Perjalanan Kepala Sekolah Dacil

Fiksiana, Novel, Terbaru27 Dilihat

100 Hari Pertama ( Bagian 2)

Tiga hari berikutnya adalah masa bimbingan siswa baru. Dengan program sederhana kami membimbing siswa terutama tentang pembentukkan karakter, dan cinta lingkungan. Setiap siswa mulai dari kelas 7 sampai dengan kelas 9 menyumbangkan potongan bambu yang sudah diraut untuk pemagaran lingkungan sekolah. Hasilnya pada bagian tepi halaman yang turun ekstrim sudah terpagari untuk mencegah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Topografi sekolah yang terbagi dua, kantor ada di bawah, lalu menuju kelas harus naik tangga yang cukup tinggi, karena berada di bagian atas lingkungan sekolah. Atap kantor bearada sejajar dengan  dengan permukaan halaman kelas yang menjadi lapangan upacara. Untuk itulah pemagaran diperlukan. Begitulah, walaupun sederhana namun menghasilkan karya bersama yang dilandasi kerja sama dan tanggung jawab

Dua hari kemudian hari jumat dan sabtu, anak-anak belajar setengah hari karena kami akan mengadakan rapat dengan orang tua siswa baru. Selain itu kami sangat membutuhkan waktu untuk pembinaan kompetensi guru.Ya, SDM di sekolah ini memang sangat terbatas. Itu pun patut disyukuri dengan  tidak adanya PNS satu pun. Untung masih ada guru-guru tahan banting yang siap mengabdi walupun ilmunya terbatas. Ini tantangan kepala sekolah baru, mengakomodirnya dalam program-program yang akan dijalankan, meningkatkan kompetensi guru.

Minggu ke-1 adalah menyusun program tahunan. Ternyata guru-guru belum memiliki silabus ataupun dokumen Kompetensi Dasar, parahnya lagi tidak ada satupun yang mempunyai laptop. Betul-betul tantangan yang berat bagi kepala sekolah baru. Namun untunglah berbekal ilmu menjadi Instruktur Kurikulum, aku bisa mengatasi hal itu. Aku print semua silabus model yang aku punya dalam file di laptopku.

Jangan tanya apakah guru-guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Karena kondisinya seperti itu. Jauh dari tempat fotocopy, tidak ada printer dan hanya ada satu laptop yang dimiliki sekolah, laptop operator. Namun inilah hambatan yang menjadi tantangan dan peluang bagiku untuk menularkan ilmu yang kumiliki. Walaupun dengan tulisan tangan, mereka harus memiliki administrasi perencanaan pembelajaran. Aku membagikan buku folio satu orang satu buku.

Aku meminjam proyektor ke sekolah asalku. Berbekal itu aku mulai membimbing mereka menyusun program tahunan dengan tulisan tangan. Selama ini mereka belum mengenal apa itu progam tahunan, dan bagimana program semester disusun.

Aku merasa prihatin, mereka sangat tertinggal jauh oleh guru-guru di sekolah asalku. Ternyata mereka pun tidak pernah mengikuti MGMP yang rutin dilaksanakan di wilayah kami. Kasihan sekali. Selama ini mereka mengajar berdasarkan buku saja. Mereka belum mengenal apa itu pendekatan saintifik dengan model-model pembelajarannya yang beragam. Namun mereka memiliki semangat yang patut diacungi jempol.

Alhamdulillah, dalam  hari Jumat itu mereka berhasil menyusun program tahunan dan program semester untuk satu tingkat kelas. Selanjutnya, mereka harus membuat untuk tiga tingkat kelas. Dilanjutkan di rumah. Lalu disepakati selama satu minggu depan, kami pulang satu jam lebih lambat. Setelah KBM selesai kami akan membahas bagaimana menyusun Rencana pelaksanaan Pembelajaran.

Keesokan harinya, hari Sabtu, kami mengundang orangtua siswa baru hadir di sekolah. Kami sosialisasikan cara belajar anak-anak di SMP. Begitupun program-program lainnya, seperti kegiatan ekstrakurikuler dan lomba-lomba, yang belum pernah dilaksankan selama ini. Tujuannya agar orangtua tahu bila anak-anak pulang terlambat pada hari-hari yang sudah dijadwalkan. Hasilnya, semua orangtua mendukung program-program sekolah.

Dua hari kemudian,  hari Senin itu, upacara bendera pertama dilaksanakan. Pembawa acaranya adalah  seorang ibu guru, sengaja, agar pengalaman pertama itu terarah dan berjalan tertib. Cukup hikmad berjalannya upacara tersebut, anak-anak mengikutinya dengan disiplin. Alhamdulillah upacara dapat terlaksana dengan baik walupun sederhana dan banyak kesalahan yang terjadi. Pengibar bendera masih salah membuka bendera, maklum baru latihan satu kali. Lalu lagu Indonesia Raya dan lagu wajib masih sumbang , maklum tidak ada guru kesenian atau guru lain yang mampu mengajarkannya dengan baik.

Selanjutnya petugas upacara akan dilatih dalam ekstrakurikuler pramuka. Untuk Senin depan petugasnya adalah kelas 9. Lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu wajib terus dilatihkan kepada kelas 9, agar lebih baik dari upacara yang lalu.

Ada masalah cukup serius, yaitu kami tidak memiliki guru Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan (Penjasorkes). Tidak ada yang siap diantara guru-guru untuk memegang mata pelajaran tersebut. Satu-satunya guru laki-laki adalah guru PAIPB. Seorang ustad dari MTs di kampung yang jauh di bawah. Untuk itu kami mencari siapa yang sanggup mengajar Penjasorkes, seorang mahasiswa pun tidak apa-apa, yang penting jurusan Olah Raga.

“Dede punya temen yang masih kuliah, Bu.  Dia jurusan olah raga,” Dede menyampampaikan informasi.

‘Wah, informasi yang bagus, De. Coba aja tawarin, Siapa tahu dia bersedia yah,” kataku.

“Baik,Bu. Nanti pas di rumah di telepon,” katanya. Hmm, ya, di sekolahku ini tidak ada sinyal.  Jangankan untuk internet, sinyal telpon saja tidak ada. Benar-benar jauh dari peradaban!

Kabar baik, sore harinya Dede mengabarkan bahwa temannya, Nunu, bersedia mengajar hanya satu hari, saat libur kuliah yaitu hari Sabtu. Selain Olah Raga ia juga sanggup membina paskibra, karena ketika di SMP dan SMA ia menjadi anggota paskibra kecamatan. Satu demi satu masalah terselesaikan.  Aku merasa sangat bersyukur karena Allah memberikan kemudahan dari setiap masalah yang timbul.

(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

2 komentar