“Ayo ke rumah dulu di Jalan Kendal”, temanku berkata sambil mengajak saya kembali ke mobil Hondanya setelah selesai sholat Jumat di Masjid Annur yang terletak di Dean Avenue kawasan Ricarton, kota Christchurch.
Sebenarnya saya agak sedikit tertawa karena nama Kendal mengingatkan saya pada seorang teman lain yang kebetulan berasal dari kota dengan nama yang sama di Jawa Tengah dan terkenal dengan lagu “Kendal kaline banjir” itu. Tetapi rasa penasaran saya pun akhirnya terjawab ketika kendaraan kami benar-benar memasuki sebuah jalan raya yang tenang dan sepi dan namanya memang dengan jelas terpampang “Kendal Avenue”.
Memasuki kawasan ini, kita bagaikan berada di daerah elite “Menteng” di Jakarta Pusat. Jalan-jalan yang lebar dengan barisan pepohonan yang teduh dan rindang, lengkap dengan rumah-rumahnya yang cantik dan luas. Perbedaannya terletak pada keterbukaan, karena hampir semua rumah di sini pagarnya selalu terbuka dan jarang sekali ditutup. Karena itu, kendaraan kami pun dengan bebas memasuki jalan menuju garasi di belakang rumah yang terbuat dari sejenis kon blok.
Sebuah rumah dengan warna putih yang dominan menyambut saya. Atapnya terbuat dari bahan sirap berwarna hitam yang juga banyak digunakan oleh rumah dan kantor di Indonesia jaman baheula. Di bagian depannya terdapat beranda yang juga di kelilingi pagar kayu bercat putih. Untuk naik ke beranda ini, kita harus melalui tiga buah anak tangga berwarna coklat tua. Dua buah bola lampu putih mengawal pagar di beranda ini.
Namun, karena saya bersama tuan rumah, kami tidak masuk melalui pintu depan menuju ruang tamu, tetapi melalui pintu samping yang langsung menuju ruang makan dan dapur. Di sinilah kebanyakan keluarga dan kerabat yang sering datang berkumpul. “Mangan ora mangan kumpul”, demikian semboyan yang ada di sini.
Saya perhatikan cantiknya tata ruang rumah ini. Ruang tengahnya cukup luas dengan TV datar berlayar sangat lebar yang menempel di dinding. Sebuah balai dari kayu yang dibawa dari Indonesia siap menemani kita sambil bersantai nonton TV. Menurut cerita, sewaktu pindah ke Christchurch dulu, mereka sempat membawa satu buah peti kemas khusus untuk membawa barang-barang. Hamparan karpet “wall to wall” warna coklat tua membuat kaki selalu merasa empuk. Dan kembali, sama seperti di luar, seluruh dinding dan bahkan langit-langit rumah juga dicat warna putih. Sebuah “heater”, dan juga satu set sofa berwarna merah duduk manis di pojok depan rumah. Pendek kata sebuah rumah idaman yang asri.
Namun perhatian saya lebih dipusatkan ke halaman samping dan belakang rumah ini. Di bagian samping dekat garasi, ada beberapa pohon persik yang sedang berbuah. Saya sempat memetik sebuah dan langsung memakannya. Asyik sekali rasanya.
“Di sini dulu ada kolam renang”, tukas tuan rumah sambil menunjuk area di bagian halaman belakang rumah. Namun saya perhatikan bahwa sekarang kolam renang tersebut sudah tidak ada lagi. Daerah di sekitar sebuah bangunan kecil yang dulunya menjadi tempat ganti pakaian sekarang sudah dipagar dan dijadikan semacam kandang ayam.
Asyiknya lagi, ada juga pohon anggur yang merambat, anggur berwarna hitam yang rasanya sangat manis itu pun langsung saja saya cicipi. Benar-benar asyik, makan anggur langsung dari pohon. Di dekat kandang ayam , juga ada beberapa sangkar burung.
Di rerumputan halaman itu juga terdapat sebuah sangkar sementara yang berisi seekor kelinci yang sangat lucu. Kelinci itu berbulu sangat tebal dan berwarna coklat agak kumal. “Kelinci ini milik teman anak saya yang sekarang sedang pergi ke England”, demikian penjelasan tuan rumah tanpa saya harus bertanya lebih dulu.
“Di sini, saya pernah memelihara ayam jago namun karena para tetangga complain akhirnya kami harus merelakan ayam jago tersebut”. .Rupanya di negara ini, kehidupan pribadi sangat dihargai, sehingga suara ayam kita pun tidak boleh mengganggu tetangga.
Di halaman belakang rumah masih terdapat beberapa jenis pohon lagi termasuk pohon cherry yang digantungi beberapa “CD bekas” di dahannya. Menurut si empunya rumah, CD ini berfungsi untuk menghalau burung yang akan mematuk buah cherry.
Di tepian jalan, terdapat juga sebuah alat pemanggang yang sangat modern. Dan teman saya pun memanggang ikan trout besar yang diperoleh sewaktu memancing di Sungai Ohapu. Asyik sekali menikmati ikan yang bahkan tidak dijual di pasar itu.
Rumah ini memang asri, dan juga sudah terbukti kekuatannya melewati beberapa kali gempa yang bahkan menghancurkan pusat kota Christchurch. Yang menjadi pertanyaan saya, kalau di Christchurch ada Kendal Avenue, apakah di Kendal (Jawa Tengah) sana ada juga Jalan Christchurch?