Buku ini, maksud saya tulisan ini, sebenarnya adalah sebagai kata pengantar untuk buku ketiga saya “Mati Ketawa Ala Netizen – Kumpulan Humor Dari Media Sosial” .
Saat ini sedang dalam proses pengajuan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) sebagai penerbit, ke Perpustakaan Nasional untuk mendapatkan Internasional Standar Book Number (ISBN).
Saya mungkin kurang berbakat jadi pelawak, komedian atau komik di stand up comedy. Kecuali, ya “berbakat” mengumpulkan humor kata seperti yang sedang Anda baca ini. Koq beraninya menulis dan menyusun buku humor? Benarkah membaca, menulis buku humor bikin awet muda?
Nama saya Nur Aliem Halvaima, atau nama pena Nur Terbit. Lahir di Makassar, Sulsel, 10 Agustus 60 tahun silam. Hampir lebih dari separuh usia saya habiskan di dunia wartawan. Menulis berita dan berbagai artikel. Saya juga seorang lawyer, advokat, pengacara. Sudah berkeluarga, punya satu istri, dua anak plus mantu dan dua orang cucu.
Iya. Saya memang termasuk manusia yang suka bercanda, santai dengan tidak merasa perlu harus formal dan resmi-resmian. Itu sebabnya saya juga menyukai acara tontonan yang namanya komedi, lawak, maupun stand up comedy. Atau setidaknya suka membaca cerita-cerita humor. Minimal humor kata.
Namun belakangan ini, sudah agak susah bagi saya memenuhi kesukaan saya itu di tengah musim pandemi Corona-19. Nonton lawak atau stand up comedy. Ketika media cetak masih berjaya, seperti koran, majalah, tabloid, yang namanya humor kata masih banyak bisa ditemui di media tersebut dalam rubrik humor.
Di tengah kekosongan itulah, saya malah sering menemukan cerita humor, setidaknya humor kata maupun dalam versi meme (gambar), yang banyak berseliweran di media sosial terutama di Facebook dan Whats App.
Dari situ, maksud saya media sosial Facebook dan Whats App, saya merasa mendapatkan “isi” dari kekosongan selama ini. Banyak humor kata, baik yang ditulis dan digubah sendiri atau sekedar hanya “diteruskan”. Hingga humor dari keseharian, maupun yang menyerempet-nyerempet ke masalah politik.
Tinggal kita sendiri yang harus pintar menyeleksi, apakah kita “baper”, emosi, saat membacanya atau tidak. Yang pasti, humor kata di media sosial, masih terbatas standar. Atau humor “kodian”, “recehan” dalam istilah populer di dunia para komika, komedian, atau pelawak.
Apa Itu Humor Kodian ?
Humor kodian, seperti diakui komika Pandji Pragiwaksono di buku “Dari Merem Ke Melek – Catatan Seorang Komedian” yang ditulis Ernest Prakasa, Gramedia 2012, yakni humor yang sudah lama beredar di masyarakat dalam berbagai versi, lalu diceritakan ulang. Karena itu, humor kodian perlu diperdalam lagi dengan pengalaman karier, bakat, literatur, agar tetap “pecah” dan tidak “garing” saat diceritakan di atas panggung komedi.
Itulah sebagian humor kodian yang saya kumpulkan di buku ini, bersumber dari media sosial. Beberapa di antaranya ada juga yang saya gubah dan poles kembali dengan bahasa saya sendiri. Bahkan ada yang dari pengalaman pribadi, yang tentu saja saya samarkan tokoh dan lokasi kejadiannya hehehe… (namanya juga usaha).
Karena itu saya merasa perlu berterima kasih kepada sahabat karib saya : Amazon Dalimunte dan Taryono Asa, ada beberapa “humor kodian” keduanya saya poles kembali di buku ini dari status-status humornya di medsos.
Juga terima kasih kepada Bang Ajinatha yang sudah mendisain cover buku ini dan buku saya sebelumnya “Wartawan Bangkotan, Jurnalism Investigatif”, tentu juga Pak Thamrin Dahlan, Ketua Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) yang menerbitkan buku “Mati Ketawa Ala Netizen” ini.
Belajar Stand Up Comedy
Oh ya. Sekali waktu saya juga pernah nekat ikut lomba stand up comedy di acara “Pesta Media” yang digelar di Museum Nasional, depan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, dalam rangka hari ulang tahun Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
Alhamdulillah penampilan dan materi stand up saya gak lucu. Anehnya ketika di tempat lain, acara Sunday Sharing Blogdetik di kantor Detikcom saya ceritakan kekonyolan dan pengalaman tidak lucu saya ini, malah “pecah” oleh tawa.
Pernah juga seorang komic (komedian) sedang membawakan materi cerita humor di sebuah acara stand up comedy peringatan ulang tahun Komunitas Blogger Bekasi (Be Blog), di gedung Patriot, Kantor Walikota Bekasi, Jawa Barat. Rupanya materi humornya sudah usang, alias bahan-bahan lama yang didaur ulang kembali (kodian). Materi itu sendiri sebenarnya sudah saya tahu.
Itu sebabnya ketika komiknya lupa cerita lengkapnya, saya lalu nyeletuk dari kursi penonton dengan cerita yang lebih lengkap. Eh komiknya kesel, “Mas aja deh yang perform di panggung, saya turun aja“. Penonton pun gerrr…. Lah, yang lucu itu saya apa komiknya sih? Hehehe.
Waktu masih remaja di Makassar, entah karena masih muda dan belum punya “urat malu”, saya mengajak dua teman main saya untuk ikut lomba lawak antar grup. Tempat lombanya di Pulau Kayangan, naik perahu dari Pantai Losari yang berjarak antara Ancol ke Pulau Seribu di Jakarta.
Saya sendiri yang bikin konsep materi lawakannya. Belajar dari cara melawak S Bagio dkk atau Kwartet Jaya , Ateng, Iskak, Edy Sud yang ketika itu bisa ditonton di TVRI. Lalu mencoba mengadaptasi situasi keseharian dan materi lawakan kodian. Alhamdulillah, dengan modal nekat tersebut bisa meraih hadiah harapan dan membawa pulang uang tunai sekedar jajan dan nonton bioskop hehehe…
Jadi jika Anda juga ingin gagal di panggung stand up comedy karena membaca buku ini, ya setidaknya kumpulan humor ini masih bisa diceritakan ulang di tempat “tongkrongan”. Kalau pun tetap tidak lucu, jangan salahkan buku ini. Bisa jadi waktu Anda menceritakan ulang, kurang diserta mimik wajah yang memelas, atau tidak berdoa sebelum tampil hehe….Itu saja. Terima kasih.
Nur Terbit (Nur Aliem Halvaima)
1 komentar