BERSERAGAM MILITER UNTUK TUGAS SIPIL
Ini merupakan pengalaman saya yang terjadi sekitar 25 tahun yang lalu, dimana saat itu rumah mertua saya didatangi aparat militer dari sebuah kesatuan TNI, dia datang sendiri dengan pakaian dinas lengkap. Saya baru pulang kerja setelah hampir 24 jam kerja non stop.
Jam saat itu menunjukkan pukul 18.30 WIB, tentu saja saya kaget karena saya tidak pernah merasa punya urusan dengan institusi militer. Begitu saya masuk aparat tersebut langsung menghardik saya: “Anda harus ikut saya malam ini ke rumah Pak Anu,” dia menyebutkan nama seorang kolega bisnis saya, sambil membanting pistolnya diatas meja.
Mendengar dia menyebutkan nama Pak Anu rekanan saya, maka saya jadi mengerti persoalannya. saya jawab permintaannya dengan kondisi yang masih tenang, “Saya baru pulang…dan saya belum tidur sama sekali pak.” Ujar saya saat itu, tapi dia tetap bersikeras untuk memaksa saya untuk ikut dengannya,
“Tidak bisa…Anda harus ikut saya malam ini juga!!” Desaknya, saya pun bukan malah takut atau melunak, karena saya sedang lelah, maka saya pun bersikap tegas pada aparat tersebut.
“Kalau bapak paksa saya juga, matipun saya hadapi sekarang ini. Bapak tembak pun kepala saya, saya akan tetap tidak mau, tapi kalau besok pagi saya siap..jam berapapun bapak mau.”
Diapun akhirnya mau menerima permintaan saya, dan sudah mulai sedikit melunak. Sayapun seakan mendapat celah untuk mulai mendikte aparat tersebut, saya minta sama dia agar tidak datang dengan pakai dinasnya.
“Ada satu permintaan saya pak…saya ingin besok bapak jemput saya tidak dengan pakaian dinas…karena saya tidak ingin dicap penduduk sekitar rumah saya, bahwa saya diciduk aparat…toh bapak kan sedang melaksanakan tugas sipil.” Dia begitu kaget ketika saya bilang sedang melaksanakan tugas sipil, sementara pakaiannya dinas militer. Inilah yang kadang salah kaprah di Republik ini, aparat militer hidup jadi beking pengusaha.
“Lho tapi saya tidak bisa begitu melepaskan baju dinas saya…” Ujarnya
“Saya cuma minta bapak melepaskan atributnya saja…baju luarnya bapak simpan, begitu juga pistol dan tanda pangkat, bapak pakai kaos dalam dan celana juga sepatunya aja.” —- Jam 7 pagi dia datang, saya sudah menunggu dari jam 6.30.
Dia datang sesuai dengan kostum yang sudah saya pesan. Kami pun akhirnya jalan naik mobil yang sudah disiapkan untuk menjemput saya, menuju kearah Jakarta Selatan. Dalam perjalanan saya mulai menakar kesetiaannya pada pak Anu.
“Pak Yasmin…kok selama saya kerjasama dengan pak Tauhid belum pernah melihat Bapak?” Tanya saya saat itu
“Ya saya baru diminta sama beliau ketika disuruh menjemput Anda saja.”
“Lho tapi bapakkan militer…kok bisa untuk tugas sipil seperti ini..dalam jam kerja aktif lagi?”
“Saya cuma diperbantukan saja…”
“Diperbantukan gimana? pak Anu itukan pengusaha swasta..jadi gak ada hubungannya dengan tugas militer pak..” Agaknya dia mulai terpojok dengan pertanyaan saya, diapun semakin melunak dan tidak segarang kemarin waktu dirumah.
“Itulah bedanya bapak dengan saya…kalau bapak pangkatnya yang dipakai sama pak Anu, kalau saya otak saya yang dipakai sama dia…sekarang ini dia sedang salah faham sama saya, tapi sudah mengancam saya dengan mengirimkan aparat…karena saya tidak salah, makanya saya tidak takut.” Ujar saya semakin berani
Akhirnya dalam perjalanan itu kami hanya diam saja sampai di rumah pak Any. Dan sesampainya dirumah pak Anu saya langsung temui dia.
“Pak maaf ya…masalah kita adalah masalah bisnis dan sifatnya kerjasama..terus terang saya keberatan kalau bapak mengirim aparat militer kerumah saya..hanya untuk urusan seperti ini.”
“Sory aji…saya gak bermaksud seperti itu…dia cuma bantu saya saja, kebetulan lagi gak ada orang yang disuruh untuk menjemput kamu.”
“Udahlah pak….saya ngerti..bapak cuma mau menunjukkan sama saya, bahwa bapak bisa bayar aparat militer kalau saya coba macam-macam…gitu kan?”
Akhirnya apa yang menjadi masalah dan tanggung jawab saya sebagai rekanan bisnis saya selesaikan, karena saya sudah mulai muak dengan cara kerjasama orang kaya baru ini. Menjelang akhir ramadhan, seemua pekerjaan tersebut tuntas, setelah selama 6 bulan saya kerjakan.
Suatu hari pak Yasmin mendatangi saya, tapi sudah tidak datang dengan pakaian militer. Saya ajak dia keruang kerja saya, lalu diapun bercerita tentang nasibnya. “Wah aji benar….setelah saya pengsiun, pak Anu pecat saya.”
“Ya iyalah pak…yang dia lihat dari bapakkan hanya pangkatnya….lain halnya dengan saya, dia butuh otak saya untuk menjalankan bisnisnya.” Lalu saya juga merasa iba melihat keadaan pak Yasmin, saya sisipkan amplop buat THR nya, diapun menerima dengan senang hati, karena tujuannya menemuin saya memang untuk meminta THR katanya.
Semoga saja yang Militer tetaplah bertugas sebagai militer, tidak memanfaatkan pangkat dan jabatan untuk tugas-tugas diluar tugas dan jabatan militer. Kisah diatas mungkin tidak terjadi lagi di zaman sekarang, karena paradigma TNI sudah jauh berbeda.