Dulu aku selalu minta sakit, karena dipikiran ku kalau sakit itu sepertinya enak. Bisa di jenguk oleh orang atau teman dekat, di belikan makanan yang aku mau, tidak perlu melakukan pekerjaan rumah, dan masih banyak lagi hal yang menurutku menyenangkan kalau sakit. Oh yaa satu lagi, dosa dosa kita berguguran kalau sedang sakit. hehe.
Tapi saat sakit beneran entah kenapa rasanya tidak enak. Yaa memang sering kali ekspektasi tidak sesuai realita, bagaimana tidak saat aku sakit yang ku dapat hanya omelan dari mamaku, di suruh minum obat ini lah, minum obat itu lah. Apa lagi saat aku terpapar virus korona yang sedang trending ini, hmm sebutannya Covid-19 saja deh, supaya lebih keren. Banyak sekali obat yang harus ku minum, padahal aku tidak suka obat karena rasanya yang pahit.
Cerita ini berawal ketika aku mengerjakan tugas bahasa Mandarin tentang mereview sesuatu. Kelompokku memilih untuk mereview Petak Enam di Jakarta Barat, sangat jauh memang, apa lagi di pandemi saat itu. Di tanggal 26 Juli 2021 pada hari Senin, aku dan kelompokku pergi ke sana. Tentunya dengan memakai masker dan mematuhi protokol kesehatan yang ada. Setibanya disana, kami berkeliling dan mereview semua yang ada disana. Dan tidak lupa kami juga menggunakan sandsanitizer setelah memegang sesuatu.
Keesokan harinya setelah pulang dari Petak Enam badanku merasa tidak enak, lemas, dan suaraku serak. “Ah, mungkin aku hanya kecapean,” pikirku. Tapi sore harinya aku demam, sekujur badanku menggigil padahal kipas di kamarku sudah ku matikan dan aku sudah membungkus diriku di dalam selimut, tapi masih saja menggigil. Hingga malam harinya demamku tak kunjung turun, bahkan diperburuk dengan muntah muntah. “Mungkin aku makanku kurang teratur,” pikirku lagi, karena memang kebiasaan makanku sangat buruk. Sepanjang malam aku tak bisa tidur disertai batuk dan pilek, hingga aku berfikir “tak mungkin kan jika aku kena Covid?”.
Demam ku belum turun selama 3 hari dan tenggorokanku juga sakit bahkan suaraku pun serak. Di hari Sabtu mamaku bilang kalau penciumannya hilang, dan dia menduga kalau terkena Covid. Dan sore harinya aku, mama, dan papa pergi ke rumah teman mamaku untuk di swab. Oiya mamaku itu perawat gigi di puskesmas, jadi dia punya teman yang bisa dimintai tolong.
Dan benar saja, setelah di swab antigen, aku, mama, dan papa ku kita sekeluarga positif Covid-19. Yaa entah aku merasa bingung atau lega. Tapi mengetahui bahwa aku positif Covid, diriku biasa-biasa saja. Yang kupikirkan hanya aku tidak bisa kemana-mana dan harus isolasi mandiri di rumah. Tapi beruntungnya aku karena aku tidak memiliki riwayat penyakit pernapasan, sehingga saat terpapar Covid, yang kurasakan hanya seperti batuk pilek biasa.
Anehnya setelah tau aku positif Covid-19, demamku turun dan tubuhku jadi jauh lebih baik, mungkin hanya batuk dan pilek saja, oh iya Indera penciumanku juga perlahan hilang setelah didiagnosa positif Covid-19. Tapi yaa hanya itu keluhannya. Dan hari-hari yang ku lalui hanya diam di rumah, makan, minum obat, istirahat, dan mengerjakan ulangan. hmm aku sakit saat aku sedang UAS loohh jadii yaa begitulah, mesti belajar dan berfikir dikala sakit melanda. hehe.
Tapi saat aku sakit, aku jadi berfikir, bagaimana yaa orang di luar sana yang tidak seberuntung aku. Yang punya penyakit bawaan seperti asma dan butuh tabung oksigen, bahkan ada yang harus dilarikan ke ICU, dan yang lebih menghawatirkan tidak semua orang bisa mendapatkan fasilitas itu untuk menunjang kesembuhannya. Bagaimana pula dengan orang yang kehilangan pekerjaannya di saat pandemi ini dan harus mencari cara agar kebutuhan sehari-harinya tetap terpenuhi tanpa memikirkan resiko bahwa dia akan terkena Covid.
Setelah memikirkan itu aku jadi merubah persepsi ku yang mengatakan bahwa “sakit itu enak”, yaa mungkin enak menurutku. “Tapi jika sakit yang tidak bisa disembuhkan, apa masih enak? Tentu saja tidak,” pikirku. Aku jadi tidak bisa bertemu dengan teman-temanku dan hanya dapat berbaring menatap langit-langit kamar.
Oleh sebab itu, aku merubah pemikiran ku bahwa gak sepenuhnya sakit itu enak, ada kalanya kita harus tetap menjaga kesehatan kita supaya kita bisa menikmati hidup kita. Bukan hanya sehat secara jasmani, tapi juga secara rohani. Karena jika keduanya seimbang hidup jauh terasa lebih nikmat. Benar seperti apa yang di katakan Pak thamrin “Sehat itu bukan segalanya tapi segalanya takkan berarti tanpa sehat”.
Aku merasa bersyukur kepada Allah SWT karena sudah ditimpa cobaan dengan terjangkit Covid-19. Karena-Nya aku bisa mengambil hikmah, dari sakit Covid ini aku jadi lebih menghargai betapa pentingnya menjaga kesehatan diri dan melindungi orang-orang yang ada di sekitar kita, karena tidak semua orang mempunyai daya tahan tubuh yang kuat dan bisa melawan penyakit. Jadi mulai sekarang aku akan memulai hidup sehat. Supaya sebagai calon perawat, aku bisa menyembuhkan banyak orang sakit dan menolong mereka dengan pengetahuan yang aku punya.
Sekian cerita pengalaman ku tentang sakit. Aku harap seseorang yang awalnya pernah punya pemikiran sama dengan ku dapat merubah pandangannya jadi sepertiku dan mencoba untuk memulai hidup sehat. Terimakasih.