Berlari sekuat hati setelah iwan memberhentikan motornya di depan pukesmas, ku biarkan Iwan mengumpat padaku karena motor Iwan sampai oleng karena aku berebut turun sebelum Iwan memakirkan motornya dengan sempurna.
“Bagaimana keadaan Abah Kak, “ ucapku ketika melihat Kak Mila perawat yang bertugas menjadi jaga di depan ruang ICU, tetangga sebelah rumahku.
“Tunggulah sebentar dokter masih memeriksa Abahmu.” Ucapnya sambil tersenyum tipis kepadaku.
Mengatur napas yang tersengal – sengal, duduk di kursi di depan ruang ICU, Ya Allah semoga semuanya baik – baik saja.
Ruang ICU, belum lega rasa hatiku sedari tadi aku mengira ruang UGD yang menjadi tempat Abah di rawat bukan ICU.
Tersentak, ICU napasku menjadi berpacu keras ya Allah jangan, jangan sampai Abah .
Belum juga pikiranku berlanjut, pintu ruang ICU terbuka.
Seorang berjas putih keluar dari pintu ICU, memandangku
“Keluarga Pak Adnan” ucapnya sambil memandangku intens
“Saya anaknya Dokter.” Ucapku takut.
“Maaf kami sudah berusaha tapi takdir tak bisa di tolak, Bapak anda sudah kembali pada sang pencipta.” Bagaikan tersambar petir aku mendengar ucapan dokter.
Pelupuk mataku penuh dengan air yang siap menumpahkan bahnya, terus aku mengucap istifar untuk menenangkan hati yang kalut.
Terbanyang dipelukup mataku bagaimana Emak menerima kabar ini, pasti runtuh dunia Emak.
Beberapa tetangga yang mengantar Abah ke rumah sakit sedaya upaya membantuku yang membeku seperti batu.
“Iwan gonceng Ais pulang kerumah dulu, biar jenazah kami yang mengurusnya.” Masih aku dengar suara bebarapa tetanggaku dalam sesak yang menghantam dadaku.
***
(Bersambung)