AIDS di Palangka Raya: Penularan HIV/AIDS Bukan Karena Seks Bebas

Kesehatan334 Dilihat

Tekan Kasus HIV/AIDS, Masyarakat Diminta Hindari Sex Bebas” Ini judul berita di kaltengekspres.com, 3 Oktober 2020.

Lagi-lagi judul berita di media, dalam hal ini media online, tidak akurat sehingga menyesatkan. Pernyataan pada judul berita ini merupakan keterangan dari Ketua DPRD Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Wahid Yusuf. Dari judul berita ini saja ada tiga hal yang perlu diluruskan, yaitu:

Pertama, seks bebas (penulisan yang benar adalah seks) yang merupakan terjemahan dari free sex justru tidak ada dalam kamus-kamus Bahasa Inggris sehingga seks bebas tidak jelas maknya,

Kedua, kalau yang dimaksud seks bebas adalah zina, maka lagi-lagi pernyataan di judul berita menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara zina dengan penularan HIV/AIDS,

Ketiga, yang bisa dilakukan dalam HIV/AIDS adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual.

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, seks bebas, selingkuh, dll.) tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom selama hubungan seksual.

Penularan HIV/AIDS di Kota Palangka Raya terjadi karena perilaku seksual sebagian warga, terutama laki-laki dewasa, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

Yang perlu diingat PSK ada dua jenis, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, prostitusi artis dan model online, PSK online, dll.

Di bagian lain disebutkan: …. tidak hanya menggunakan jarum suntik saja namun semuanya ….

Ini juga tidak akurat karena risiko penularan HIV melalui penggunaan jarum suntik pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) harus dilakukan secara bersama-sama dengan bergantian.

Risiko terjadi karena bisa saja salah satu dari mereka mengidap HIV/AIDS sehingga ketika dia memakai jarum suntik menyuntikkan narkoba ada darah yang mengandung HIV/AIDS masuk ke jarum. Yang memakai jarum tersebut berikutnya akan berisiko tertular HIV/AIDS karena ada darah yang mengandung HIV/AIDS di jarum suntik. Darah itu akan masuk ke tubuh ketika jarum narkoba disuntikkan.

Kalau sendiri memakai narkoba dengan jarum suntik yang steril dan tidak pernah dipakai orang lain, maka tidak ada risiko tertular HIV/AIDS.

Disebutkan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Palangka Raya ada 54. Ini tentu tidak menggambarkan jumlah warga Kota Palangka Raya yang mengidap HIV/AIDS karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Jumlah kasus yang terdeteksi, dalam hal ini 54, digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Maka, Pemkot Palangka Raya perlu membuat regulasi untuk mendeteksi warga kota yang mengidap HIV/AIDS. Dengan menemukan warga yang mengidap HIV/AIDS itu artinya satu mata rantai penyebaran HIV/AIDS diputus.

Jika warga yang mengidap HIV/AIDS tidak terdeteksi maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Mereka tidak menyadari bahwa mereka mengidap HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanda pada fisik dan keluhan kesehatan yang terkait langsung dengan HIV/AIDS.

Penyebaran HIV/AIDS yang terjadi di masyarakat merupakan ‘bom waktu’ yang kelak bermura pada ‘ledakan AIDS’ (Kompasiana, 26 Oktober 2020). *

Tinggalkan Balasan