin ungkapkan rasa bersalah dan sesalku padamu. Aku telah berusaha mencarimu di sosial media namun aku tak mendapatkan petunjuk tentang dirimu. Saat itu teknologi tidak semaju saat ini. Namun dengan kemajuan teknologi aku belum dapat mendapatkan jejakmu. Jika suatu saat engkau membaca surat terbukaku ini, aku berharap engkau memaafkanku karena aku tidak menghantarkanmu ketika engkau pergi dari DLI tempat yang penuh kenangan ketika kita menimba ilmu. Tempat bersejarah dengan music country dan Cowboy favorite kita.

Saat itu kita pernah mengenakan pakaian Cowboy. Engkau mengenakan celana panjang dengan desain Cowboy juga ikat pinggang dan topi lebar yang hampir menutupi wajahmu. Engkau tampak elegan dan banyak teman wanita America yang jatuh cinta padamu. Saat itu aku mengenakan rok panjang bunga-bunga dengan sepatu boots putih. Aku merasa menjadi female Cowboy dan engkau ingin sekali menganjak dansa denganku namun engkau tidak berani mengungkapkannya. Aku baru menyadari jika budaya di negerimu wanita yang meminta dansa terlebih dahulu. Teman wanita kita dari Thailand yang memberitahuku. Semenjak aku mengetahui budaya itu aku beranikan diri memberitahumu jika budaya di Indonesia, pria yang mengajak dansa terlebih dahulu.

Suasana kaku menjadi mencair. Berkali-kali engkau mengajakku berdansa juga dance bersama yang lain. Macarena dan Chiken Dance sangat poluler saat itu dan menjadi dance favorit kita. Ah..seperti cerita-cerita di film Barat.

Kita juga pernah menikmati Tum Yam bersama dengan teman-teman kita dan dirimu membawa soft drink dan kue Tart. Kita mendengarkan musik dan berbincang-bincang tentang banyak hal.  Engkau tampak gembira. Aku tahu kadang-kadang aku membuatmu kesal namun engkau selalu memaafkanku. Saat ini aku sangat menyadari betapa indah persahabatan kita saat itu. Aku berharap semoga saat itu engkau telah memaafkanku.

Dengan berjalannya waktu mungkin engkau telah lupa kepadaku. Namun tak mengapa karena aku bukan sahabat yang baik bagimu yang pernah mengabaikan pesanmu, yang pernah menyakiti perasaanmu. Aku berharap pernyataan itu salah.

Yang terpenting bagiku engkau saat ini diberikan kesehatan, kesuksesan dan kebahagiaan bersama keluargamu. Aku juga yakin saat ini engkau memiliki pangkat tertinggi di Angkatan Udara Negerimu. Demikian juga aku memiliki keluarga yang penuh kehangatan dan kebahagiaan.

Sahabat, aku memohon kepada Allah SWT agar suatu saat kita dipertemukan dan aku bisa meminta maaf langsung kepadamu. Jika tidak dapat bertemu, aku berharap engkau dapat membaca blogku dan menyadarinya bahwa aku masih sahabatmu selamanya.

“The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched — they must be felt with the heart.” — Helen Keller

“Friendship is the hardest thing in the world to explain. It’s not something you learn in school. But if you haven’t learned the meaning of friendship, you really haven’t learned anything.” — Muhammad Ali

Jakarta, 9 Juni 2021

Profil Penulis:

Nani Kusmiyati, S.Pd., M.M., CTMP. Lahir di Kediri, 12 September 1966. Lulusan S1 Bahasa Inggris di UIA (Universitas Islam Assyafiiyyah) Pondok Gede dan S2 MSDM di UPN Veteran Jakarta. Berdinas di Lemhannas sebagai Kasubbagkerma Multilateral Luar Negeri. Sedang menyelesaikan S3 di UNJ.

Lulus AELIC di DLI, San Antonio Texas, US; MELT dan ETDC di Australia. Mengikuti penugasan dan pelatihan, pramugari haji dengan Garuda Indonesia, Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon, Cobra Gold di Thailand, Ausindo di Darwin Australia, COREL di Cambodia, Junior Officer Exchange di Singapore dan Malaysia.

Mengajar bahasa Inggris bagi personel TNI AL. Penikmat lagu, suka travelling dan menulis.

Menulis 28 Buku Antologi dengan Omera dan Nubala Project, 1 buku solo published dan 1 buku solo dalam proses.

Motto: BELAJAR SEPANJANG HAYAT.

Hp. 081398870636.

Emails: nani1navy@gmail.com nani2teacher1navy@gmail.com.

IG: nani-kusmiyati     FB: nani kusmiyati

Bloghttps://naniku2020.blogspot.com

https://the writers.id/admin/post

https://terbitkanbukugratis.id/nani-kusmiyati/02/2021/https://nani2teacher1navy.wordpress.com/

Tinggalkan Balasan

1 komentar