MENULIS BISA SEMUDAH BERNAPAS, BISA JUGA TIDAK

Pendidikan, Terbaru33 Dilihat

Foto Penulis
Syukur Wulakada-Guru SMP Negeri 1 Nagawutung-Kabupaten Lembata

Bernapas tentunya merupakan suatu hal yang tidak direncanakan. Sifatnya adalah refleks dan otomatis. Ketika orang tersebut tidak bernapas maka tentunya hanya akan berlaku pada orang-orang yang tak bernyawa lagi. Bernafas itu merupakan hal yang sangan mudah karena selalu dilakukan dalam kondisi apapun. Bernapas itu dikatakan sulit bilamana orang tersebut dalam kondisi sesak nafas (Cahyadi Takariawan)

Ketika dikaitkan dengan menulis maka ada keterkaitan. Menulis itu dikatakan mudah apabila memiliki tiga aspek. Yang pertama waktu (kapan kita mempunyai waktu yang tepat untuk menulis), kedua peralatan yang memadai (alat apa yang dapat kita gunakan untuk menulis misalnya Komputer, Laptop ataupun Android), ketiga tempat (Dimana tempat yang tepat untuk kita menulis, sehingga ketika kita melihat tempat itu maka ada sedikit birahi untuk mencoret satu atau dua kalimat). Itulah tiga tips yang menjadikan orang dapat menulis sehingga bisa dikatakan menulis semudah bernapas (Cahyadi Takariawan).

Sebagai seorang guru tentunya dituntut wajib hukumnya untuk menulis. Hal ini selalu dikompayekan dalam rangka urusan kenaikan pangkat bagi guru yang notabenenya PNS. Karena merujuk pada MENPANRB Nomor 16 Tahun 2009 tanggal 10 Nopember 2009 tentang kenaikan pangkat bagi para guru. Menurut peraturan perundang-undangan yang lainnya tugas pokok sebenarnya adalah antara lain yang tidak kala pentingnya yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis dan melakukan tindak lanjut.

Profesi guru merupakan suatu profesi yang sangat MULIA. Hal sangat dirasakan ketika kita menjadi guru di daerah pedesaan ataupun di daerah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal). Segala macam urusan pasti akan melibatkan guru dan selalu berada pada posisi-posisi penting yang akan ditempati oleh seorang guru misalnya dalam organisasi kemasyarakatan. Karena pemahaman masyarakat desa ataupun di daerah 3T bahwa yang namanya guru sudah tentu tahu semuanya, sekalipun pribadinya tidak mampu dalam bidang-bidang tertentu. Nikmatnya menjadi guru di daerah pedesaan ataupun 3T dengan masa pengabdian yang cukup lama tentunya memiliki profesi sampingan yaitu sebagai seorang petani yang memiliki sedikit lahan untuk berkebun. Ketika seorang guru yang terlahir dari orang tua bermata pencahariannya adalah petani tulen maka guru tersebut pasti akan menggeluti semua profesi, Namun tidak mengabaikan profesi utamnya. Profesi utamanya adalah seorang guru sedangkan berkebun, memelihara ternak dan yang lainnya akan menjadi profesi tambahan. Hal ini dilakukan sebagai pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan tambahan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Karena penghasilan dari profesi guru tidak sama dengan penghasilan ASN yang lainnya. Ketika dinobatkan menjadi guru dan mempunyai keinginan untuk menjadi KAYA maka berhentilah untuk menjadi guru dan beralih ke PEMBISNIS, PEDAGANG dan lain sebagainya.
Dengan segala kesibukan tersebut (profesi tambahan, tenaga dan pikirannya selalu dipakai di masyarakat sebagai wujud pengabdiannya di masyarakat dan lain sebagainya) guru-guru dipedesaan ataupun 3T BUKAN tidak bisa menulis. Berbeda dengan dengan guru-guru yang hanya mempunyai profesi tunggal yaitu sebagai guru pasti memiliki waktu luang yang cukup banyak dalam menggeluti dunia tulis menulis. Disinilah letak sedikit perbedaan dari sisi MUDAH atau GAMPANG dalam menulis sebagaimana tips menulis semudah bernafas di atas.

Semua guru itu sesungguhnya bisa menulis namun tulisannya tidak masuk dalam kategori penulisan ilmiah. Apa lagi guru-guru yang pernah menjadi guru kita ketika masih dibangku sekolah dan sekarang sama menjadi guru alias guru tua. Guru-guru tersebut sesungguhnya sudah menulis ketika kita masih menjadi siswanya. Sebagai contoh dalam dalam penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) atau Proses Pembelajaran. Ternyata semua guru bisa melaksankannya sesuai dengan tuntutan perundang-undangan yang berlaku. Itulah realita yang ditemukan dilapangan terhadap guru-guru senior. Namun dalam merangkai dan membuat suatu tulisan menjadi tulisan ilmiah salah satu contohnya adalah Penelitian Tidakan Kelas (PTK) sangat membutuhan sentuhan atau pendampingan. Karena tahapan proses pembelajaran selalu dilakukan oleh seorang guru ketika dia menjadi guru.
Dalam suatu lembaga (Sekolah) tentu memiliki aset berupa guru-guru hebat yang mampu dalam bidang tersebut. Ketika ILMU tersebut tidak ditular melalui pendampingan ataupun bimbingan maka guru-guru dalam lembaga tersebut akan merasa bahwa MENULIS TIDAK SEMUDAH BERNAPAS dan boleh dikatakan azas manfaat ilmu tersebut tidak tersalurkan. Untuk itu maka “Bertobat Tidak Perlu Menunggu Dosa”. sepenggal kalimat dari ceramahnya seorang Da’I kondang Zainudin MZ.
Satu Slogan yang sering kita dengar Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat merupakan ilmu dasar yang diperkenalkan semenjak dari usia sekolah dasar. Slogan ini merupakan perwujudan luhur dari cita-cita hidup berbangsa dan bernegara. Namun dalam perjalan sangatlah sulit untuk memetakkan yang namanya rakyat (Opini; Dwi Sakti Nugroho. 2009). Dari Lembaga, Oleh Lembaga dan Untuk Lembaga, Bukan dari Lembaga Untuk Diri Sendiri.

Tinggalkan Balasan