Beberapa hari ini terasa matahari di atas ubun – ubun, rasanya lebih baik mendekam di dalam kamar saja libur ini, aku melepas jilbab dikepala yang membuat kepalaku menjadi gatal.
Aku mengaruk kepala, rasa geram datang menyerang padahal aku baru saja keramas jangan bilang shampoo ketombe yang aku pakai tidak sesuai dengan iklannya, batinku mengeram.
Dari tadi aku membalak balik badan yang tidak penat tapi aku malas untuk sekadar duduk membaca chat yang sudah berjibun lebih baik aku rebahan menghilangkan penat yang datang menyerang.
Ketukan dipintu terdengar, siapa yang datang pada hari libur begini batinku kesal sampai membangunkan badan dan berjalan menuju pintu kamar.
Dengan malas aku menekan panel pintu, untuk keningku tidak terkena tangan kekar yang mengetuk pintuku sedari tadi, mataku menatap manik hitam pekat yang menatapku tajam rahang yang mengeras menguatkan dugaanku pasti sosok di depanku lagi kesal berat.
Merasa tidak bersalah aku hanya menatapnya tanpa mengatakan apa – apa, akhirnya kami saling pandang selama beberapa menit.
“Sudah jam berapan ini, katanya tidak mau terlambat sampai di tempat pesta?” Suara kesal dari sosok di depanku akhirnya terdengar.
Aku menepuk jidatku seketika, benar – benar lupa hari ini ada undangan pesta pernikahan anak Mak Long.
Tapi kenapa sosok yang di depanku ini marah, tidak ada janji yang kami akan berangkat bersama kenapa juga dirinya harus marah.
“Sudah cek hp mu.” Ucapnya lagi sarkas
Aku mengelengkan kepala menjawab pertanyaannya, dengusan kesal terdengar lagi dari mulutnya membuatku tambah mengerutkan keningku.
“Punya Hp itu jika ada notifikasi dilihat bukan dibiarkan. Bagaimana jika ada berita penting.” Lagi – lagi aku mendengar suara kesal keluar dari mulutnya.
Malas mendengar ucapanya aku melangkah menuju meja rias tempat hp ku nangkring, meraihnya cepat dan melihat isi chat yang membuat sosok sedari tadi kesal entah karena apa.
Pantas saja sosok di depan pintu kamarku naik radang, ternyata dirinya diminta oleh orang tuaku untuk mengantarkan aku ke rumah Mak long karena Abah dan Mak ingin datang lebih awal sementara aku belum pulang dari mengajar.
Sepulang sekolah tadi aku benar – benar lupa dengan pesan Mak untuk langsung datang ke rumah Mak long, karena sudah terlanjur merasa panas serta kepalaku gatal aku lebih memilih untuk menyejukkan diri dengan memasang kencang kipas angin tentunya.
Rusdy Saputra, Sepupuku yang tinggal tiga rumah dari rumahku sudah seperti bodyguardku saja karena aku satu – satunya sepupunya yang perempuan sebenarnya aku sudah jengah jika di kawal olehnya. Mereka yang melihat kami selalu mengatakan kami adalah pasangan yang sangat sepadan.
Badan tinggi dengan kulit sawo kecoklatan khas orang melayu dengan mata ikan keli tajam jika menatap tapi karena sudah dari kecil mengenalnya aku tidak merasa dirinya istimewa.
“Sebentar Intan ganti baju dulu.” Akhirnya aku menutup pintu dan langkah menjauh dari di depan kamarku berlalu.
Sempurna aku melihat penampilanku di depan cermin, baju yang diberikan Mak long karena semua keluarga besar mendapatkan baju seragam untuk pernikahan anaknya.
Pintu ruang tamu terbuka lebar, sosok Bang Rusdy sedang menungguku di depan rumah, selalu seperti itu tidak pernah Bang Rusdy duduk di dalam rumah jika hanya kami berdua di rumah pengecualian tadi karena dengan terpaksa dirinya mengetuk pintu kamarku dengan rasa kesal yang menggunung.
Mendengar dehemanku, Bang Rusdy menoleh sepintas kemudian berjalan menuju mobil jazz merah menyalanya.
Aku membuka pintu mobil di sebelah supir, setelah aku duduk dengan nyaman tanpa mengeluarkan suara Bang Rusdy menjalankan mobilnya menuju rumah Mak Long.(Bersambung)
***