Butuh waktu sebentar melakukan CT-SCAN, maksud hati langsung beranjak pulang, ternyata petugas memberikan arahan supaya menunggu lebih kurang 30 menit untuk melihat efek yang ditimbulkan. Karena kondisi suami lemah dan capek, beliau meminta saya untuk menanyakan petugas tentang penggunaan bed untuk berbaring.
Meskipun merasa tidak nyaman, saya pun bertanya ke petugas. Alhamdulillah, disambut baik oleh beliau dan membawa kami ke sebuah ruangan seperti ruang IGD. Setelah bernegosiasi akhirnya petugas di ruangan tersebut menunjukkan bed yang boleh dipakai. Tak berapa lama suami pun tertidur dan mendengkur di bawah selimut.
Tiga puluh menit pun berlalu. Suami masih tertidur pulas, saya kemudian mendatangi petugas dan menanyakan apakah sudah boleh pulang. Petugas mempersilahkan pulang dan berkata tidak apa-apa menunggu jikalau pasien masih tidur. Saya kembali ke ruangan tersebut dan membangunkan suami.
Sebenarnya saya tidak tega, tapi saya memikirkan abang yang dari pagi mengantar dan setia menunggu sampai sore begini membuat saya tidak enak hati. Jam segini biasanya beliau menjemput istrinya pulang kerja. Saya kemudian merapikan bed sebelum pergi dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada petugas.
Kami pun kembali menuju ruang pendaftaran radiologi dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Sebelum keluar saya sempat bertanya untuk pengambilan hasil CT Scan. Petugas menjawab, ” Datanglah hari senin jam 10.00 WIB.” Setelah semua urusan selesai, kami melangkah pelan menuju parkiran.
Kami akhirnya pulang, dalam perjalanan pulang tetiba suami batuk dan mengeluarkan cairan bercampur darah setelah minum air putih. Saya sempat cemas takut efek dari CT Scan tersebut. Alhamdulillah batuk tidak berlanjut kami pun langsung melanjutkan perjalanan. Kecemasan saya ternyata sedikit berlebihan. Bagaimana tidak cemas jikalau efek terbesar dari CT-SCAN adalah kejang-kejang dan bisa menyebabkan kematian, meskipun efek ini jarang ditemui.
Sesampai di rumah kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada abang. Karena kelelahan dan lemas suami langsung tidur setelah membersihkan badan dan mengganti pakaian. Sebelum tidur saya sempat mengingatkan suami untuk banyak minum air putih, sesuai arahan petugas rumah sakit. Hari ini benar-benar melelahkan.
Hari demi hari penyakit suami makin parah. Kepala makin nyeri, mata tidak sinkron dan mengalami penglihatan ganda, pipi seperti mati rasa, gigi ngilu dan kondisi makin lemah. Ditambah susah buka mulut jadi tidak bisa bisa makan secara normal. Untuk sementara suami hanya diberikan obat penghilang nyeri dosis tinggi. Jikalau efek obat masih ada maka nyeri hilang sesaat dan ketika efek obat habis, nyeri kembali menyerang. Akibat penyakit ini, suami sering gelisah dan tidur tidak nyenyak. Biasanya nyeri luar biasa muncul dini hari sehingga suami tidak bisa beristirahat cukup. Selain itu
berat badan suami makin hari makin menurun. Saya sangat sedih melihat kondisi seperti ini. Apapun cara pengobatan Akan dijalani asal suami sehat kembali.
Kadangkala saya merasa frustrasi, saya merasa tidak sanggup menjalani cobaan ini, ingin rasanya saya menyerah tapi melihat keceriaan anak-anak membuat kesedihan hilang sesaat. Kehadiran anak-anak membuat diri ini terus semangat dan menyemangati suami untuk berobat dan sembuh.
Kadang-kadang, ujian ini mengingatkan saya bahwa selama sembilan tahun menikah semua berjalan lancar, mulus dan indah. Banyak kenikmatan yang diberikan Tuhan tiada henti dalam keluarga kecil ini. Kami diuji Hari ini untuk melihat seberapa sabar dan iklas jiwa kami ketika menjalani nya.
Apakah Kami tetap bersyukur atau tidak dengan ujian ini. Entahlah bagaimana perasaan ini sebenarnya. Entah aku pura-pura bertahan atau benar-benar bertahan dengan situasi seperti ini. Hari-hari ku akan banyak dihabiskan di rumah sakit menemani suami, sementara suami akan dihiasi dengan segala macam obat untuk pengobatan nya.
Selama suami sakit, waktu banyak dihabiskan bersama keluarga. Moment seperti ini juga sering membuat kami menghabiskan waktu berdua. Biasanya ketemu seminggu sekali , itu pun di akhir pekan. Tahu sendiri lah aktivitas Mak-Mak di akhir pekan sumur, dapur, dan kasur. Belum lagi melakukan aktivitas lain.
Tapi ketika beliau sakit, waktu banyak dihabiskan di rumah bersama anak-anak. Meskipun ini ujian terberat dalam kehidupan kami tapi saya merasa ada hikmah tersendiri yang saya rasakan. Kalau ditanya, apakah saya senang melihat kondisi suami? Pasti saya sangat tidak senang. Mana ada orang yang mau sakit. Mungkin inilah cara Tuhan menegur kami untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan keluarga. Semoga perjuangan panjang akan memberikan hasil yang terbaik untuk suami dan keluarga, serta semoga semua usaha, iktiar, doa dan harapan berbuah manis juga. Aamiin.