Ternyata Sudah Tua.(part 2)

Cerpen, Fiksiana, KMAB321 Dilihat

Aku sudah siap dengan kopor di tangan, pukul baru menunjukkan angka 7 pagi. aku mengeret koporku menuju keluar kamar. Ketika pintu kamar terbuka aku melihat Bang Iwan berdiri didepannya.

“Mau pergi? Bagus, Abang juga harus keluar kota lagi, ada masalah di kantor cabang.” Ucapan tidak berperasaan dilontarkan Bang Iwan sambil terus masuk ke kamar kami, tanpa memberikan aku kecupan seperti biasanya.

“Aku pulang kerumah Ayah, surat dari KUA akan menyusul untuk Abang tanda tangani.” Ucapku sambil berlalu keluar kamar kami.

Aku terus melangkah walaupun aku mendengarkan suara Bang Iwan memanggilku dan mengamuk mendengar ucapanku, bukan aku berhenti malah aku mempercepat langkahku.

Terasa sakit di tanganku, ketika dengan kasar Bang Iwan menarik tanganku dengan paksa

“Apa – apaan kau Ais? bukanya senang suami cari duit, malah minta cerai sejak kapan kau belajar tidak hormat kepada suami.” Bentakan yang tidak pernah sekalipun selama 25 tahun kami menikah keluar dari mulut Bang Iwan.

“Sejak ada wanita lain yang menganggakat gawai abang sebulan yang lalu, aku tidak perlu hormat kepada Abang.” Suaraku lebih keras dan tinggi dari suara Bang Iwan.

“Suara wanita?” ada keterkejutan di wajah Bang Iwan tak lama aku melihat raut wajah yang marah menjadi lembut dan menarik tanganku merengkuhku dalam peluknya.

“Itu perawat yang merawatku, Abang sempat masuk rumah sakit disana karena terlalu lelah. Ada masalah di kantor cabang, dan juga karena sakit abang tidak sempat menelepon Ais, sewaktu pulang kerumah tadi malam Ais sudah tidur dengan kamar terkunci sewaktu Abang mau mengambil kunci serap yang tertinggal di mobil abang mendapat telepon untuk secepatnya ke kantor lagi. dan sekarang abang harus keluar kota lagi.

“Begini saja, kebetulan Ais sudah siap dengan koper Ais ikut abang saja. setelah masalah kantor selesai kita akan langsung berbulan madu kedua. Selamat Ulang tahun perkahwinan ke 25.” Sambil mengecup dahiku, Bang Iwan mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya dan menyelipkannya dijari manisku.

Cincin berlian itu sekarang bertenger dengan cantik di jari manisku.

“Maafkan Ais Bang.” Tangisku menyesal karena sudah berfikir yang tidak – tidak terhadap suamiku.

“Sudah jangan menangis lagi, tidak ada rumah tangga yang tidak dilanda masalah. Abang yang salah terlalu memfokuskan kerja sehingga lupa ada istri yang cantik dan perajuk di rumah.” Ucapan lembutnya di teligaku membuat aku malu dan terharu ternyata aku belum tua dimatanya***.

 

Tinggalkan Balasan