Seri Santet #19 – Setan dan Tuyul “Di-indekos-kan” di Rumah

Sosbud0 Dilihat

“Sudah lama saya ingin bicara sama Bapak,” kata Pak Wandi, penjaga sekolah sebuah SMP negeri, tempat anak saya bersekolah, yang bersebelahan dengan rumah saya di bilangan Pisangan Timur, Jakarta Timur.

Pak Wandi mengatakan hal itu ketika saya membawa Pak Dadang, salah seorang yang mengobati saya, ke sebelah rumah untuk ‘mengambil’ setan perempuan yang ditempatkan di rumah sebagai penyebar penyakit. Itu terjadi pada suatu malam di bulan Mei tahun 2008. Kini, Pak Wandi sudah tiada.

Memang, ketika berobat ke Tasikmalaya saya sudah diberitahu bahwa di rumah itu ‘di-indekos-kan’ setan dan tuyul oleh salah satu dukun yang menyantet saya, yaitu yang dibawa kerabat ke rumah dengan menyebutnya sebagai ‘ustaz’ M.

Ketika saya baru pindah ke rumah di bilangan Pisangan Timur, Jakarta Timur, (alm) Pak Yadi, ketua salah satu RW, setiap bertemu selalu bilang: “Pak Syaiful, tolong tetirah dulu.” [KBBI: tetirah – pergi ke tempat lain dan tinggal sementara waktu (untuk memulihkan kesehatan dan sebagainya)].

Saya tanya alasannya Pak Yadi tidak memberikan alasan. Belakangan setelah berobat ke Banten baru saya paham. Rupanya, Pak Yadi melihat ada dua tuyul di rumah. Dia mau memastikan siapa yang memelihara tuyul itu.

Astaghfirullah …. Sayang, kalau saja Pak Yadi memberitahu alasannya tentulah saya ikuti.

Apalagi banyak orang yang selalu mengatakan kepada saya bahwa: “Rumah Bapak itu kelihatannya gelap dan panas.” Tapi, lagi-lagi saya tidak tahu pasti tentang ilmu hitam.

Bahkan, sebelum pindah ke Pisangan Timur (1996) saya mengontrak rumah di bilangan Kayu Jati, Rawamangun, Jakarta Timur, saya pernah melihat ada ‘perempuan’ tinggi rambut terurai keluar dari kamar tengah. Saya pikir itu terjadi karena cerita tetangga dulu di rumah itu ada perempuan yang mati bunuh diri. Nauzubillah ….

Tapi, ketika bulan lalu (Oktober 2021) perempuan yang sama nongol lagi di rumah di Pisangan Timur (rumah saya sekat saya tinggal di bagian belakang dengan pintu hadap timur, sedangkan rumah utama hadap utara) saya penasaran dan beri kabar ke Pak Ajie di Banten.

Ternyata itu ‘perempuan’ yang sama yang memang ditempatkan di rumah ‘induk semang’ dua tuyul yang ada di rumah. Rupanya, sejak menikah (1982) tuyul sudah memoroti saya. Astaghfirullah lagi ….

Memang, dua atau tiga hari setelah terima amplop gaji uang di laci selalu habis. Bahkan, uang yang baru saya ambil dari bank (ketika itu belum ada ATM) selalu raib dari laci. Pembantu selalu menangis kalau saya tanya apa mereka mengambil uang. “Pak, kami tidak pernah ambil yang dari laci meja Bapak.” Itulah jawaban yang selalu saya terima.

Yang aneh saya selalu ingin menaruh uang di laci meja kerja di rumah. Dan, selalu saja habis. Belakangan baru saya ketahui, setelah dibantu ‘orang-orang pintar’ itu terjadi karena ada dorongan dari setan perempuan yang ditempatkan di rumah.

Di kalangan perdukunan setan yang ditempatkan di rumah (perempuan) dikenal sebagai Dewi Centring Manih. Setan ini ‘dibeli’ di Rawa Lakbok, di perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah.

“Bapak ke sana, jauh,” pinta Pak Dadang ketika dia menangkap setan itu di suatu malam bulan Mei tahun 2008. Rupanya, setan itu melawan. “Saya tidak mau dibawa nanti dimarahi Pak Ustaz,” kata setan itu sambil menyebut nama Pak Ustaz (panggilan untuk dukun santet yang memasang ‘pagar’ di rumah saya-pen.).

Ternyata yang disebut kerabat yang membawa ustaz itu sebagai ‘pagar’ adalah tanaman (berisi gabah, paku, beling, telur ayam, dll.) yang dibungkus dengan kain kafan mayat yang mati bunuh diri), tuyul dan ‘perempuan’.

Ketika Pak Dadang menarik setan itu ada suara gemuruh. Tembok sekolah mulai bergoyang.

“Aduh, Pak, saya takut tembok roboh,” kata Pak Dadang setelah berhasil memasukkan setan itu ke dalam botol.

Setan dibuang ke sungai agar hanyut ke tempat asalnya. Ketika membuang botol Pak Dadang juga ketakutan karena biasanya akan datang air bah. Syukurlah malam itu tidak ada bencana. Belakangan ketahuan ‘perempuan’ itu kembali lagi ke rumah.

Memang, banyak orang yang mengatakan rumah yang saya tempati kelam, kelabu, dan sumpek. Semula saya pikir karena banyak tanaman di depan rumah.

Anggapan banyak orang itu ternyata benar karena di rumah itu penuh dengan setan, jin dan tuyul yang ditempatkan oleh dukun yang dibayar oleh orang yang memelihara pesugihan yang menjadikan saya dan anak-anak saya sebagai tumbal.

Setan itu, menurut Pak Dadang, seperti terminal yang menjadi sumber penyebar penyakit. Semula setan itu tinggal di rumah orang yang memelihara pesugihan.  

Setan perempuan itulah yang menggerakkan ‘X’ dan putra saya menyebar penyakit ke rumah dan kantor saya.

Suatu pagi di depan pintu kantor ada lembar tagihan PAM. Padahal, saya sudah berbulan-bulan meninggalkan rumah. Praktis air mereka yang memakainya, tapi, mengapa lembar tagihan dikirim ke kantor saya?

Rupanya, lembar tagihan itulah sebagai media untuk mengirimkan penyakit. Memang, beberapa hari kemudian beberapa bagian badan terasa nyeri.

Ketika Pak Dadang menarik setan itu ada suara gemuruh. Tembok sekolah mulai bergoyang.

“Bapak ke sana, jauh,” pinta Pak Dadang ketika dia menangkap setan itu di suatu malam bulan Mei tahun 2008. Rupanya, setan itu melawan.

“Saya tidak mau dibawa nanti dimarahi Pak Ustaz,” kata setan itu sambil menyebut nama Pak Ustaz (panggilan untuk dukun santet yang memasang ‘pagar’ di rumah saya-pen.).

“Aduh, Pak, saya takut tembok roboh,” kata Pak Dadang setelah berhasil memasukkan setan itu ke dalam botol.

Setan dibuang ke sungai agar hanyut ke tempat asalnya. Ketika membuang botol Pak Dadang juga ketakutan karena biasanya akan datang air bah. Syukurlah malam itu tidak ada bencana.

Memang, banyak orang yang mengatakan rumah yang saya tempati kelam, kelabu, dan sumpek. Semula saya pikir karena banyak tanaman di depan rumah.

Anggapan banyak orang itu ternyata benar karena di rumah itu penuh dengan setan dan jin yang ditempatkan oleh dukun yang dibayar oleh orang yang memelihara pesugihan yang menjadikan saya dan anak-anak saya sebagai tumbal.

Setan itu, menurut Pak Dadang, seperti terminal yang menjadi sumber penyebar penyakit. Semula setan itu tinggal di rumah orang yang memelihara pesugihan. Di rumah yang memelihara pesugihan itu ada kolam di tengah rumah yang terbuka.

Setan perempuan itulah yang menggerakkan ‘X’ dan putra saya menyebar penyakit ke rumah dan kantor saya.

Suatu pagi di depan pintu kantor ada lembar tagihan PAM. Padahal, saya sudah berbulan-bulan meninggalkan rumah. Praktis air mereka yang memakainya, tapi, mengapa lembar tagihan dikirim ke kantor saya?

Rupanya, lembar tagihan itulah sebagai media untuk mengirimkan penyakit. Memang, beberapa hari kemudian beberapa bagian badan terasa nyeri (Kompasiana, 27 Desember 2013). *

Tinggalkan Balasan