KMAB10
Aturan yang tidak masuk akal di Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, yang mewajibkan warga yang baru pulang dari luar daerah memeriksakan diri ke RS
Oleh: Syaiful W. Harahap
“Karena itu Ia [Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes), Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Abd Majid Do Taher-pen.] menghimbau agar masyarakat yang merasa dirinya baru kembali dari luar daerah wajib memeriksakan diri ke rumah sakit.”
Pernyataan di atas ada dalam berita “Pengidap HIV di Tidore Mencapai 77 Orang, Rata-rata di Usia 18 Tahun ke Atas” (ternate.tribunnews.com, 13/7-2022).
Imbauan tersebut, terkait dengan HIV/AIDS, sangat tidak masuk akal karena:
Pertama, tidak semua orang, dalam hal ini warga dewasa Kota Tidore Kepulauan, otomatis melakukan perilaku seksual dan nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS di luar Kota Tidore Kepulauan.
Maka, imbauan tersebut sangat gegabah karena sudah menyamaratakan perilaku seksual berisiko semua warga.
Perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:
(1). Laki-laki dan perempuan dewasa warga Kota Tidore Kepulauan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom di dalam Kota Tidore Kepulauan atau di luar Kota Tidore Kepulauan,
(2). Laki-laki dewasa Kota Tidore Kepulauan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom di dalam Kota Tidore Kepulauan atau di luar Kota Tidore Kepulauan, dan
(3). Perempuan dewasa warga Kota Tidore Kepulauan yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo di dalam Kota Tidore Kepulauan atau di luar Kota Tidore Kepulauan dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.
Kedua, perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS yang dilakuka oleh warga Kota Tidore Kepulauan bisa saja terjadi di dalam Kota Tidore Kepulauan.
Maka, imbauan bukan kepada semua warga Kota Tidore Kepulauan yang baru pulang dari luar daerah, tapi kepada warga Kota Tidore Kepulauan dewasa yang pernah atau sering melakukan salah satu atau lebih perilaku seksual berisiko di atas baik di Kota Tidore Kepulauan atau di luar Kota Tidore Kepulauan.
Disebutkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kota Tidore Kepulauan dari tahun 2005 sampai tahun 2022 sebanyak 77.
Yang perlu diingat jumlah yang terdeteksi, dalam hal ini 77, tidak menggambarkan jumlah kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus yang dilaporkan atau terdeteksi (77) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).
Maka, Pemkot Tidore Kepulauan harus membuat program yang konkret untuk mendeteksi atau mencari warga yang mengidap HIV/AIDS selain yang sudah terdata. Soalnya, warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Warga pengidap HIV/AIDS tidak menyadari mereka sudah mengidap HIV/AIDS karena tidak ada ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV, ini jika tidak minu obat antiretroviral/ARV sesuai resep dokter).
Disebutkan pula: Rata rata pengidap HIV AIDS Kota Tidore Kepulauan lanjut dia adalah usia produktif mulai dari 18 tahun ke atas.
Hal di atas logis dan realistis karena dorongan seksual yang tinggi terjadi setelah usia 18 tahun sampai umur 49 tahun.
Akan jadi maaslah kalau kasus HIV/AIDS di Kota Tidore Kepulauan terdeteksi pada balita dan remaja atau pada lansia. Ini baru persoalan besar.
Disebutkan pula oleh Majid: “Untuk atasi ini (penyebaran HIV/AIDS-pen), Dinkes akan mengkroscek, dimana lokasi Transmisi Lokal agar ada pencegahan lebih lanjut.”
Ini juga tidak masuk akal karena penularan HIV/AIDS bukan di lokasi, tapi melalui kontak privat di rumah atau tempat-tempat lain yang juga bersifat privat, seperti hotel.
Yang perlu dilakukan oleh Pemkot Tidore Kepulauan adalah melakukan penjangkauan terhadap pintu masuk HIV/AIDS ke Kota Tidore Kepulauan yaitu 3 perilaku seksual berisiko di atas. Penjangkuan yaitu memaksa laki-laki memakai kondom untuk memutus insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa.
Selama Pemkot Tidore Kepulauan tidak mempunyai program yang konkret untuk menutup 3 pintu masuk HIV/AIDS di atas, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Warga, terutama laki-laki dewasa, yang tertular HIV dan tidak terdeteksi akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat tanpa mereka sadari, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. (Sumber: Kompasiana, 16/7-2022). *