Reuni (part 1).

Cerpen, Fiksiana0 Dilihat

Usiaku tidak muda lagi, sudah kepala tiga tapi setia dengan kejomlowatianku. Haha kata setia sepertinya tidak cocok lebih tepatnya aku tidak ada peminatnya. Waktu berjalan aku selalu berkata dalam hati, yang di atas belum mengirim seseorang yang tepat untuku, belum waktunya.

Baru beberapa menit yang lalu, aku mendapatkan chat dari salah satu teman di sekolah lanjutan atas akan ada reuni akbar alias reuni besar – besaran, melayang ingatanku pada masa – masa SMA yang bertaburan cerita dari yang duka sampai suka yang diselingi bumbu cinta monyet antar siswa baik beda kelas bahkan satu kelas.

Flashback

Tatapanku selalu mengarah kepadanya, dia bukan seorang yang menjadi idola penampilanya hanya biasa saja, sama seperti diriku. Kami bukan termasuk siswa yang menjadi pusat perhatian, tapi aku suka mengamatinya, diam – diam ada percikan api cinta yang membuat aku sebagai pengemar rahasia yang selalu melamunkan masa indah percintaan remaja.

Tahun kedua kami satu kelas, duduk di kelas terakhir membuat teman dekatku Mira merasa curiga ketika tanpa sengaja membaca buku harianku yang entah apa bisa berada di tangan Mira.

“Al, jika suka bicara saja daripada memendam rasa seperti merugikan.” Ucap Mira kala itu

“Aku mohon Mira jangan mengatakan apa – apa, biarkan ini menjadi rahasia hatiku dan hanya kamu yang tahu.” Ucapku bersungguh – sungguh sambil meletakan kedua tanganku di dada memohon kepadanya.

“Al, tidak zamannya lagi memendam rasa. Apalagi Aldi tipe pendiam. Dekati saja dia, berikan sinyal ketertarikanmu padanya.” Sekali lagi Mira mengingatkanku.

Aku membenarkan ucapan Mira, Aldi terlalu pendiam, karena itu aku menyukainya daripada teman lelak,i ya tahu sendirilah anak kelas tingkat terakhir sebelum kuliah selalu menjual gombal kemana – mana, berbeda dengan Aldi. Hatiku selalu berharap jika kami jadian, aku ingin membuat liontin yang symbol 2A, Aldi dan Alya, gandengan nama kami.

Waktu berlalu terlalu cepat, tanpa terasa kami sudah ujian akhir dan menunggu saat – saat pengumuman kelulusan, aku masih menjadi pengemar rahasia Aldi.

“Al, semoga kita berjumpa lagi. Sayang kita tidak punya cerita indah di sekolah.” Ucapan Aldi di hari perpisahan sekolah membuatku tercengang.

“Semoga kita dipertemukan kembali dengan cerita yang berbeda.” Ucap Aldi lagi, sambil memberi sepucuk surat serta setangkai mawar merah.

***

Reuni tinggal seminggu lagi, sudah beberapa kali Mira mengirimkan chat menanyakan apakah aku akan hadir atau tidak. Ada rindu membuncah dalam dada, tapi tidak mungkin Aldi masih sendir sudah lebih 10 tahun kami meninggalkan masa remaja, lelaki jika sudah mapan masih akan mencari pendamping. Apalagi berita terakhir yang aku dengar Aldi baru saja dilantik menjadi kepala dinas pariwisata di daerahku. Jika saja Aldi ASn di dinas pendidikan pasti kami akan bertemu tapi itulah takdir, setelah sepuluh tahu berpisah kami akan bertemu di acara reuni. Aku melihat bunga mawar merah yang layu kering di buku harianku.

Ting satu notifikasi masuk, tertera whatsapp grup Alumni angkatanku ada sebanyak 30 nama ada di sana, mereka teman – temanku satu kelas, senyum tersungging di bibirku ketika melihat satu nama, netraku langsung menatap erat foto profil. Gagah, tidak seperti waktu sekolahku kurus. Senyum yang selalu membuat hatiku berdebar kencang bagaikan baru habis marathon saja.

Sedang asyik melihat foto profil Aldi, satu pesan chat dari Mira

“Al, jadikan hadir. Kita pergi sama – sama, mau dijemput atau ketemu di arena saja.” aku memandang chat Mira dengan perasaan gundah.

Sabtu ini acara gerak jalan santainya, malamnya baru acara puncak. Sementara aku yang notabene seorang guru di hari sabtu bercengkrama bersama siswaku dalam ekskul ekonomi yang aku bina.

“Sepertinya aku hadir malam saja, masih ada tugas di sekolah.” balas chatku kepada Mira

“Ok, malam kita ketemu.”

***

Entah apa aku sampai lupa, sabtu tanggal merah. Hatiku bersorak gembira aku bisa mengikuti gerak jalan santai, sejak malam aku tidak bisa tidur mengenang masa sekolah dulu. Beberapa kali aku membaca surat terakhir dari Aldi sebelum kami meninggalkan sekolah dulu.

“Assalamualaikum, waktu cepat berlalu, Aldi ternyata tidak punya keberanian untuk mengungkapkan rasa suka kepada Alya waktu dua tahun akhirnya kita habiskan dalam cerita sebagai pengagum rahasia, seminggu yang lalu Aldi baru tahu dari Mira, tapi mungkin kita hanya bisa menjadi pengaggum saja, setelah ini kita akan berpisah entah kapan akan bertemu. Salam sayang teruntuk Alya yang selama dua tahun ini mengisi hati Aldi.” Akhirnya surat Aldi menjadi pengantar tidurku yang gelisah.(bersambung)

***

Tinggalkan Balasan