Dengan kian banyaknya negeri dan tempat yang saya kunjungi, sering hati bertanya, apa sebenarnya yang dicari? Keindahan alam, keunikan budaya, keramaian kota, peninggalan sejarah, atau ketenteraman jiwa? Kian ditanya, makin tak tentu jawabnya. Sebab buat saya, hidup ini sendiri sudah merupakan suatu perjalanan. Nikmati saja apa adanya.
Selepas kota kecil Fairlie, jalan raya menuju Mount Cook kian sepi. Dalam beberapa menit sekali barulah kita berpapasan dengan kendaraan lain. Sesampainya di Burkes Pass, pemandangan alam South Island yang molek mulai dengan malu-malu menampakkan diri. Langit biru, padang yang luas, dan gunung-gunung membentuk suatu simfoni alam yang penuh harmoni.
Ketika beristirahat sebentar di tepi jalan raya, kita juga bisa sekalian bersantai di rerumputan atau berfoto ria di tengah jalan. Ada yang sambil berdiri, duduk, bahkan tidur-tiduran. Maklum kendaraan hanya lewat sekitar 5 sampai 10 menit sekali. Cukup banyak waktu untuk menepi.
Jalanan kian menanjak dan kami kemudian sampai di kawasan Danau Tekapo. Wah, pemandangan di sini benar-benar memanjakan mata. Deretan gunung-gunungan dengan puncaknya yang tertutup salju mulai menjadi latar belakang yang sangat serasi dengan birunya langit serta birunya air danau Tekapo yang tenang.
Di tepian danau Tekapo ini juga terdapat sebuah gereja kecil yang bernama “Church of the Good Shepherd’ yang didirikan pada 1935. Sebuah patung anjing “Coolie Dog” juga ada di kawasan ini. Sementara di pusat Tekapo Village, juga terdapat beberapa toko, penginapan, dan sudah pasti toilet umum.
Yang menarik dari toilet umum ini adalah menggunakan sistem elektronik yang canggih untuk membuka dan menutup pintu serta tidak dibedakan untuk pria dan wanita. Dan ternyata sudah banyak toilet umum di tempat terbuka yang menggunakan sistem unisex dimana toilet bisa digunakan baik untuk pria maupun wanita. Dengan demikian antrean di toilet khusus wanita dapat dihindari?
Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju ke Mt Cook. Dan selepas kawasan Danau Tekapo kendaraan kemudian melewati tepian Danau Pukaki. Di sini kembali mata dimanjakan dengan kemolekan pemandangan air danau yang biru membentang. Langitnya juga biru dan dihiasi barisan awan putih. Udara di bulan September pun sangat bersahabat. Masih sejuk dan dingin namun tidak terlalu menusuk tulang.
Kami sempat beristirahat sebentar di Lake Pukaki Visitor Centre atau Punatahu Visitor Centre untuk sejenak minum kopi, melihat suvenir dan juga Mt Cook Alpine Salmon Shop, tempat menjajakan ikan salmon. Danau Pukaki merupakan salah satu tiga danau yang terdapat di Mackenzie Basin di South Island. Dua yang lain adalah Danau Tekapo yang sudah kami lewati dan satu lagi adalah Lake Ohau. Dari ketiga danau ini, Lake Pukaki adalah yang paling besar ukurannya.
Kembali perpaduan antara air danau yang biru dan tenang dengan puncak pegunungan yang tertutup salju yang menjadi latar belakang sangat memanjakan mata dan membuat kami merasa betah berlama-lama di sini. Sambil duduk di kursi dan meja yang terbuat dari batu, dengan hembusan angin sepoi-sepoi, terasa sangat nyaman walau mentari bersinar di siang hari.
Yang menarik , ada sebuah patung hewan mirip kambing yang disebut Himalayan Tahr. Patung yang terbuat dari perunggu ini berukuran kambing yang asli dan diresmikan pada tahun 2014. Di dekat patung tersebut ada sebuah papan informasi mengenai sejarah Himalayan Tahr di Selandia Baru. Secara singkat disebutkan bahwa hewan ini pertama kali dibawa ke Nez Zealand pada 1904 sebagai hadiah dari Duke of Bedford. tiga pasang kambing jantan dan betina dikirim ke NZ namun saru meninggal dalam pelayaran. Yang lima ini kemudian di lepas di alam liar dan kemudian pada 1909 dikirim lagi 6 kambing jantan dan 2 kambing betina. Kambing dari Himalaya ini ternyata dapat beradaptasi dengan baik di habitat barunya sehingga berkembang biak dengan cepat sehingga pada tahun 1970-an diperkirakan ada sekitar 40 ribu ekor di kawasan ini.
Karena terlalu banyak dan dianggap membahayakan lingkungan, maka hewan ini boleh diburu secara bebas yang mengakibatkan jumlahnya turun secara drastis sehingga pada 1993 dibuat undang-undang yang mengatur perburuan tahr agar jumlahnya tetap sekitar 10 ribu ekor. Secara internasional hewan ini sudah dinyatakan sebagai hewan yang dilindungi.
Setelah sejenak melepas lelah, perjalanan menuju Mount Cook dilanjutkan dan tidak lama kemudian kami melewati kawasan di dekat danau yang ketika yaitu Lake Ohau dengan sebuah kota kecil bernama Ben Ohau
Semakin mendekati kawasan Mount Cook, pemandangan gunung-gunung dengan puncaknya yang bersalju kian dekat. Alam yang indah dan jalan raya yang sepi serta langit yang biru cerah membuat rasa lelah beberapa jam berkendara dari Christchurch terbayar sudah.
Berfoto bersama dengan Patung Sir Edmund Hllary menjadi bukti bahwa kami sudah tiba di Sir Edmund Hillary Alpine Centre yang berada di kawasan Mt Cook/Aoraki Village. Di dekat patung ini, baru saya menyadari bahwa pendaki yang terkenal sebagai sosok yang pertama kali menaklukkan Himalaya ini memiliki postur yang tinggi yaitu hampir 2 meter. Di kawasan Hermitage ini, kita bisa menyaksikan benda-benda dan kisah beliau dalam mendaki berbagai puncak tertinggi di dunia.
Di sini kami menikmati makan siang dan juga beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke Wanaka untuk bermalam di sana.
South Island New Zealand