Seri Santet #21 – Bayar “Mahar” Besar, tapi Tanpa Hasil

Sosbud0 Dilihat

“Selamat pagi, Pak. Saya Ibu Sri (bukan nama sebenarnya).”

Itulah suara yang saya terima di ponsel.

Suara itu gemetar. Belakangan baru saya ketahui bahwa ketika menelepon saya Bu Sri menangis dan menahan sakit karena perutnya membesar.

“Ada apa, Bu Sri?”

“Begini, Pak. Saya membaca pengalaman Bapak tentang santet. Itu juga yang terjadi pada saya. Apakah Bapak mau membawa saya ke Bu Haji dan Pak Ajie?”

Rupanya, Bu Sri sudah putus asa karena sudah lima tahun dia berobat ke berbagai tempat sampai ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Semuanya tidak berhasil.”

Bahkan, Bu Sri sudah habis-habisan karena setiap “berobat” ada mahar (istilah di pengobatan alternatif untuk menyebut biaya) yang jumlahnya jutaan sampai belasan juta rupiah.

Di akhir percakapan saya berjanji akan memba Bu Sri ke Banten setelah tahun baru.

Tanggal 1 Januari 2014. “Saya suami Bu Sri.” Ini suara di ponsel.

“Ada apa, Pak?”

“Pak Syaiful, saya mohon hari ini saja kita ke Banten. Ini darurat, Pak.”

Kami pun berjanji ketemu di halte UKI Cawang. Itu pukul 10.00 WIB.

Tujuan kami ke Pak Ajie di Cilegon, Banten. Alhamdulillah Pak Ajie ada di rumah.

Bu Sri sendiri kelihatan pucat dan capek. Rupanya, sehari sebelumnya mereka berobat ke Purwakarta, Jabar.

“Ya, cara pengobatan itu dengan magic,” kata Pak Ajie.

Bu Sri dan suaminya berobat ke Purwakarta karena perut Bu Sri membesar. “Itu bisa meledak kalau tidak ditangani,” ujar Pak Ajie.

Setelah Pak Ajie ‘menerawang’ Bu Sri dan rumah mereka di sebuah kota di Jabodetabek, barulah ketahuan di rumah masih ada dua “tanaman” dan di tubuh Bu Sri ada 12 jarum.

Memang, sudah banyak dukun dan orang pintar yang menarik “tanaman” dari rumah Bu Sri, tapi yang dua itu tidak bisa mereka temukan.

“Sebelum dua tanaman itu diangkat, percuma menarik benda di tubuh Ibu,” kata Pak Ajie.

“Pak Ajie sekarang kita ke rumah saya. Bapak tinggal duduk manis di mobil kita antar pulang nanti,” pinta Bu Sri.

Sayang, Pak Ajie tidak mempunyai persediaan “alat”, yaitu minyak gentur bumi (minyak ini hasil sulingan sejenis kayu yang hanya ada di Turki) sehingga tidak bisa menerima tawaran Bu Sri.

Akhirnya disepakati Pak Ajie ke rumah Bu Sri hari berikutnya sesuai kesepakatan.

Ketika di rumah Pak Ajie disepakati Pak Ajie akan datang sendiri. Tapi, belakangan saya ingat bahwa ada lima kali Pak Ajie tidak sampai ke rumah saya dengan berbagai kejadian: ban mobil lepas, kecopetan, dibius, dll.

Saya memberikan saran ke suami Bu Sri agar Pak Ajie dijemput saja. Akhirnya, suami Bu Sri setuju dan mereka menjemput Pak Ajie pada hari yang sudah ditentukan.

“Pak Syaiful, terima kasih. Ini saya mau antar pulang Pak Ajie,” kata suami Bu Sri melalui ponsel.

Salah satu “tanaman” yang diangkat Pak Ajie berisi tiga lembar uang Rp 5.000, satu lembar uang Rp 10.000. Itu bermakna keluarga Bu Sri akan hancur sehingga hanya punya uang sebanyak yang ditemukan.

Benda-benda yang di badan Bu Sri baru tiga yang bisa ditarik Pak Ajie. Sisanya disepakati akan ditarik di rumah Pak Ajie hari yang disepakati.

Bertolak dari pengalaman Bu Sri ini perlu diperhatikan kalau berobat dengan keluhan santet, maka hindari berhubungan dengan orang yang menetapkan “mahar” tapi tidak jelas apa yang akan dibeli (Kompasiana, 6 Januari 2014). *

Komentar:

MoU SoUL (6 Januari 2014) Soal santet lagiiiiiii…. Saya maunya santet ayam, santet kambing dan santet jamur, Pak. Ada? Hehehe

Syaiful W. HARAHAP (6 Januari 2014) @Mou, terima kasih …. Klu tdk ada manfaat Anda tdk perlu baca. Tanpa Anda sadari Anda sdh mengejek, mencaci dan merendahkan saya sbg korban santet. Smg YMK mengampuni Anda dan memberikan ketabahan pada saya ….Amin ….

Tinggalkan Balasan