Celoteh Nyakbaye, Cerpen “Kapan Lelah Akan Pergi (Part 2)”

Cerpen, Fiksiana, KMAB208 Dilihat

Alhamdulillah, setelah lulus kuliah aku bekerja. Aku tidak bisa berdiam diri melihat ayahku bekerja seorang diri. Apalagi setelah kecelakan yang dialami ayah. Ayah tidak lagi bisa bekerja seperti sebelumnya, bagaimana dengan sekolah adik – adikku jika aku tidak bekerja. Tapi ayah tidak pernah berubah, selalu saja yang menjadi prioritasnya adalah kedua adiknya. Setiap paman dan bibi ada masalah keuangan ayah selalu berusaha membantu. Kadang – kadang uang sekolah maupun uang kuliah adik – adikku pun dikorbankan ayah, ini yang sebenarnya membuatku selalu bertengkar dengan ayah.

 

Aku tidak habis pikir, pamanku sekarang sudah mempunyai keluarga dan anak – anaknya juga sudah bekerja, apakah mereka tidak bisa untuk membantu paman dalam keuangan. Kenapa paman selalu saja meminta kepada ayah, dan ayah apakah tidak merasa sekarang sudah tidak punya pendapatan lagi. Untuk keperluaan ayah dan ibu, kami, aku dan adik – adikku yang selalu mengirimnya setiap bulannya.

 

“ Bisa kamu meminjamkan uang untuk operasi pamanmu, Aisysah”, suara ibu terdengar dari seberang telopon sana.

“ Bisa kamu meminjamkan uang untuk operasi pamanmu, Aisyah”, suara ibu terdengan dari seberang sana.

“ Aisyah tidak punya uang sebanyak itu, ibu.” Jawabku.

“ Pamankan bisa meminta tolong kepada anaknya dan bibi”, lanjutku.

“ Mereka sudah dihubungi tapi mereka tidak punya uangnya, Aisyah. Ibu menjelaskan.

“ Ibu, masak seorang anak tidak bisa memberikan dana untuk operasi ayahnya.”

“ Paman juga punya saudara lain, selain ayah. Kenapa hanya ayah yang selalu menolong paman.” Dengan nada kesal aku menjawab ibu.

“ Bilang saja sama ayah, sekarang Aisyah tidak punya dana untuk membantu paman, dan ingatkan ayah untuk mencari pinjaman, ibu. Ujung – ujung Aisyah juga yang akan melunasi pinjaman ayah.” Aku memohon kepada ibu.

“ Sudah dulu ya bu, Aisyah masih banyak pekerjaan yang masih harus diselesaikan. Aku menutup teleponku setelah mendengar ibu menjawab salamku.

Aku menelepon ibu kembali, setelah beberapa saat aku menutup telepon.

“ Assalamualaikum, Bu. Jangan memberikan uang kiriman bulan Aisyah ataupun adik – adik kepada ayah. Jika ayah bertanya bilang saja Aisyah dan adik – adik belum mengirim uang bulan.

Aku baru dua hari yang lalu mengirim uang bulanan untuk ayah dan ibu, setiap bulan aku dan adik – adik selalu mengirimkan uang kepada ibu.

Kami tidak pernah mengirim kepada ayah, kalau uangnya dikirim kepada ayah, ayah memberikan kepada paman jika paman memerlukannya.

Ayah selalu mengandalkanku jika paman ingin meminta uang, itu yang selalu membuatku jengkel.

Tapi aku sudah bertekad untuk tidak memberikan uang jika ayah meminta uang untuk kebutuhan paman. (Bersambung)

Tinggalkan Balasan