Inspirasi pertama dan utama bagi saya untuk menulis catatan perjalanan selama di Mesir adalah seperti yang terpampang dengan jelas di profil Kompasiana saya dan sudah saya tulis sejak pertama kali bergabung di blog kroyokan miliknya group Kompas ini pada bulan Oktober 2009, hampir sepuluh tahun yang lalu, yakni saya adalah orang yang sangat penasaran kenapa di dalam kitab suci al-qur’an, hampir sebagian besar kisahnya, ketika menyebutkan tentang sejarah, selalu berkaitan dengan Mesir. Ya selalu Mesir. Sejarahnya Nabi Musa bersama Fir’aun, hampir di banyak sekali surat-surat di dalam al-qur’an, ada kisahnya Nabi Musa yang nota bene rata-rata berada di Mesir.
Sejarahnya Nabi Musa yang berada di Mesir saja tidaklah cukup. Penasaran dan pertanyaan saya berlanjut ketika Allah Swt. memberikan satu surat khusus yang hampir 100 % isinya, lokasinya berada di Mesir juga, surat itu adalah surat Yusuf yang berkisah antara Nabi Yusuf kecil bersama keluarganya, hingga dirinya dibuang saudaranya ke dalam sebuah sumur, dan ditemukan oleh para pedagang dari tanah Mesir, lalu dijual sebagai budak di Mesir, hingga dibeli oleh seorang perempuan kaya raya dari keluarga kerajaan yang bernama Siti Zulaikha.
Hingga kisah itu berlanjut sampai dipenjarakannya Nabi Yusuf gara-gara fitnah yang menimpa dirinya, sampai Nabi Yusuf di dalam penjara bawah tanah Mesir bertemu dengan dua orang laki-laki yang curhat kepadanya perihal mimpi yang mereka alami. Satu laki-laki akhirnya dipenggal, dan satunya menjadi pelayan di kerajaannya fir’aun. Disinilah nasib berpihak ke Nabi Yusuf, saat sang raja mencari seorang yang pandai dalam mentakwilkan sebuah mimpi, dan Nabi Yusuf menjadi pahlawan karena bisa mengartikan mimpi itu secara tepat.
Hingga akhirnya Nabi Yusuf diangkat sebagai tangan kanan dari fir’aun pada masanya. Istilah kerennya adalah menjadi Menteri Kordinator Ekonomi waktu itu. Karena mimpi yang dialami oleh raja terbukti nyata dan Nabi Yusuf sebagai pengendali atas seluruh peristiwa yang terjadi dari implementasi adanya mimpinya fir’aun itu. Nah, semua kisah Nabi Yusuf ini terjadi di Mesir. Ada apa dengan Mesir? Apa istimewanya Mesir?
Selama 4 tahun selama di Mesir, saya mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Keterbatasan otak saya untuk menyimpan memori perjalanan selama di Mesir, menjadikan saya secara perlahan, sejak oktober 2009 memutuskan untuk bergabung di blog Kompasiana, agar segala sesuatu yang saya lihat, yang saya dengar, yang saya ketahui, bisa saya tuliskan. Walaupun mungkin bagi sebagian orang sesuatu itu adalah terlihat sederhana.
Hasil dari catatan-catatan perjalanan yang saya tulis di Mesir bisa dirasakan hasilnya pada saat sekarang ini. Saat catatan itu menjadi sebuah buku. Tepatnya menjadi 3 buku serial “Catatan Perjalanan Mahasiswa Al-Azhar Mesir” berjudul “926 Cairo”, “Cairo Oh Cairo”, dan “Umroh Koboy”. Setelah menunggu hampir sepuluh tahun lamanya. Saat saya membaca kembali catatan itu, yang dulu ketika di Mesir, saya menganggap banyak dari catatan itu terlihat sederhana, saat ini tidak menjadi sederhana lagi. Semakin saya membacanya, kerinduan kepada Mesir semakin menjadi-jadi. Saya juga akhirnya meyakini, bisa jadi inilah jawaban yang dulu pernah menjadikan saya bertanya “Kenapa banyak kisah dalam al-qur’an saat berbicara sejarah, banyak terjadi di Mesir?”. Saya mengungkap nol koma nol nol nol…sekian dari rahasia besar itu dalam catatan-catatan sederhana yang pernah saya tuliskan.
Dari catatan sederhana, lahirlah 3 buku. Itupun masih ada sekitar 150 artikel lain yang belum saya edit kembali dan belum dijadikan sebagai buku. Mungkin nanti, saya akan mengeditnya kembali dan juga menjadikannya sebagai buku lanjutan dari 3 serial buku yang ada sekarang. Pada tulisan ini, saya hanya ingin sedikit mengungkap apa rahasia dari judul “926 Cairo” itu?. Perlu diketahui, angka 926 bagi saya saat di Mesir merupakan angka yang selalu menolong untuk sampai kepada kampus Al-Azhar.
926 adalah nama bus yang ada di Toubromly, yang menjadi kawasan flat apartemen tempat saya tinggal. Untuk pergi ke kampus Al-Azhar, saya selalu menggunakan bus 926 yang bermesin Mer-C. Dengan bus inilah, saya bisa berangkat kuliyah, bisa tau suasana sekitar kota Cairo. Berawal dari dalam bus ini, malamnya saat berada di flat Toubromly, saya menuliskan catatan perjalanan hampir setiap hari.
Pertama kali saya mencatatkan tentang perjalanan pertama saat berangkat ke Mesir. Hanya bermodal 40 dolar saat saya datang di Cairo dan dijemput oleh seorang teman di bandara. Belum genap satu hari di Cairo, sorenya uang itu sudah habis. Saya memutar otak, bagaimana mampu bertahan di ganasnya ibu kota negara Mesir ini. Sebagaimana banyak anggapan bahwa, kejamnya ibu tiri tidaklah lebih kejam dari kejamnya ibu kota.
Dari sini, saya akhirnya tidak pilih-pilih pekerjaan untuk bertahan, mulai dari membantu laundry, jualan tempe, membantu membuat produksi tauge, hingga bekerja di pengiriman barang dari Mesir ke Indonesia, semua saya lakukan dan kisahnya saya tuliskan yang catatannya sudah menjadi buku “926 Cairo”. Walaupun ada beberapa artikel yang belum saya cantumkan di sana untuk melengkapi kisah-kisah itu.
“Disetiap ada kesulitan, pasti ada kemudahan”. Kalau kita melihat ayat al-qur’an yang menjalaskan tentang perkataan barusan, di sana diketahui bahwa satu kesulitan paling tidak akan lahir dua kemudahan. Faktanya, dari kesulitan hidup yang saya alami ketika di Mesir, ada banyak sekali kemudahan yang saya rasakan. Seluruh kemudahan itu terwujud dari banyaknya kisah yang saya dapat dari catatan perjalanan yang tertulis dan bisa mengelilingi negara Mesir.
Jika biasanya, teman-teman di Mesir yang kuliyah di universitas Al-Azhar akan keliling berwisata di Mesir pada saat musim panas ketika liburan sekolah. Saya hampir tiap hari keliling Cairo. Saya sering menemani Omar, sahabat saya orang Mesir untuk mengambil karton-karton barang yang akan dikirim ke Indonesia, saya juga sering berkeliling di kota-kota sekitar Cairo, ke restoran-restoran, mall, hingga supermarket yang ada di Mesir untuk mensuplay kebutuhan masyarakat di Mesir yang diimport oleh bos saya dari Thailand. Beberapa catatan perjalanan itu juga ada dalam artikel di buku “926 Cairo”.
Berkat kuliyah sambil bekerja, di setiap liburan, saya bisa menyisihkan keuangan untuk bisa berjalan-jalan wisata bersama teman-teman para mahasiswa Al-Azhar, diantaranya ke Sarm Syeikh yang konon terkenal sebagai kota Bali-nya Mesir. Ke Pantai Dahab, Hurgada, yang semuanya menawarkan keindahan laut merah. Juga wisata sejarah ke gunung Sinai yang dulu menjadi tempat bertapanya Nabi Musa selama 40 hari. Hingga ke 12 sumur Nabi Musa yang masih ada dan terpelihara.
Dalam satu kesempatan, saya dipertemukan dengan Mas Ippho Santosa saat beliau ke Mesir, beliau adalah seorang pembicara dan penulis terkenal di tanah air, saya menuliskan beberapa catatan perjalanan bersama beliau, kami mengunjungi gunung sinai kembali, yang berbeda kali ini adalah kami semua pergi ke puncak gunung dengan mengendarai onta, mengunjungi sumurnya Nabi Musa, juga berziarah ke pemakaman yang di dalamnya ada 5000 sahabat Nabi pada masa Sayyidina Amr bin Ash saat membuka tanah Mesir saat kepemimpinan Khalifah Sayyidina Umar bin Khatab Ra. Juga berkunjung ke benteng perang yang dibangun oleh panglima perang Shalahuddin Al-Ayyubi yang terkenal dalam sejarah Islam.
Alhamdulillah. Pertanyaan penasaran saya tentang Mesir yang terpampang di profil Kompasiana mulai sedikit memberikan jawaban. Semakin saya menulis tentang Mesir, semakin saya menemukan ada banyak sekali hal-hal menarik dan istimewa yang saya temukan. Masih banyak sekali hal-hal yang belum saya tuliskan tentang Mesir. Saya berharap bisa mengunjungi Mesir kembali dan menuliskan kisahnya dengan gaya dan kondisi yang berbeda. Bahkan, saya menganggap, potensi dari Mesir yang perlu dituliskan tidaklah terbatas. Mesir sampai kapanpun, akan selalu menjadi misteri dan menarik untuk diungkap dalam sebuah tulisan. Buku “926 Cairo” sedikit mewakili untuk mengungkap misteri itu. Tentu dalam hal sesuatu yang sederhana. Selamat berburu dan membaca bukunya.
Terimakasih Pak Bisri sudah berbagi cerita menarik tentang mesir, saya juga ingin ada salah satu dari anak saya nanti bisa kuliah di Al Azhar Cairo.