TENTANG PERSELINGKUHAN ITU (7)
Tung Widut
“Asalammualaikum.” Ucap pembuka dari sang kepala sekolah. Seperti bu Nyai tadi. Dia harus memjawab beberapa pertanyaan. Kali ini naluri wanitanya mulai terlihat. Nila menjawab semua pertanyaan dengan mata berkaca-kaca.
“Maaf. Maafkan saya.” Saat membuka jawaban dengan suara terbata. Dia berhenti berkata sejenak. Ditelanya ludah yang seakan mengucur sederas aliran darahnya saat itu. Dia merasa nafasnya yang mulai tersengal.
“Saya tidak mempunyai saksi dan bukti tentang kebenaran. Tapi saya tidak merasa melakukan hal yang hina.”
“Nil, ceritalah yang sebenarnya.” Desak Hanifah sahabatnya.
Nila hanya menggeleng. Dia tidak mau menceritakan kejelekan orang lain saat ini. Apalagi Uma adalah keponakan langsung bu Nyai. Akan memperkeruh masalah.
“Maafkan saya. Suatu saat saya akan bercerita, tapi tidak sekarang. Apapun keputusannya akan saya terima.” Jawaban itu yang selalu terucap dibibirnya beberapa kali dia didesak untuk bicara.
Seminggu sudah Nila tak kesekolah. Keseharian diisi dengan mengambil borongan membordil dari perusahaan rumahan. Memang itu yang setiap hari dilakukan di sore dan malam hari. Dari hasil itu pula dia mendapat uang. Kalau hanya mengandalkan gaji mengajar TK dua ratus ribu tiap bulan, pastilah tak cukup untuk hidup.
“Nila. Ibu lihat sudah seminggu tak ke sekolah. Ada masalah apa?” Ibunya bertanya. Hanya dijawab dengan gelengan kepala. Dada Nila berdegup kencang. Inilah hal yang paling ditakuti. Dia tidak mau ibunya susah.
“Apa benar kamu tidak boleh mengajar lagi karena kamu berbuat…”
Nila segera menyahut.
“Buk, ibu orang yang melahirkan ku. Dari kecil hingga sekarang ibulah yang paling tahu yang terjadi denganku. Bu, hanya ibulah harapanku orang masih mempercayaiku. Aku tidak akan berbuat sehina itu. Selama hampir sepuluh tahun tanpa kepastian dari mas Hardi, tak ada sedikitpun berpikiran untuk berpaling dari mas Hardi. Dan itu sampai sekarang bu. Mohon kali inipun ibu percaya padaku. Suatu saat nanti Tuhan akan menginjinkanku membuktikan itu.”
Kali ini kata-kata Nila benar disertai dengan derai air mata. .