Sato merasa malam itu begitu panjang. Gara-gara kelalaiannya bersama rekan kerjanya, ia harus melakukan survei lapangan. Ia berdiri di jalan menunggu orang-orang bersedia membantunya mengisi survei. Tapi orang-orang sibuk dengan urusannya. Selanjutnya Sato terpaku dengan tembang yang dimainkan oleh musisi jalanan. Di sana ia melihat ada seorang perempuan yang juga sama sepertinya, menikmati lagu tersebut.
Gadis itu bersedia mengisi survei. Sayangnya Sato tak cukup berani menanyakan namanya dan mengajaknya berkenalan. Kisah tersebut disampaikan dalam film romantis asal Jepang berjudul “Little Night, Little Love”.
Pada bagian pertama, cerita tak disampaikan secara linier. Selain Sato, ada kisah cinta beberapa orang yang merasa kisah cinta mereka tak seberuntung lainnya. Cerita tersebut kemudian mengalir lewat sejumlah pertemuan dan keberuntungan.
Yang paling kusuka adalah cerita romantis dari petugas salon kecantikan. Ia selalu sibuk dengan rutinitas, bekerja lalu pulang ke rumah. Hingga suatu ketika pelanggannya berupaya menjodohkannya dengan adik laki-lakinya.
Ia memberanikan diri menelponnya. Rupanya ia menanggapinya. Namun suatu ketika si pria tersebut meminta waktu untuk berfokus ke pekerjaannya.
Ceritanya ringan. Kisahnya tak begitu didramatisir juga tak ada unsur keajaiban berlebihan. Biasa saja, seperti kehidupan percintaan kalangan urban pada umumnya.
Masalah cinta dan berumah tangga ini problema yang menarik di kalangan urban. Karena disibukkan dengan pekerjaan maka banyak yang merasa tak sempat mencari jodoh dan menganggap itu sebagai bentuk ketidakberuntungan.
Pandangan terhadap perjodohan serta aplikasi kecocokan dan aplikasi kencan juga berubah. Jika dulunya perjodohan tersebut dianggap kuno dan aplikasi kencan itu ‘memalukan’, tapi kini dianggap biasa. Apa boleh buat.
Cerita yang ringan khas keseharian. Film ini kemarin tayang sebagai salah satu dari tiga film penutup Japanese Film Festival 2020.
Gambar dari windowsonworld dan thereelbits