Bangkitlah anakku Hari esok masih ada

Terbaru136 Dilihat

32.​​​​LIKA LIKU JEJAK PERJALANAN 4

“Tuhan telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan. Perkenkanlah kami merangkai kasih sayang yang Kau ciptakan di antara putra-putri kami.”

Dengan sangat mengharap ridho Allah kami rencanakan pernikahan Kahfi dan Rita di kampung halaman kami dan kampung halaman keluarga Rita di daerah Bengkulu. Tidak ada yang menjadi penghalang lagi dari kedua pihak. Keluarga besar juga menyambut baik dengan mengatakan “Balik mulan” artinya kembali ke asal. Kuperhatikan Yenny yang masih tinggal di lingkungan rumahku mendukung penuh perkawinan ini bahkan membantu memberikan pendapat, entah apa yang ada dalam benaknya aku tidak tahu. Yang jelas tidak ada yang kami sembunyikan dalam perencanaan dan pelaksanaan perkawinan ini, diapun menyebut bahwa dia dan Kahfi hubungan persaudaraan saja.. Bahkan kutawari kalau dia mau ikut ajak Rafa menghadiri acara tapi dia merasa tidak enak katanya nanti apa kata orang.

Acara di kampung berlangsung meriah, ada acara adat dan acara resepsi. Diam-diam sambil selalu doa dalam hati aku memperhatikan kondisi dn gerak gerik Kahfi. Semua kebutuhannya termasuk obatnya tidak ada yang tertinggal. Kahfi nampak cukup bahagia, tersenyum-senyum. Akad nikah berlangsung satu kali ucap saja. Alhamdulillah… Setelah 3 hari kamipun pamit kepada besan mau pulang ke Jakarta bersama Kahfi dan Rita. Kami sudah menyediakan sebuah rumah mungil lengkap dengan perabotan dan isinya termasuk pecah belah. Rumah itu berada sekitar 300 meter dari rumahku untuk tempat tinggal mereka sehingga tetap terjaga privasi mereka tapi tetap mudah menjangkaunya. Obat-obat Kahfi sudah kujelaskan semua kepada Rita. Sesuai rencana acara di rumah kami juga akan diadakan sekitar 3 minggu setelah dari kampung, pihak besanpun akan datang sekaligus mau melihat kondisi Kahfi dan Rita di tempat yang baru dan berkenalan dengan keluarga kami di Jakarta.

Namun baru sekitar seminggu mereka serumah, ketika aku mengunjungi mereka kulihat ada tanda-tanda kurang baik. Kulihat Kahfi duduk sendiri di teras sambil merokok dan ngopi seperti biasa, dan Rita nonton TV di ruang tamu. Aku berusaha pura-pura tidak melihat tanda-tanda itu dengan tetap beramah tamah. Besok dan besoknya Rita datang sendiri ke tempatku yang kebetulan di lingkungan sekolah. Dia mengatakan bosan di rumah dan pengen bekerja, mengajar lagi. Aku dan Gina menasehatinya agar ciptakanlah dulu suasana yang enak dan mesra sebagai suami istri yang baru, minimal satu bulan dulu, baru nanti diatur kalau Rita mau bekerja. Rita pulang dengan agak cemberut. Upayaku mendekatkan cucuku Rafa dengan Rita juga nampaknya tidak berhasil karena Rafa kurang mau dekat dengan Rita. Sementara Yenny kulihat makin sibuk dengan urusannya telpon sana sini, videocall sana sini yang aku tidak tahu dengan siapa.

Acara di rumah kami juga cukup meriah, namun kulihat wajah Kahfi makin mendung tanpa senyum, kalaupun senyum seperti terpaksa, begitu juga Rita. Wahai Allahku, Rabbku apa yang terjadi? Akupun kurang konsen dalam melayani tamu… senyum dibuat-buat. Begitu juga rombongan besan bermuka kecut, senyum-senyum terpaksa.

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih… setelah selesai acara ayah Rita mengatakan kita diskusi dulu di rumah Kahfi. Dari pihak keluarganya ada 4 orang, dan dari pihak kami Kahfi, aku, Hanafi, dan Gina. Ayah Rita membuka diskusi dengan mengatakan bahwa Rita bilang dia mau pulang bareng mereka karena merasa kurang berbahagia bersama Kahfi. Kami sangat terkejut mendengarnya. Ini bukan diskusi lagi tapi menyampaikan keputusan.

Kulihat Kahfi hanya diam menunduk seperti sangat tertekan dan berkata:

“Ya, terserah Rita saja, saya bersedia kalau masih mau mencoba terus tapi kalau dia gak mau, ya sudah.”.

“Ya tapi aku tidak merasa bahagia. Yang merasakan bahagia atau tidak itu kan aku sendiri.” Jawab Rita

“Rita, kebahagiaan itu kan kalian yang usahakan dan ciptakan sendiri. Ini baru tiga minggu, mungkin masih masa adaptasi. Jangan cepat ambil keputusan. Kami sebagai orang tua sangat ingin dan senang kalau kalian bahagia. Toh Kahfi tidak melakukan sesuatu tindak kekerasan. Mungkin kalian perlu jalan-jalan dulu refreshing…?” kataku

“Betul kata ibumu ini Rita. Kamu ini memang anak bandel, dari dulu keras kepala, memalukan kami semua. Kalau kamu laki-laki sudah kupukul kamu!!” bentak ayah Rita.

Kami berusaha meredakan dan membujuk Rita. Namun Rita tetap bersikeras mau pulang bersama ayah ibu dan saudara-saudaranya saat itu juga. Ibunya hanya menangis tak bisa berkata apa-apa, termasuk aku pada akhirnya kuserahkan kepada mereka. Ternyata Rita sudah menyiapkan seluruh barang-barangnya untuk dibawa pulang. Kupikir mungkin ini jalan terbaik dalam menghadapi orang keras kepala dari pada nanti berakibat lebih buruk pada kesehatan Kahfi.

“Bismillah.. baik kalau begitu pulanglah jika itu memang maumu, dan selesaikanlah hubungan kalian sesuai dengan kehendakmu.” Kataku dengan menahan perasaan

Merekapun mengangkut barang-barang ke mobil dengan sama-sama merasa tidak enak, lalu pergi dengan salam hambar tanpa senyum. Ya Allah… apapun ujian-Mu berilah kekuatan padaku supaya aku dapat bersabar menahannya, agar jiwa dan ragaku dan jiwa dan raga Kahfi tetap tegar. Semoga Engkau selalu melindungi kami. Kuhibur Kahfi.

“Gak apa-apa Kahfi, mungkin memang kalian tidak cocok, pertemuan awal yang singkat, tidak saling tahu sifat masing-masing. Mungkin ini jalan terbaik. Vitaminnya beberapa minggu ini diminum tertibkah?” tanyaku

“Tidak tertib… kadang minum kadang tidak. Ya pisah gak apa-apa sih, dia juga gak per**** lagi. Kata Kahfi menunduk

“Ooalaaah… astagfirullaah….. ayo minum vitaminnya yang tertib biar pulih, stabil. Senangkan hati, tetap semangat, no problem…” kataku

Demi menjaga kestabilan kesehatan Kahfi agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan misalnya relapse sebagai akibat dari pemicu yang luar biasa ini, di depan Kahfi aku berkata dan bersikap seolah-olah nothing happened. Akupun tersenyum mengusap punggungnya. Dalam hati aku berkata.

“Apapun yang terjadi pada dirimu, kau tetap anak kesayanganku.”

Sekilas ada rasa sedih, kesal, marah, malu.., betapa malunya diri ini, pasti tak lama lagi kejadian ini akan tersiar di kampung dan di kalangan keluarga besar. Tapi menjaga kesehatan Kahfi adalah suatu kewajibanku yang paling penting timbang menjaga pikiran dan perasaan orang banyak yang bermacam-macam dan tidak tahu pasti arahnya. Ginapun selalu setia menghibur perasaan galauku.

“Biar aja bu, gak usah mikirin apa kata orang. Ini kan di luar dugaan kita. Kita sudah berusaha maksimal, yang penting ibu sehatkan diri aja.”

Tinggalkan Balasan