Kenaikkan Kelas yang Mendebarkan

Terbaru35 Dilihat

Kenaikkan Kelas yang Mendebarkan

Suharto
Guru Pembelajar
MTsN 5 Jakarta

Setiap Minggu sekali putraku yang sedang mondok menghubungi uminya. Di sela-sela waktu dia manfaatkan untuk menghubungi uminya. Sekedar untuk ngobrol saja dan yang tidak pernah ketinggalan di akhir bicaranya selalu menyelipkan kata”Umi doakan ya, agar bisa menjalankan amanah sebagai mudabbir dan bisa naik kelas.” Uminya pun selalu memberikan motivasi yang tak henti-hentinya.

Setiap anak-anak berbeda-beda karakternya, beliau sejak kecil terbiasa mandiri dalam segala hal, kecuali kalau sudah berusaha tidak bisa baru minta bantuan. Maka ketika di sekolahkan ke pondok pesantren, sebagai orang tua yakin dia pasti betah dan cepat menyesuaikan diri. Apalagi di pondok itu ada kegiatan olahraga futsal dan marawis, pasti betah dia.

Kedua kegiatan ini yang membuat namanya dikenal di kalangan santri. Hampir setiap pentas seni dia selalu tampil sebagai pemain Darbuka mengiringi acara. Alunanan kotekan Darbuka yang dia mainkan menambah pentas seni itu hidup. Padahal dalam dirinya tidak ada titisan seni dari keluarga.

Suatu hari ketika saya sedang rebahan ada suara handphone mendering, saya sudah bisa tebak pasti anakku. Betul saja setelah diangkat oleh uminya terdengar suara dia. Namun kali ini aneh. Yang pertama ditanyakan kondisiku baru uminya. Dalam hatiku berkata “tumben.” Biasanya mah, asyik ngobrol dengan uminya saja jarang nanyain abinya. Hehehe…

Biasa minta dikirimi lauk pauk, ikan teri dicampur kacang tanah, cumi asin, rendang daging sapi, dan makanan ringan lainnya. Dia tidak pelit dibagi semua teman-temannya begitu juga jika teman-temannya dapat kiriman. Waktu sebelum covid adik ipar suka nengokin dia di pondok. Sebelum sampai di pondok adik ipar sudah siapkan nasi berbungkus-bungkus untuk berbagi kepada temannya. Dia nyamperin adik ipar dengan membawa teman-temannya terutama yang berasal dari Papua Karena tidak dikunjungi orang tua. Lalu mereka makan bersama apa yang di bawa adik ipar. Begitu juga jika teman-temannya dikunjungi orang tua dia pun diajak. Ya, begitulah suasana pondok.

“Umi doain ya, agar tidak ada masalah,” pintanya.

Kali ini uminya bertanya tentang masalah yang dihadapi. Biasanya uminya tidak pernah bertanya tentang masalah. Hanya memberikan motivasi dan iringan doa.

“Masalah apa tong?” Tanya uminya.

“Maafin umi, Aku lagi ada masalah tentang kemudabiran, ada yang laporin. Aku takut dipulangkan,” jawabnya sambil nangis sesunggukan.

“Jangan pesimis dahulu, jangan mendahulukan takdir Tuhan, harus optimis. Apa pun yang terjadi hadapi saja, jangan takut. Ayo, Tong pasti bisa. Ayo, semangat jangan nangis. Umi dan Ayah selalu mendoakan yang terbaik. Yakini pada diri bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Perbaiki perbuatan yang kurang baik. Insyallah pasti naik kelas dan tetap di Gontor, sekarang fokuskan untuk belajar dan jangan berpikir macam-macam,” nasehat uminya.

“Iya, umi. Doakan ya, umi….,” Pintanya lagi.

Aku hanya mendengarkan saja dan sedikit memberikan motivasi agar tetap tegar dalam menghadapi sesuatu yang kemungkinan akan terjadi.

Sebagai manusia biasa, sebagai orang tua juga sedikit ketar-ketir. Hingga harus menghubungi alumni pondok untuk minta masukan. Uminya pun kepikiran terus. Takut anaknya sok atau tidak siap menghadapi segala kemungkinan terjadi.

Setelah ujian kelas selesai, seluruh santri liburan kecuali kelas 5. Seluruh kelas lima Cabang Gontor se Indonesia berkumpul di Gontor pusat untuk mengikuti acara yudisium atau kenaikan kelas sekaligus penentuan penempatan tempat mondok. Karena banyak yang akan dikirim ke cabang-cabang Gontor. Kecuali yang dipertahankan di pusat.

Hari yang ditentukan sudah di depan mata, kegelisahan dan kegalauan orang tua memuncak. Tidak tenang bahkan ada yang bolak-balik ke toilet. Pengumuman tidak di siarkan secara langsung. Group WhatsApp satu-satunya alat komunikasi untuk mencari informasi. Cukup lama belum ada tanda-tanda kabar. Tetiba ada satu wali santri memposting anaknya naik kelas. Istri pun menghubungi wali santri dari mana kabar itu didapatkan. Wali santri langsung memberitahukan bahwa informasi dapat dari wali kelas. Tidak membuang-buang waktu istri langsung menghubungi wali kelas. Wali kelas pun membalas dengan mengetik di WhatsApp. Hati istri pun berdebar-debar tak karuan. Deg-degan…….. apakah yang terjadi? Berita gembira…

Alhamdulillah, jawaban yang sangat menggembirakan. Putraku naik kelas dan tetap di Gontor pusat, sementara sebagian temannya di kirim ke luar Jawa. Uminya pun berteriak Alhamdulillah… Allahuakbar… langsung sujud syukur sambil nangis. Saya pun akhirnya turut larut dalam haru. Tak terasa air mata pun membasahi pipi.

Kenaikkan kelas yang sangat mendebarkan, tidak ada rekayasa. Jika santri belum mencapai yang ditargetkan pondok ya, tidak naik dan lulus. Tidak ada kebijaksanaan dengan alasan miskin, anak yatim, dan lainnya. Naik dan lulus memang berkualitas bukan hanya sekedar nilai di atas kertas. Tapi dibuktikan dengan kualitas ilmu yang teruji.

Itulah pondok pesantren modern Gontor, masuk melalui seleksi dengan ketat kelulusan apalagi. Untuk melihat pendidikan ya, di Gontor tempatnya. Bukan hanya ilmu pengetahuan yang diajarkan, tapi juga pendidikan kehidupan.

Selamat kepada para santri yang naik kelas dan jangan berkecil hati kepada yang belum naik. Apapun yang terjadi hadapi dengan senyuman. Ya, hidup ini tidak seindah yang kita bayangkan, ada pasang surutnya. Hidup ini tidak lurus laksana mistar. Hidup ini berliku. Tapi pada saatnya akan menjadi indah.

Tinggalkan Balasan