Namaku Lydia

Cerpen42 Dilihat


Lydia membuka album usang yang baru saja dia temukan. Hari ini anaknya minta dibuatkan KTP. Usia anak sulungnya tepat 17 tahun bulan ini. Saat mencari kartu keluarga untuk syarat pembuatan KTP, Lydia menemukan album berwarna biru tua yang terselip diantara buku-buku miliknya.

Satu persatu diamati photo-photo itu. Pikiran Lydia melayang ke masa 20 tahun yang lalu. Satu kisah tentang persahabatan antara dirinya dengan Aris, seorang laki-laki yang baru di kenalnya. Perkenalan itu berawal saat mereka bertemu di perpustakaan kampus.

Dari perkenalan itu, Lydia tahu kalau Aris satu angkatan dengannya. Kuliah di fakultas yang sama dan jurusan yang sama pula. Mereka hanya berbeda kelas. Ada banyak persamaan diantara mereka, sama-sama suka membaca, tidak suka banyak bicara dan tidak suka basa-basi.

Hal inilah yang membuat mereka semakin akrab. Dari seringnya bertemu, tanpa di sadari ada rasa yang muncul diantara mereka. Aris mengagumi Lydia yang menurutnya bukan hanya cantik tapi juga pintar. Namun rasa itu dipendamnya. Dia ingin mengungkapkan di waktu dan tempat yang tepat.

Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka semakin kuat. Kemanapun Lydia pergi di situlah Aris ada. Bagi Lydia, Aris bak bodyguar yang selalu ada untuknya. Begitu juga Aris, Lydia adalah wanita yang harus dijaga dan dilindungi olehnya.

Suatu hari, kampus mengadakan seminar tingkat nasional. Pihak kampus mendatangkan pembicara ternama sebagai narasumber. Aris yang aktif di BEM ditunjuk sebagai ketapel. Dengan bangga Aris menerima tugas itu.

Aris meminta Lydia untuk membantunya. Dengan senang hati Lydia menerimanya. Persiapan menjelang pelaksanaan terus dilakukan. Dari mulai persiapan gedung, peserta seminar,makanan dan hal-hal kecil lainnya. Aris ingin semuanya rapih dan berjalan lancar.

Lydia mendapatkan tugas untuk melobi salah satu nara sumber utama di seminar. Hal ini cukup berat bagi Lydia. Ada rasa kurang percaya diri mengingat dia tidak suka bicara panjang dan basa-basi. Tapi demi Aris Lydia bersedia menerima tugas itu.

Lydia memutar nomor handphone sang narasumber. Terdengar nada di ujung sana. Jantung Lydia mulai berdebar. Nada itu berhenti namun telpon tak juga diangkat. Lydia memutar kembali nomor yang sama. Terdengar suara dari ujung sana. Suara laki-laki terdengar berat.

“Maaf anda siapa?” suaranya terdengar kaku.

“Apakah ini nomor pak Adhitama dari KAP Adhitama?” tanya Lydia

“Ya, saya Adhitama.” Jawabnya singkat.

“Saya Lydia, mahasiswi fakultas ekonomi jurusan Akuntansi, Universitas Pasundan Bandung, saya sudah mengirimkan undangan kepada Bapak untuk menjadi narasumber pada seminar nasional yang diadakan besok lusa, apakah Bapak sudah menerima undangannya?” suara Lydia terdengar gemetar.

“Ya… sudah, saya kebagian materi apa?” tanya laki-laki di ujung sana.

“Bapak mendapatkan materi tentang Audit Internal, untuk waktunya sesi ke-3 jam 13.00-15.00 Wib, saya jemput di kantor atau bagaimana pak?” lanjut Lydia.

“Saya langsung ke kampus saja, kalian tunggu saya di sana.” Lalu menutup telpon. Lydia menarik napas lega, satu tugasnya selesai. Dia langsung melaporkannya pada Aris.

Esoknya acara di mulai. Selesai sholat dzuhur, tepat jam 12.30 Lydia sudah berdiri di depan kampus. Kampus terlihat ramai, mahasiswa dan peserta seminar hilir mudik di depan kampus. Lidya menunggu pak Adhitama dengan gelisah. Sesekali melihat jam di tangan. Namun yang ditunggu tidak juga datang.

Tiba-tiba seorang laki-laki dengan tas gendong sudah berdiri di depannya. Dengan tersenyum dia menanyakan tempat seminar.

“Maaf… anda peserta dari kampus mana?” tanya Lydia matanya menatap laki-laki di depannya.

“Saya bukan dari kampus, tapi perwakilan dari perusahaan.” Jawabnya sambil tersenyum

“Anda naik saja ke lantai 2, lewat tangga ini, nanti di sana ada panitia, anda registrasi dulu untuk mendapatkan sertifikat seminar.” Jawab Lidya sambil menunjuk tangga di depannya.

Laki-laki itu mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Lalu berjalan ke arah tangga. Lydia menatap mobil yang masuk ke parkiran, dia berharap pak Adhitama datang. Namun yang keluar dari mobil bukan pak Adhitama. Mereka peserta seminar terlihat dari tanda pengenal yang tergantung di lehernya.

Waktu menunjukan jam 12.55, tinggal 5 menit lagi dari jadwal pak Adhitama. Lydia semakin gelisah. Dia mengambil ponsel dan menelpon Aris.

“Aris… pak Adhitama belum muncul, minta pembawa acara untuk menyiapkan materi lain sambil menunggu pak Adhitama datang.” Suara Lydia gugup.

“Apa? Pak Adhitama belum datang?” Suara Aris terdengar kaget.

“Iya… beliau janji langsung ke kampus, tapi sampai sekarang belum juga datang.” jawab Lydia.

“Lalu yang bicara di depan siapa?“ terdengar Aris tertawa.

“Jadi pak Aditama sudah datang?” Lydia menutup telpon dan bergegas naik ke lantai 2. Terlihat Aris berdiri di pintu masuk. Wajahnya tersenyum menatap Lydia yang datang terengah-engah.

Lydia menatap laki-laki yang berbicara di depan forum. Mata Lydia melotot, laki-laki itu tidak lain adalah laki-laki yang memakai tas gendong yang bertemu tadi di depan kampus.

“Jadi dia pak Adhitama?” Lydia menatap Aris. Aris mengangguk.

Pak Adhitama ternyata jauh dari ekspektasi Lydia. Dia pikir laki-laki itu sudah tua, kuno dan juga pikun. Ternyata pemuda tampan, berkulit putih, bertubuh tinggi dan sangat manis. Lydia menatapnya tanpa berkedip.

Itulah awal pertemuannya dengan pak Adhitama. Laki-laki yang sudah memberikan 2 buah hati yang kini menginjak remaja. Dan semenjak menikah, Lydia tidak pernah bertemu dengan Aris. Kini kenangan itu kembali.

Untuk menyambung hidup dan membiayai anak-anaknya, Lydia harus bekerja keras. Menelpon teman-temannya untuk meminta pekerjaan. Baginya pekerjaan apapun akan dia terima asalkan itu halal. Sampai akhirnya dia bertemu kembali dengan Aris.

Aris kini menjadi Manager keuangan sebuah perusahaan terkenal di Jakarta. Saat Lydia melamar pekerjaan di kantornya, Aris langsung menyapanya. Lydia hampir tidak mengenalinya. Aris yang dulu tinggi kurus, berubah menjadi Aris yang gagah dengan pakaian jas yang elegant.

Lydia bahagia sekali menemukan sahabatnya. Senyumnya mengembang, dengan sigap Lydia menerima uluran tangan Aris.

“Bagaimana kabar suamimu, apakah dia sudah bangkrut sampai-sampai kamu harus bekerja?” tanya Aris.

Lydia terdiam. Ada rasa perih di hatinya. Namun ditahannya mungkin Aris tidak tahu kalau setahun yang lalu suaminya meninggal karena kecelakaan.

“Hey… kenapa?” Aris menatap Lydia

“Tidak… kamu sudah menikah?” tanya Lydia

“Kamu pikir aku laki-laki yang tak laku, putriku berusia 8 tahun, dan sebentar lagi kami akan punya satu anak lagi.” jawabnya sambil tersenyum.

“Wah selamat yah… semoga yang ke-dua laki-laki.” Jawab Lydia sambil menggenggam tangan Lydia.

“Amiin, aku harap juga begitu.” Jawab Aris sambil menggenggam tangan Lydia. Lydia menarik tangannya dari genggaman Aris. Aris tersenyum lalu melepaskan tangan Lydia. Aris menempatkan Lydia menjadi staffnya. Karena sudah mengenal satu sama lain, mereka terlihat kompak. Pekerjaan apapun yang mereka lakukan selalu sukses ditangan mereka berdua.

Kebersamaan yang kembali terjalin, menumbuhkan kembali rasa di hati Aris. Rasa yang dulu pernah ada kini muncul. Aris berusaha menepisnya. Sampai suatu ketika Aris mengetahui tentang kepergian Adhitama suami Lydia. Rasa itu semakin tidak terbendung.

Dengan hati-hati Aris mengungkapkan perasaannya. Keinginannya untuk menjaga Lydia beserta anak-anaknya. Lydia yang tahu perasaan Aris sedikit bingung. Rasa sayang kepada Aris tidak hilang begitu saja. Bagi Lydia Aris seperti dewa penolong baginya.

Melihat Lydia yang tertunduk , Aris segera meyakinkannya. Dia berjanji akan bersikap adil pada Lydia dan istri pertamanya. Dia juga tidak akan membiarkan Lydia terhina. Dia akan menikahi Lydia secara resmi. Dan membawanya ke tempat yang tidak di ketahui istri pertamanya.

Mobil perlahan meninggalkan halaman rumah. Ada bulir bening menetes di mata Lydia. Hari ini dia harus meninggalkan rumah beserta kenangannya. Rumah yang hampir 20 tahun dia tempati. Dan kini terpaksa harus di tinggalkan demi kebahagiaan.

Namaku memang Lydia, tapi bukan Lydia di serial layangan putus. Yang rela menukarkan harga dirinya untuk mendapatkan kebahagiaan diatas penderitaan orang lain. Aku punya harga diri, juga cinta dan kasih sayang yang tulus. Aku tidak akan menodai cintaku dengan menyakiti perempuan lain. Aku memang jatuh cinta pada Aris tapi tidak ingin memiliki dirinya

Tinggalkan Balasan