Mungkinkah Cinta (part 4)

“Lepaskan tanganku.” Sekali lagi aku berkata meminta Edwin melepas tangannya dari tanganku. Tapi masih saja Edwin tidak melepas tanganku, tetapi ketika melihat butir airmata sudah keluar dari sudut mataku, Edwin melepaskan tangannya.

“Maaf, saya hanya tidak suka orang yang tidak tepat waktu.” Aku mendengar suaranya ketika melepaskan tanganya dari tanganku.

“Aku tidak bermaksud telat, tapi jam tangannku ternyata baterinya habis.” Sehingga aku merasa aku tidak terlambat.” Aku mencoba menerangkan situasiku sambil mengusap air mataku yang sudah jatuh di sudut mataku.

“Maaf aku terlanjut kesal sama beberapa teman – teman yang tadi terlambat, aku pikir kamu juga sengaja datang terlambat seperti mereka.” Suaranya berubah intonasinya semula.

“Namamu Putrikan, anak Fekon. Kamu akan menjadi sekretarisku.” Ucapanya membuat mulutku terbuka ingin mengatakan sesuatu tapi keduluan olehnya

“Tidak ada penolakan.” Katanya datar

“Lucu saja, orangya belum hadir tapi sudah di pilih.” Aku berusaha mengelak

“Akut tidak ada yang kompeten menjadi sekretarisku.” Ucapan Edwin membuatku bingung

“Memang kamu tahu dari mana aku bisa menjadi sekretaris yang kompeten?” sambil berkata itu aku melihat matanya lagi memandangku, secepat kilat aku mengalihkan pandangan mataku ke arah lain. Hatiku berpacu bagaikan dikejar penjambret, ih aku jadi ketawa sendiri mana aku tahu rasanya dikejar jambret sementara aku belum pernha di kejar jambret.

“Aku tahu semuanya tentang kamu.” Sekali lagi ucapanya membuatku kembali memandang wajahnya dan mata itu masih menantapku.

“Memangnya kamu mencari tahu tentangku untuk apa?” betapa bodohnya pertanyaanku ini, aku jadi malu dan langsung membuat jauh pandanganku dari matanya yang masih menatapku.

Bukannya menjawab pertanyaanku, malah langkah besarnya meninggalkan aku sambil berkata

“Besok jangan terlambat lagi, banyak yang harus kita kerjakan.” Aku hanya bisa melongo mendengar perkataannya.

***

Aku sudah merebahkan badanku di kasur, baru saja aku selesai membantu Ibu di dapur. Kamarku yang hanya berukuran 3 x 4 m, hanya ada satu kasur bujang dan satu meja yang biasanya aku gunakan untuk belajar. Alhamdulillah aku bisa membeli laptop bekas yang kini ada di atas meja ini. Lemari kayu satu pintu untuk meletakkan bajuku yang tidak banyak, tapi aku bersyukur, Aku dan Ibu masih punya tempat untuk berteduh setelah kepergian Ayah 2 tahun yang lalu.

Setelah Ayahku meninggal, Abangku satu – satunya memutuskan untuk bekerja di luar negeri sebagai TKI di jepang. Hanya 1 tahun Abangku mengirim uang tapi setelah tahun kedua di sana Abangku tidak lagi mengirim uang.  Untung saja, sebagai pensiunan pegawai walaupun dengan golongan II.d Ibu masih mendapatkan uang untuk kelangsungan hidup kami, walaupun kuliah aku sudah bisa menghidupi keperluanku sendiri, seperti biaya kuliah aku dapatkan dari memberikan bimbel dengan pendapatan perbulannnya bisa membiaya kuliahku. Karena itu aku sangat berharap dapat cepat lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Masa remajaku tidak untuk mengenal cinta, cinta selalu aku gantungan setinggi langit. Walaupun aku tertarik pada seseorang aku hanya menyimpannya dalam hati. Lagian siapa yang mau berpacaran dengan aku yang anak orang susah. Hidupku sudah biasa dengan kerja keras sehingga tidak ada waktu untuk pacaran.

Tapi malam ini, kenapa aku selalu teringat dengan sosok yang sudah 4 tahun ini sebagai pelengkap masa muda bahwa aku pernah menyukai seseorang.

Semua yang percakapan kami tadi pagi bagaikan flashback sehingga aku merasakan kehadiran Edwin di kamarku saat ini, hatiku gundah aku tidak bisa memejamkan mataku. Aku harus tidur, aku tidak mau terlambat lagi untuk pertemuan besok dengannya. Dengan susah payah aku mencoba untuk tidur, dan akhirnya aku tertidur.(bersambung)

***

Tinggalkan Balasan