4 PSK di Kotakan Situbondo Terdeteksi Mengidap HIV/AIDS

KMAB137 Dilihat

KMAB11

PSK pengidap HIV/AIDS di Kotakan Situbondo tertular dari laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tersebut

Empat PSK di Kotakan Positif HIV/AIDS, Total Penderita 375 Orang” Ini judul berita di radarbanyuwangi.jawapos.com, 15/7-2022.

Judul berita ini tidak mememberikan gambaran kepada pembaca di mana gerangan letak Kotakan itu. Dalam berita baru jelas Kotakan adalah sebuah desa di Kecamatan Situbondo, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur (Jatim).

Penyebutan PSK (pekerja seks komersial) di judul hanya ‘bumbu’ agar bombastis karena selama ini PSK jadi objek yang selalu disalahkan terkait dengan HIV/AIDS.

Padahal, ada fakta yang luput dari perhatian wartawan dan sebagian orang di masyarakat yaitu:

(a). Yang menularkan HIV/AIDS ke PSK adalah laki-laki dewasa bisa penduduk Situbondo atau dari luar Situbondo. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menularkan HIV/AIDS ke PSK bisa sebagai lajang, duda atau suami. Itu artinya ada risiko penularan ke pacar, selingkuhan atau istri atau PSK lain.

(b). Bisa juga PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu tertular di luar Situbondo.

(c). PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu menularkan HIV/AIDS kepada laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom.

Ketika 4 PSK itu terdeteksi mengidap HIV/AIDS minimal mereka sudah tertular HIV/AIDS tiga bulan sebelum tes HIV.

Berbagai studi menjukkan seorang PSK melayani 3 – 5 laki-laki setiap malam. Maka, jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu: 4 PSK x 3 (bulan) x 25 hari (per bulan) x (3-5) laki-laki = 900 – 1.500 laki-laki.

Celakanya, dalam berita tidak ada penjelasan tentang risiko tertular HIV/AIDS bagi laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di Kotakan.

Diannjuan agar laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di Kotakan segera jalani tes HIV sukarela karena mereka ada pada situasi berisiko tinggi tertular HIV/AIDS dari PSK. Kondisnya kian runyam karena tidak ada ciri-ciri atau tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik PSK yang mengidap HIV/AIDS.

Dalam berita disebutkan: Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Situbondo, Dwi Herman Susilo mengatakan, ratusan orang yang dinyatakan positif HIV/AIDS masih terus menjalani perawatan.

Pernyataan ini tidak akurat karena pengidap HIV/AIDS tidak otomatis menjalani perawatan, kecuali yang positif HIV dan sudah menunjukkan gejala terkait HIV/AIDS.

Pernyataan tersebut memberikan gambaran yang salah tentang Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yaitu harus menjalani perawatan. Padahal, Odha tidak otomatis harus dirawat. Kalaupun mereka meminum obat antiretroviral (ARV) juga tidak harus dirawat di fasilitas kesehatan atau tempat lain yang disedikan.

Disebutkan oleh Dwi, petugas rutin melakukan skrining secara berkala untuk mendeteksi adanya kasus baru warga yang terjangkit HIV/AIDS. Tujuannya untuk meminimalisir kasus penyebarannya yang semakin meluas.

Ini langkah di hilir yaitu penanganan terhadap warga yang sudah tertular HIV/AIDS. Padahal, yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu yaitu menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Ada tiga pintu masuk HIV/AIDS ke Situbondo, yaitu perilaku seksual berisiko:

(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, di wilayah Kabupatn Situbondo atau di luar Situbondo dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom di wilayah Kabupatn Situbondo atau di luar Situbondo, dan

(3). Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom di wilayah Kabupatn Situbondo atau di luar Situbondo.

Maka, yang perlu dilakukan oleh Pemkab Situbondo adalah melakukan penjangkauan terhadap tiga perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS di atas yaitu untuk memaksa laki-laki memakai kondom.

Celakanya, perilaku seksual berisiko di atas terjadi di ranah privat yang tidak bisa dijangkau. Apalagi sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial (medsos) transaksi seks dilakukan melalui ponsel sedangkan eksuksinya terjadi di sembarang waktu dan sembarang tempat.

Tanpa program penjangkauan terhadap tiga perilaku seksual berisiko tersebut, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Warga yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakt (Situbondo) terutama melalui hubungan seksua tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. (Sumber: Kompasiana, 17/7-2022).*

Tinggalkan Balasan