Sumber gambar : Kompas.com
Pada hari Kamis, 26 Desember 2019 yang lalu telah muncul sebuah fenomena alam yang cukup jarang terjadi yaitu Gerhana Matahari Cincin. Gerhana Matahari ini terjadi karena posisi bumi, bulan, dan matahari berada pada garis lurus. Bagi sebagian orang menjadikan fenomena ini sebagai momentum untuk memburu dan mengabadikan gambar terbaik dan paling eksotik dengan mendatangi tempat-tempat tertentu yang menjadi spot ideal. Bahkan ada di antara mereka yang sudah menyiapkan peralatan yang lengkap untuk mendukungnya.
Lalu bagaimana seharusnya sikap kita dalam melihat fenomena ini? Apakah biasa-biasa saja bahkan cenderung masa bodoh?, apakah cukup dengan hanya kagum dan mengambil gambarnya untuk didokumentasikan?, atau bagaimana?.
Bagi kita sebagai manusia, dan muslim pada khususnya, Ada beberapa hal yang dapat kita ambil dan menjadi pelajaran dari peristiwa gerhana matahari ini, di antaranya:
- Sebagai bentuk atau wujud keagungan dan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta’ala yang tidak terbatas. Dalam Al Qur’an Surat Yasin (36) ayat 37-38 Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
”Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.
Allah Subhanahu wa ta’ala maha kuasa dalam menciptakan dan mengatur seluruh yang ada di alam semesta jagad raya ini, termasuk bumi, bulan, matahari, gunung-gunung, pohon-pohonan, seluruh hewan melata dan lain sebagainya. Dengan menyadari kekuasaan Allah dan kebesaran-Nya kita tidak akan merasa sombong dan ingkar terhadap setiap nikmat yang diberikanNya kepada kita. Seluruh benda-benda langit tersebut pada dasarnya tunduk dan patuh serta bersujud kepada Allah sang Pencipta. Lalu mengapa kita yang diciptakan dari setetes air yang hina ini (nutfah) begitu angkuh dan sombong enggan bersujud, taat, dan patuh kepada-Nya?
2. Meningkatkan rasa cinta kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan perintah-Nya yakni menjalankan sholat gerhana matahari.
Cinta yang didasari oleh kekaguman akan ciptaan-Nya dan kekhawatiran/ketakutan akan ditimpakan bencana secara tiba-tiba bila mengingkari segala nikmatnya. Dalam Al Qur’an Surat Al Qiyamah (75) ayat 7-12 Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya :
“Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan bulan pun telah hilang cahayanya, lalu matahari dan bulan dikumpulkan (terjadilah gerhana), pada hari itu manusia berkata, “Kemana tempat lari?” Tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu.”
3. Sebagai ujian bagi manusia, apakah mereka segera mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala seraya berlindung dari bencana atau justru mencari perlindungan dari selain-Nya.
Masih banyak orang yang mengaitkan peristiwa gerhana dengan kematian atau kelahiran seseorang, atau mengaitkannya dengan sesuatu yang akan terjadi dan melupakan Allah dengan mendatangi para normal atau yang lainnya. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani]
4. Sebagai momentum untuk memohon ampun dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala .
Kita harus sadari, bahwa sebagai manusia kita banyak salah dan khilaf. Seandainya dosa itu berbau, mungkin banyak orang yang tidak mau mendekati kita. Oleh karena itu sangat tepat kiranya jika momentum gerhana ini kita gunakan untuk banyak beristighfar seraya memohon ampunan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebagai manusia yang dikarunia akal dan pikiran, sudah seyogyanya setiap peristiwa yang terjadi dapat diambil ibroh atau pelajaran. Kita menyadari bahwa usia alam semesta ini sudah cukup tua. Bumi yang kita pijak hari ini sudah berusia milyaran tahun, sudah banyak hal yang berubah dalam arti kerusakan-kerusakan di dalamnya.
Pada saatnya nanti, bumi, bulan, matahari, dan seluruh yang ada di alam semesta ini akan binasa dan kembali kepada-Nya. Akan muncul bentuk keseimbangan baru yang bernama alam akhirat. Suatu alam yang disebut juga hari akhir, yang tiada hari setelah itu. Suatu era yang yang kekal dan abadi, ganjaran segala kebaikan maupun keburukan. Sudah siapkan kita menghadapinya?. ***
Referensi: