Reuni (part 2)

Cerpen, Fiksiana, KMAB0 Dilihat

Tidak perlu jam beker, selalunya aku akan susah bangun jika tidur kemalaman, tapi pagi ini belum juga azan subuh berkumandang aku sudah membuka netraku. Entah semangat dari mana membuat tubuhku menjadi segar, menyegerakan sholat subuh setelah mendengar azan berkumandang. Menyempatkan diri memakai lulur dan masker, hidup sendiri membuatku tidak terlalu memikirkan harus membuat sarapan, sejak 3 tahun yang lalu setelah kepergian Ayah dan kemudian Ibu aku tinggal sendiri ketika semua saudaraku sudah menikah.

Jam enam lewat lima belas aku sudah duduk cantik di depan stir mobil avanda peninggalan Ayah yang seorang pensiunan departeman keungan di daerahku, Bea dan Cukai. Mengarahkan mobil ke arah costal area, tempat yang menjadi arena gerak jalan, sudah beberapa orang pengguna jalan adalah alumni yang menuju tempat yang sama denganku. Tidak butuh lama aku sudah berada di kuruman alumi yang memadati arena, aku melebarkan pandangan mencari Mira.

Bug aku menabrak seseorang kerana ingin cepat menuju kearah Mira, legan kokohnya memegang bahuku yang sedikit oleng  karena tabrakan kami, netra kami bertatapan.

“Alya”

“Aldi” bersamaan kami berucap

“Maaf tidak sengaja.” Ucapku sambil berdiri kokoh setelah tadi hampir saja aku terjatuh jika Aldi tidak memegangku.

“Itu kursi angkatan kita, sama – sama kesana yuk” Netraku mengikuti jari Aldi.

Semua teman sekolah melihat ke datangan kami, aku merasa risih dengan pandangan mereka. Maklum namanya kepala dinas pasti semua mengenalnya, aku mengambil kursi di sebelah Mira, sementara Aldi duduk bersama teman cowok yang kebetulan berada di belakang kursi aku dan Mira.

“Katanya tidak bisa hadir, ternyata datang sama Kepala Dinas.” Bisik Mira di telingaku

“Lupa tanggal merah, kebetulan ketemu saja.” ucapku juga berbisik

“Kebetulan kok bisa baju olah raganya sama warna.” Usik Mira lagi

“Namanya juga kebetulan, banyak juga yang pakai warna ini, bukan hanya Aku dan Aldi saja.” jawabku kesal padahal aku tahu Mira hanya bercanda.

Hanya bisa yang sering berkomunikasi denganku sejak kami tidak satu sekolah, teman – teman selalu menganggap profesi guru, entahlah aku sulit untuk menjabarkannya apalagi alumni kelasku banyak yang menjadi pejabat dan pengusaha sukses. Karena itu aku tidak pernah mau jika di ajak kumpul.

Pengalaman pahit, ketika aku mengajarkan siswaku untuk membuat acara bazaar untuk memperkenalkan sekolah kami dengan dudi (dunia usaha), aku mengajarkan mereka sesuai dengan materi yang aku ampun Ekonomi.

Tapi harapanku hancur ketika mereka temanku, jangankan memberikan sumbangan malah mereka kesannya menyepelekan dunia pendidikan yang memberikan ilmu kepada mereka, dengan susah payah aku memotivasi siswaku akhirnya acara kami terlaksana tapi untung saja mereka sudah aku bekali dengan sikap tegar. Akhirnya kami malah mendapatkan dukungan positif dari orang tua siswa serta pedangan serta guru – guru lainnya.(bersambung)

***

Ivoria acara tidak membuatku merasa gembira, dari tadi teman satu angkatan hanya berbicara bagaimana suksesnya mereka dengan kerjaya masing – masing, aku hanya menatap punggung Aldi yang masih sama seperti sekolah selalu tersenyum dan diam disetiap kesempatan. Sesekali aku mendengar tawanya yang sungguh merdu di telingaku.

Bupati berhalangan hadir, suara MC menyebutkan nama Aldi sebagai wakil bupati yang akan membuka acara lari pagi. semua bertepuk tangan. Aku hanya menatap nanar ke arah Aldi, bukankan aku bagai punguk merindukan bulan yang jauh mengawang.

Setelah peluit panjang, gerombolan pejalan santai mulai memadati costal area, aku masih berdampingan dengan Mira, kami mengenang masa sekolah dulu, sesekali terdengar tawaku dan Mira yang membuat teman – teman seangktan lain kelas memandang kami. Setelah setengah jalan, makin berkurang kepadatannya karena sudah pada lelah dan ada juga yang sudah mampir di warung makan yang memang tersedia di costal area.

“Lanjut apa sudahan.” Ucapku kepada Mira yang terlihat sudah kelelahan.

“Lanjut saja, sudah lama aku tidak berolah raga, lihat saja badanku sudah mengembang tidak seperti dirimu Alya.” Ucap Mira di sela – sela napasnya

“Kan bisa bawa suamimu untuk berolah raga setiap minggu Mir. Hitung – hitung menambah kemesraan.” Ucapku singkat sambil mengecilkan langkahku melihat Mira yang keteteran menjajari langkahku.

“Kan tahu suamiku pelaut, jarang di darat, mana bisa aku ajak jogging tiap minggu.” Ucap mira ongos – ongosan.

“Kalau gitu bareng aku saja, tiap minggu kita jogging.” Tawarku kepada Mira

“Boleh ikut?” Aku dan Mira memandang ke arah suara, ternyata Aldi sudah berada tepat di belakan kami.

“Boleh ikut joggingnya.” Sekarang Aldi sudah tepat di sampingku melangkah berjalan santai. Aku memandang sekitar tidak ramai kami, aku, Mira, Aldi jauh dari kumpulan teman – teman yang tadi semangat mengikuti jalan santai reuni ini.

“Tidak ada yang marah, Pak.” Ucap Mira kepada Aldi

“Alya ada yang marah tidak jika joggingnya dengan kita.” Sekarang suara Aldi yang terdengar

“Tidak tanya sama aku, Aldi.” Canda Mira

“Suamimukan, sahabatku pasti tidak keberatakan, malah dia yang memintaku untuk menjaga kamu pas acara reunion ini takut CLBK.’ Prontal Aldi, membuat aku mentertawakan Mira

“Ada yang marah tidak Al.” sekarang Aldi bicara kepadaku.

“Mungkin keponakanku yang keberatan, setiap minggu kami jogging bersama.” Jawabku asal.

“Sudah punya anak berapa Pak Aldi.” Tanyaku dengan hati berdebar, untung saja aku bisa mengatur suaraku

“Punya sepasang.” Jawabnya tegas

“Berarti Pak Aldinya yang harus minta izin jogging bersama kita Mira, takut ada yang marah.” Suara datarku ketika mengucapkannya, ada rasa kecewa di sana.

“Anak – anakku tidak bakalan marah, apalagi mereka ikut dan pasti senang ada Bu Guru cantik yang menemani mereka.” Ujar Aldi berani

Netra kami bertatapan, aku membuang muka dan tanpa sengaja pandanganku malah bertabrakan dengan netra Mira yang lagi tersenyum geli melihat interaksi antara aku dan Aldi.

“Aku bagai obat nyamuk saja, dicuekin.” Canda Mira

Sontak wajahku dan Aldi menjadi merah menahan malu.

“Aku sudah bercerai dengan istriku dua tahun yang lalu, sekarang mantanku sudah menikah lagi. hanya anak – anak yang menjadi pendampingku sekarang.” Jelas Aldi membuat hatiku berdebar tidak karuan.

“Boleh besok kita jogging bersama.” Ucap Mira semangat

“Tidak capek, hari ini sudah jalan, besok mau jogging.” Ucapku untuk mengalihkan pembicaraan kami. Aku belum sanggup untuk bertemu setiap hari dengan Aldi walaupun sekarng dia duren.

“Kenapa Ibu guru, tidak sudi berkenalan dengan calon anak.” ucapan Aldi membuatku terdiam.

“Deal besok kita ketemu di sini pukul enam setengah, atau Bu Guru mau di jemput. Masih tinggal di rumah lamakan?” sudut netraku memandang Aldi tidak percaya dengan yang di katanya.

Mira menyengol lenganku, aku hanya terdiam. Langkah kami semakin keujung dan akhirnya kami harus memutar arah sesuai dengan kesepakatan kembali lagi ketempat awal kami memulai jalan santai, panggung Sri Kemuning. Sepanjang jalan hanya Aldi dan Mira yang mendominasi pembicaraan aku hanya sekali – kali menyela jika di tanya Aldi atau Mira.(Bersambung)

***

Tinggalkan Balasan