Sore hari ini, Sabtu 30 Januari 2021 komunitas Koteka kembali menyelenggarakan acara webinar KotekaTalk. Sebagai nara sumber Nur Hidayat dosen Universitas PGRI Semarang dengan moderator Ony Jamhari dari Koteka.
Pada dasarnya, Nur Hidayat membagikan pengalamannya berkelana di 3 benua, yakni Asia, Eropa dan Afrika. Pada sore ini, Nur Hidayat juga mengundang mitranya yang juga mendasari tulisan dibukunya, yakni Prof. Milagos
Baldemor (Filipina), Maria Lockovicova (Slovakia yang berdomisili di Denmark) dan Fatou Diane Mbaye (Senegal).
Lebih jauh Nur menyampaikan bahwa kita tidak boleh memandang kebudayaan secara hitam putih. Seolah semua kebudayaan asing benar adalah keliru. Sebaliknya selalu membenarkan budaya sendiri tanpa mau memahami budaya lain juga keliru. Mutlak diperlukan dialog antar budaya guna membuka sekat-sekat stigma dan stereotip antar bangsa. Buku yang ditulisnya ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pemantik dialog untuk lebih memahami pertemuan antar budaya di tiap negara.
Pandangan orang Indonesia bahwa orang asing pemabuk diulasnya melalui esai ‘Bir Slovakia’. Ada kebiasaan minum bir di Slovakia dan ini bukan hal buruk.
Nur Hidayat pernah berkelana ke negara Tiongkok, Thailand, Filipina, Singapura, Malaysia, Jepang, Korea (Asia), Swedia, Denmark (Eropa) hingga Ethiopia, Namibia, Mali, Senegal (Afrika).
Nur Hidayat yang saat ini mengampu mata kuliah “Cross Culture Understanding” juga pakar di JICA (lembaga donor dari Jepang) dan SIDA Swedia dalam bukunya “Ingatan Panjang Tentang Pertemuan Singkat” (2019) setebal 500 halaman ini membagi atas lima topik, yakni pemahaman lintas budaya, agama dan perbedaan, memahami Indonesia dari perspektif orang asing, identitas bangsa serta sejarah dan penolakan stereotip.
Setiap mengunjungi suatu negara, Nur selalu berinteraksi dengan warga setempat, meski Nur juga pernah bertemu dengan orang Amerika namun belum pernah berkunjung ke benua Amerika.
Salah satu kisah lucu saat bertemu dengan sopir taxi di Swedia yang bertato. Pertama kalinya dia merasa takut, namun ternyata bisa diajak bicara, orang Eropa tidak mementingkan agama seperti orang Indonesia dan Afrika. Semakin kaya semakin jauh dari agama, contohnya 95% orang Swedia lahir dibaptis tetapi hanya 5% saja yang pergi ke gereja, pada hari Minggu mereka malah pergi ke mall, pantai, atau gunung untuk berekreasi. Nur juga pernah dimarahi saat sholat di perpustakaan, karena kesulitan mencari lokasi untuk sholat.
Nur juga bercerita tentang beda perspektif soal kecantikan antara orang Eropa dan Indonesia. Pandangan ini diamini oleh Maria asal Slovakia yang mengatakan bahwa orang Eropa dikatakan cantik bila berkulit coklat. Ketika berkunjung ke Indonesia, Maria mencari kosmetik untuk membuat kulit coklat tetapi tidak menemukan, yang ada justru pemutih kulit. Itulah sebabnya Maria pergi ke Bali untuk berjemur. Sebagai seorang arsitektur, Maria juga mengingatkan agar disain disesuaikan dengan kebutuhan jangan asal meniru.
Nur Hidayat juga memiliki pengalaman unik dengan orang Senegal yang menyukai jeruk nipis. Fatou menceritakan cerita lucunya saat menyantap soto di Semarang. Fatou menghabiskan jeruk nipis satu mangkok karena setiap sendok dia kucuri jeruk nipis. Alasannya, karena kuliner di Afrika bumbunya keras sementara di Semarang dia nilai kurang keras sehingga perlu dikucuri jeruk tiap sendok.
Kisah unik lainnya, Fatou dianggap sholat tanpa berwudhu, padahal ini hanya miskomunikasi saja. Karena temannya asal Thailand tidak fasih berbahasa Inggris sehingga sulit menerima penjelasannya, padahal Fatou sudah berwudhu di tempat kos.
Dalam bukunya Nur juga membahas tentang Indonesia paska Pemerintahan Suharto dan Filipina paska Pemerintahan Marcos. Prof. Milagros nenambahkan bahwa kesamaan Suharto dan Marcos memerintah mirip diktator. Benigno Aquino tidak dibunuh oleh Marcos. Suharto dan Marcos memerintah terlalu lama. Paska Suharto dan Marcos banyak peninggalannya yang coba dihilangkan oleh pemerintah berikutnya.
Nur juga menjelaskan tentang perbedaan cara pandang. Contohnya orang Vietnam melihat pembangunan di Indonesia tidak berkesinambungan, beda dengan Vietnam.
Sama halnya dengan farewell party di Singapore yang mempertunjukkan tarian hiphop dan menyanyikan lagu Sergio Mendez dinilai tidak sesuai dengan budaya Singapore. Pemahaman yang tidak sempit akan mampu membuka wawasan baru. Indonesia sangat luas dan banyak perbedaan namun tetap mampu meletakkan budaya Indonesia.
Gaganawati yang kini tinggal di Jerman dan Naning Scheid yang kini tinggal di Brussels sangat rindu matahari, makanan, dan merasa lebih nasionalis.
Pertanyaan yang sering muncul bahwa orang Indonesia diduga orang Filipina, hal ini disebabkan orang Filipina lebih dikenal karena ditemukan di seluruh dunia dan suka bekerja dan sangat sayang keluarga, demikian pungkas Prof. Milagros mengakhiri webinar sore ini.