Sisi Ruas Buku Antologi
Tung Widut
Menulis sebuah buku perlu keberanian. Bagi orang yang belum pernah menerbitkan buku, buku sesuatu yang mustahil diciptakan. Anggapan ini tidak hanya dipercayai satu atau dua orang. Penulis pemula pasti merasakan hal ini. Bahkan sudah menulis puluhan lembar hanya disimpan sampai file hilang. Mereka akan kembali terpantik menulis lagi apabila mengikuti sebuah kegiatan menulis. Bila kegiatan tanpa panduan yang bisa merayu, tulisan akan kembali terbengkalai dan lagi-lagi lenyap bak setan ngacir bertemu kyai. Semangat menulis harus dikawal ketat. Sampai tulisan benar-benar sampai tercetak.
Bagi penulis pemula yang belum mampu menulis buku tunggal solusi yang bisa di lakukan dengan buku antologi. Menulis keroyokan ada asyiknya juga. Bisa menimbulkan rasa bangga karena bisa sejajar dengan penulis lain. Apalagi dalam antologi terdapat penulis yang sudah punya nama seperti pak Thamrin Dahlan, pak Nur Terbit, pak Lalu Burhan, pak M. Rasyid Nur, Aji Najiullah, dan masih banyak pentholan penulis di YPTD.
Menulis antologi juga bisa saling mengenal antara penulis satu dengan yang lain melalui biodata. Bertambah teman dekat. Apabila sering berantologi merasa satu keluarga. Makin menambah erat persaudaraan. Saling memiliki. Antologi mempersatukan hati.
Berawal dari sebuah antologi bisa saling menyemangati untuk mengikuti antologi berikutnya. Seringnya berantologi akan menimbulkan keinginan untuk menulis buku tunggal.
Perlu tahapan bagi seorang penulis untuk mempunyai buku tunggal. Tahapan tersebut bisa tercapai cepat atau lambat tergantung tekat dan semangat diri penulis. Semangat bisa ditumbuhkan karena dukungan orang lain. Inilah pentingnya mengikuti antologi, grup-grup menulis. Untuk itu marilah saling menyemangati demi tercetaknya buku tunggal. Salam literasi.