Episode Kata Pengantar yang Tersendat

Cerpen, KMAB, YPTD43 Dilihat
Logo KMAB oleh Ajinatha

Pertengahan tahun 2020 lelaki yang menjadi editor plus pembimbing lahirnya buku para emak mengirimkan link tentang Prakata versus Kata Pengantar. Tulisan itu merupakan karya maestronya editor, pak Bambang Trim.

Tulisan yang bisa membuka cakrawala tentang Prakata dan Kata Pengantar yang sering disalahartikan. Bahkan oleh penulis-penulis yang ilmunya cetek sepertiku.

“Ooo ada tulisan kayak gitu. Sik…ta wacane. Ben tambah pinter plus isa ndebat mas Rizal. (Sebentar, aku baca ya. Biar tambah pinter dan bisa mendebat mas Rizal)” Komentarku, kusambung dengan emoticon tertawa lebar.

“Lah? Kenapa menang-menangan?” Tanya mas Rizal.

Ora menang-menangan. Tapi duwe ilmu nggo berpendapat. Ana dasare”. (Nggak menang-menangan. Tapi punya ilmu untuk berpendapat. Ada dasarnya).

“Nah begitu,” sambut mas Rizal sambil bertepuk tangan.

Lalu kubaca tulisan pak Bambang itu pelan-pelan. Ada yang kugarisbawahi bahwa Kata Pengantar itu diminta kepada orang yang dihormati dan merupakan apresiasi kepada penulis. Kata Pengantar tidak boleh diedit tanpa seizin penulisnya, kecuali pengeditan yang bersifat mekanis (salah tik, salah ejaan dan tata kalimat). Begitu terang pada tulisan pak Bambang.

“Makanya, waktu itu nggak mau kalau Kata Pengantar yang kubuat diedit. Kalau judul, bebas-bebas aja”.

Memang pernah terjadi perdebatan antara mbak Ummu dengan mas Rizal karena Kata Pengantar. Aku jadi pusing sendiri karena mereka punya argumen sendiri-sendiri. Sementara bagiku Kata Pengantar untuk buku emak-emak sudah bagus. Tak perlu ada editan lagi.

Aku hanya bisa mengelus dada. Berpikir keras, harus bagaimana pemecahan masalah perdebatan antara mas Rizal dan mbak Ummu. Akhirnya aku minta izin untuk menghapus judulnya yang membuat kontroversi.

“Nah, kalau ini aku cuma cari jalan tengah, mas. Mbuh, biyen mbak Ummu kesal banget. Alasanne apa, aku nggak ngerti. Makanya ngublek-ublek isi Kata Pengantar.”(Nggak tahu, dulu mbak Ummu kesal banget. Alasannya apa, aku nggak ngerti. Makanya isi Kata Pengantar diubek-ubek).

“Kan itu jadi hak mas Rizal. Tapi mbak Niek keukeuh menghilangkan kata istimewa. Nek ra kleru ngunu. Kan dadi mumet aku. Dadi, jalan tengahe ya delete judule atas izinnya. Aku gemes tenan, dho debat dhewe-dhewe.”(Kalau tak keliru begitu. Aku jadi mumet. Jadi, jalan tengahnya ya aku delete judulnya atas izin dari mas Rizal. Aku benar-benar gemas, kalian debat sendiri-sendiri).

Kucoba mengingat kembali perjuangan untuk mendapatkan Kata Pengantar dari mas Rizal. Teramat sulit. Begitu Kata Pengantar diberi malah ribut. Hihihi…

“Nah. Bagikan link-nya. Biar gak debat-debat lagi,” usul mas Rizal.

Aku sendiri lupa, apakah sudah kushare link tulisan pak Bambang itu.

“Aku gitu orangnya, mbak. Akan ada alasan dan dasar, kalau menyanggah. Hanya, terkadang dengan cara nyeleneh. Biar cari tahu sendiri. Malah gak mau!”

“Lha iya. Terus mbak Ummu terlanjur marah-marah. Aku ya dimarahi mbak Ummu. Ya gara-gara membela pendapat mas Rizal. Hadehhhh!”

“Coba saja saat itu langsung kukasih link. Bakal tahu. Tak ngerti alasannya, kan? Nah. Kalo sekarang. Bakal jadi refleksi, buat buku berikutnya”.

“Lah mas Rizal ngerti nek mbak Ummu nesu ya njur ora maringi link kuwi. Dadi le nesu ya rada suwe. Nganti aku WA njenengan to yoan. Saking ndhredheg aku. Mbak Ummu kok nganti ngungkut. Oalah… Jyan.. emak karo bapak-bapak. Ana-ana wae!”(Lah mas Rizal tahu kalau mbak Ummu marah ya nggak segera mengirim link tadi. Jadi kesalnya ya agak lama. Saking deg-degan aku sampai WA njenengan kan? Soalnya mbak Ummu benar-benar kesal. Oalah…Emak sama bapak-bapak. Ada-ada saja!).

 

Branjang, 9 Juli 2022

 

Tinggalkan Balasan