Dengung Lebah di Ruang Pojok
Hujan turun dengan deras tiada henti sejak waktu dzuhur sampai sore ini. Anak-anak berlarian menikmati guyuran hujan dari langit. Ada yang bermain sepak bola, plosotan atau hanya sekedar berlari-larian menikmati hujan. Anak-anak begitu riuh bahagia menikmati turunnya hujan.
Marni sudah sampai di rumah. Hari ini, jadwal Marni WFO artinya Marni berangkat ke sekolah dan mengajar anak-anak secara daring. Adanya pandemi Covid 19 ini ini menyebabkan pengurangan jadwal masuk semua guru di sekolah dan hanya dibatasi 50% guru yang hadir. Mengajar tanpa tatap muka namun tetap tatap mata. Sekali waktu, Marni mengadakan video call untuk mengetahui secara langsung keadaan anak didiknya. Itupun meminta kesepakatan wali murid. Tidak semua muridnya mengikuti. Latar belakang wali murid dengan ekonomi pas-pasan dan terbatas kuotanya.
Qia memandangi teman-temannya yang sedang berlari-lari melalui depan jendela. Rupanya Qia timbul keinginan untuk ikut berhujan-hujanan di luar. Qia kemudian berlari mencari emaknya dan meminta izin supaya diperbolehkan.
“Mak, Qia mau main hujan-hujanan di luar ya, tuh banyak teman Qia,” rajuk Qia kepada Emak. “Besok lagi ya Qia, kamu kemarin habis hujan-hujanan kan, nanti kamu sakit panas,” jawab Emak.
“Nanti Qia mainnya hanya sebentar lalu mandi pakai air hangat. Boleh ya, Mak,” pinta Qia sambil menarik-narik ujung baju Emak.
“Ya, sana. Tapi ingat sebentar saja mainnya!” pesan Emak.
“Horee.. ya Mak, terima kasih, ” jawab Qia dengan girang.
Qia pun segera menyambar jilbab birunya yang ada di kursi dan menyusul teman-temannya. Setelah selesai hujan-hujanan, Qia pun masuk ke rumah dan mandi dengan air hangat. Qia memakai baju sweater. Rupanya dia terasa kedinginan. Baju sweaternya berwarna hijau dan putih. Di bagian depan ada gambar beruang yang menghiasi sweaternya.
Azan maghrib terdengar sayup-sayup. Hujan gerimis masih turun membasahi bumi. Ijad segera bersiap diri menuju ke masjid. Ayahnya sudah terlebih dahulu pergi ke masjid. Kemudian emak memanggil Lifa dan Qia untuk segera mengambil air wudhu.
“Qia, Lifa …ayo kita sholat magrib dulu. Bermainnya nanti lagi!” perintah Emak.
“Sebentar lagi Mak, tanggung nih,” kata Lifa.
Qia melihat kakaknya belum beranjak dari kasur, akhirnya Qia pun masih memegang mainannya. Emak melihat Lifa belum beranjak dari kasur akhirnya Emak mengingatkan kembali.
“Lifa, kamu paling besar harus jadi contoh. Lihat tuh, adikmu juga jadi ikut-ikutan tidak langsung ambil air wudhu, ” nasihat Emak.
“Ya, Mak. Qia wudhu di kamar mandi dan mbak Lifa di sini ya,” kata Lifa.
“Oke Mbak,” jawab Qia menuju kamar mandi.
Sholat berjamaah Magrib sudah tertunaikan. Zikir dan doa tak lupa dipanjatkan. Qia pun menjadi hafal sejak mendapat tugas dari Bu Guru Fina supaya menghafal zikir sesuai sholat. Walaupun hanya membaca tasbih, takbir dan tahmid sebanyak 3 kali dan diakhiri doa untuk kedua orang tua disertai doa kebaikan dunia akhirat, Qia akhirnya hafal dengan sendirinya.
Sudah menjadi kesepakatan, Marni membuat jadwal setelah waktu magrib, tidak ada yang bermain HP. Waktu diisi dengan kegiatan mengaji dan murojaah. Ayah biasa membaca Al Qur’an di ruang tamu sedangkan Marni menyimak bacaan Qia belajar mengaji Iqro. Lifa dan Ijad karena sudah sampai Al Qur’an tinggal melanjutkan tilawah dan setoran kepada guru masing-masing.
Terkadang Ijad yang masih harus diingatkan. Maklum anak laki-laki, pasti terpasang game di HPnya. Kalau diingatkan bisa sampai tiga kali. Jawabannya pendek..iya Mak. Sampai akhirnya Emak menghampiri ke kamar dan ternyata HP yang dipegang bukan Al Qur’an. Marni menyadari sudah seharusnya orang tua tak kenal rasa bosan mengingatkan. Ibu berpesan, “Doakan saja yang baik-baik tidak perlu marah maupun memberi label yang tidak baik.” Saat ingat pesan itu, Marni hanya mengambil nafas panjang dan menahan diri supaya tidak marah.
Alhamdulillah di usianya yang ke 15, Lifa sudah lebih mandiri dan memiliki tanggung jawab atas tugasnya. Lifa sudah rutin membiasakan diri membaca satu juz setiap waktu selepas Magrib. Jika tidak selesai biasanya akan dibagi dua antara waktu setelah Subuh dan Magrib. Apalagi saat daring, murojaah kelompok dengan pengampunya mulai jam lima pagi. Kurang lebih 1,5 jam agenda itu berjalan melalui Zoom. Dengan jalan seperti ini, hafalan Al Qur’an akan terjaga.
Marni mencoba ingin menambah hafalan Al Qur’annya tapi apa daya, daya ingatnya tidak setia. Allah Maha Tahu niat hambaNya. Marni sudah terbiasa juga menyelesaikan membaca Al Qur’an untuk mengawali aktivitas paginya. Setelah sholat Subuh, Marni membiasakan membaca doa untuk membentengi diri dari kejahatan makhlukNya. Ada yang terasa hilang apabila belum menyelesaikan sarapan ruhiyah ini. Marni tergabung dalam komunitas sehingga lebih memacu dirinya untuk target membaca Al Quran setiap hari. Karena sudah kebiasaan akhirnya menjadi suatu kebutuhan dan kenikmatan.
Rumah adalah tempat peristirahatan. Tentunya semua orang menginginkan tempat istirahat yang menyejukkan dan menerangi hati. Sebagaimana dalam suatu hadits disebutkan bahwa “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian pekuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarahā€¯. Dari hal ini tentunya kita ingin menjadikan rumah kita berdengung layaknya suara lebah yang begitu banyak beterbangan. Setiap hari dihiasi dengan lantunan kalam Ilahi. Riuhnya suara Al Qur’an semoga menjadikan baiti jannati, rumahku surgaku.
Tantangan hari ke-11 Lomba Menulis di blog menjadi buku
Profil Penulis
Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300.