Jika ada yang bertanya kenapa masih bertahan, mungkin sampai saat ini Aku tidak bisa menjawabnya.
Mungkin semua yang pernah mengalami hal sama dengankupun tidak akan bisa menjawab.
Kerutaan di dahiku bertambah satu, terus mengulang menghitung tapi tetap saja hasilnya sama apakah masih harus menghutang lagi untuk hari ini, batinku lelah.
Sarapan tadi pagi hanya secangkir teh manis buah, bukan karena aku takut diabetes tapi lebih kepada menghemat gula yang harus cukup sampai kehujung bulan.
Kepalaku mulai panas, tapi aku berusaha menenangkan pikiranku selama ini kami masih bisa melewatinya dan aku yakin bulan inipun kami bisa melewatinya.
Aku melewati satu moment penting, minggu kedua aku dengan terpaksa meronggoh dompet untuk mengirim sejumlah dana kepada orangtua yang tidak pernah meminta sehingga aku tidak tega mengatakan jika kami juga kekurangan.
Lembur bukan jawaban dari semua kesulitan dana yang sedang kami hadapi, setiap hari Aku maupun suamiku sudah lembur sehigga kami jarang ketemu.
Menyapa dalam tidur mungkin iya, jika tidak aku yang pulang dulu dan tertidur mungkin suamiku.
Hanya dekapan dalam tidur yang mungkin bisa kami lakukan, protes anakku sudah sering kami dengar karena tidak punya waktu untuk dirinya.
***
Semakin ke hujung bulan, kepalaku semakin tak menentu belum lagi mual yang sejak malam tadi datang menyerang.
“Ma, Andi punya adek bayi. Lucu bisa diajak main. Kapan Ina punya adik?” Deg jantungku berdenyut keras, bulan ini aku belum datang bulan.
Telat ternyata bukan hanya gaji yang telat keluarnya, ternyata tamu bulananku belum kunjung datang.
Bergegas aku menuju kalender yang tergantung di ruang makan yang merangkap ruang tengah, sudah lebih sebulan tamuku tidak datang.
Rasa pusing yang tadi hanya sedikit tiba – tiba menjadi banyak, cepat aku mendudukan diri pada kursi makan sebelum aku terjatuh mendarat sempurna di lantai rumah.
Ya Allah jangan sampai menambah lagi masalah di rumah tanggaku, terus merapal doa semoga tamu setiap bulanku hanya terlambat karena aku terlalu stress memikirkan keuangan rumah yang menguras pikiran.
“Assalamualaikum.” Gema suara dari depan rumah
“Walaikum salam.” Bergegas aku menuju ruang depan rumahku
Menekan panel pintu depan, tetanggaku yang selalu memberikan rezeki dari jasa aku mencuci dan menyetrika baju berdiri dengan senyum.
“”Ila, maaf menganggu pagi – pagi. Ini gajimu, maaf terlambat.
Bulan depan saya akan menaikkan jumlahnya maklum sudah dua bulan ini bertambah banyak baju yang harus dicuci dan disetrika.
Setelah menyerahkan amplop coklat berisi uang, tetanggaku berlalu. Menutup pintu, aku menuju sofa berbentuk L yang menghiasi ruang tamu yang terlihat kusam karena di makan waktu.
Sambil menghela napas lega aku membuka amplop gajiku yang tertunda, Ya Allah sungguh besar karuniamu, sejumlah uang yang diluar dugaanku ini belum juga dua bulan tapi gajiku dibayar penuh serta lebih.
Menetes airmataku mengucap syukur, membisikkan pada hatiku pasti suamiku akan senang dengan ini semua.
***
Menunggu malam rasanya aku tidak sabar, sudah memasak lauk serta sayur yang tidak biasanya untuk memberikan kejutan kepada suamiku.
Anakku yang dari tadi terus mengoceh karena terpenuhi hasratnya untuk menikmati es cream terus bergema di ruang tengah sambil menonton upin ipin kegemarannya.
“Assalamualaikum.” Suara yang aku tunggu sedari tadi.
“Walaikumsallam.” Jawabku cepat.
Seperti berlari aku menyongsong pintu depan, menekan panel pintu meraih tangan suami dan langsung menciumnya.
“Suhaila istriku senang melihat wajah ceriamu.” Ucap suamiku dengan wajah lelahnya
“Jam segini Abang sudah pulang, tentu Ila senang.” Ucapku sambil memberikan senyum terbaikku.
“Alhamdulillah ada berita baik untuk Kita, Abang naik jabatan jadi tidak perlu lembur tapi pendapatan meningkat.”
“Alhamdulillah, Ila juga ada berita baik untuk Abang. Ila juga dinaikkan upah cuci dan setrikanya sama Bu Asnah.” Ucapku gembira.
“Ya Allah begitu besar nikmat Allah kepada keluarga kita.” Berbinar mata suamiku ketika menyebut Allah.
“Satu lagi berita baik untuk Abang, Ina akan dapat adik.” Ucapku sambil menunggu ekspresi apa yang akan diperlihatkan Bang Anwar.
“Ya Allah ternyata tidak hanya rezeki uang ternyata rezeki anak juga kita dipercayakan.” Menetes air bening di sudut mataku mendengar ucapan suamiku yang netranya juga berkaca – kaca.
“Jangan takut pasti ada rezeki lebih untuk kita, jangan cemas kita pasti bisa melewati semuanya tak ada cobaan yang melebihi kekuatan kita.” Akhirnya tangisku pecah.***