Cerita Rakyat Thamrin Dahlan
Lokasi jualan es doger di pinggir Jalan Inpres Kampung Tengah dekat Masjid Al Bariyah Jakarta Timur. Pembeli banyak antri termasuk Istri Awak bersama emak-emak remaja putri termasuk bapak nunggu diatas motor. Kerumunan itu mencapai 10 orang pembeli lebih sehingga agak sedikit melambatkan transportasi umum di jalan raya.
Kami sekeluarga Selasa 11 September 2018 bersamaan Hari Libur Nasional 1 Muharam 1440 Hijriah sedang berkunjung ke toko ananda Rendithya Ramdan Fikri. Bisa jadi bersebab cuaca cukup panas disiang hari, dagangan si abang Es Doger laris manis. Malah menurut abang penjual pulsa diseberang jalan, es manis tersebut memang tak pernah sepi pengunjung.
Berdasarkan rumus ekonomi, dagangan bisa laku keras karena disukai konsumen. Diminati pembeli paling tidak memenuhi 2 syarat utama. Pertama rasa barang dagangan (seandainya kuliner) lezat, kedua harga murah. Rasa Lezat ukurannya promosi dari mulut penikmat ke mulut calon pembeli tanpa perlu pasang iklan di tv.
Selain itu ada juga pengaruh dari panampakan di lapangan ketika satu dagangan di kerumuni banyak pembeli. Tentu saja orang yang sedang lewat di tempat itu penasaran. Akhirnya coba ikut antri dan akhirnya membeli. Akhirnya menjadi langganan karena rasanya memang maknyus.
Sumber dokumentasi pribadi
Penjelasan harga murah tentu perlu memakai perbandingan dengan harga toko sebelah. Es Doger si abang di patok dalam kemasan plastik 5.000 perak segelas. Coba bandingkan dengan harga di restoran pasti lebih mahal, bisa bisa 5 kali lipat.
Hari itu istri awak membeli 6 gelas. Setelah cukup sabar menunggu antrian. Semua belanjaan dibungkus untuk dibawa pulang. Si abang tidak menyediakan bangku tempat duduk maklum jualan di kaki lima pinggir jalan raya. Pinjam tempat sementara untuk memarkir motor sekaligus berfungsi sebagai tempat jualan. Terpaksa beratap payung peneduh guna menahan panas terik matahari.
Awak menyerahkan 4 gelas es doger sebagai hadiah untuk Mas Yanto dan 3 orang tukang bangunan. Pasalnya di sebelah ruko kontrakan Rendi sedang kami bangun ruko 2 pintu. 2 gelas dibawa pulang inshaAllah nanti menjelang maghrib untuk tajil buka puasa sunah muharam.
Sumber dokumentasi pribadi
Nah reportase ini akan terasa bernilai sejarah ketika dikaitkan dengan situasi kondisi ekonomi nasional dan internasional. Tanggal 11/9/2018 tercatat di Bank Indonesia nilai tukar Rupiah 15.000 terhadap 1 Dolar Amerika.
Tadi kami sewa gocar dari kediaman BHP ke Kampung Tengah hanya 11.000 perak untuk jarak 4.6 kilometer. Memang belum ada dampak langsung kenaikan nilai kurs dolar. Bagi orang Bule kondisi seperti ini tentu sangat menguntungkan.
Biaya transportasi berbahan bakar bensin tampaknya hanya menunggu waktu di naikkan (istilah pemerintah disesuaikan). Mungkin setelah PIlpres 2019 harga BBM disesuaikan( harap maklum saja). Atau Pemerintah terpaksa juga menaikkan BBM kalau tidak mau terjadi defisit APBN seandainya kurs Dolar tak terkendali menjadi 20.000.
Ketika harga jadi juga BBM dinaikkan maka serta merta seluruh harga komoditi termasuk sembilan barang pokok ikut naik. Inilah masalah pelik bagi rakyat juga bagi pemerintah berkuasa.
Daya beli rakyat melemah sebab tidak ada kenaikan penghasilan. Dengan demikian terpaksa jurus hemat dengan melakukan mengeratkan ikat pinggang wajib dilakukan.
Sebagai penutup ada kabar gembira untuk para pemegang dolar. Coba hitung berapa murahnya harga es doger bagi si Bule. Hanya mengeluarkan uang kertas pecahan paling kecil yaitu 1 dolar maka mereka bisa menikmati 3 gelas es doger.
Salamsalaman
TD
1 komentar