Bunga Tidur Beemekaran

Cerpen, Fiksiana28 Dilihat

Kini semua menjadi semakin suram. Hati dapat berubah-ubah seperti terbolak-balik oleh tangan takdir, dalam setiap bolak dan balik-nya hati biasa menjadi gelap maupun bertabur cahaya. Hitam dan Putih. Kita memang tak pernah tahu apa yang dirindukan hati sampai luka menyayatnya tanpa peri. Kita tak pernah menyadari hati selalu merasa kekurangan dan ingin digenapi tanpa tahu kepingan apa yang dicari.  Segalanya terasa baik-baik saja. Dan ia percaya kini semua janggal.

Seratus dua puluh orang- laki-laki dan perempuan dalam balutan pakaian adat yang tidak usah ditanya lagi keanekaragaman warna dan bentuknya- berbaur dalam aula yang panas-belum ada pendingin udara, sementara beberapa laki-laki dan perempuan dengan alat musik band ala anak skaters,  memainkan lagu-lagu Blink 182 tanpa keharmonisan. Pensi- pentas seni pada masa pertengahan semester- digelar serampangan bersamaan peringatan Hari Kartini yang sudah kadaluarsa. Semua hiruk-pikuk dalam simfoni yang lebih berisik daripada dengungan lebah yang terusik.

Pram memasuki aula Grha Anggita pada saat yang paling ia benci. Setelah ekslusif seminggu penuh menekuri laporan dan tugas kuliah mengharapkan liburan yang sempurna. Baru ia injakkan kaki di terminal Soekarno-Hatta tadi pagi, kawan-kawan semasa SMA menelepon dan memintanya juga hadir ke bekas SMA-nya. Sekedar datang sebagai tamu undangan yang tidak resmi diundang dalam Pensi-tepatnya sebagai alumni.

Pram tersenyum kecut, menyesali mengiyakan ajakan kawan-kawan SMA-nya. Pada kehidupan sekarang masa SMA-nya adalah sebuat plakat yang ingin dia buang jauh-jauh, tetapi plakat itu selalu tergantung di dinding benak hidupnya. Dia yang dahulu dikenal sang populis, biang kerok kenakalan sekaligus pemberontak terhadap keteraturan dan keseragaman. Dengan aneh tanpa tanding selalu bisa menjadi yang terbaik diantara semua murid terbaik yang taat. Bukan hal yang patut dikagetkan sebenarnya jika Pram menjadi peringkat pertama ujian nasional se-Kota Bunga. Tapi itu hanya masa yang  ingin Pram lupakan. Tak peduli dunia akan bilang apa.

Heri Setiyono, S.Pd

NPA PGRI 10094000266

Tinggalkan Balasan