Gita Ceria di Istana Bogor
Sebagai wakil dari IBSI = Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia, yang didaulat oleh KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia, saya diutus untuk menghadiri MUBES-UKB (Musyawarah Besar Pemuka Agama Untuk Kerukunan Bangsa di Grand Sahid Hotel, yang dihadiri 450 peserta wakil dari Agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, dan aliran Kepercayaan. Peristiwa ini baru pertama kalinya diadakan secara nasional yang diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban yang diketuai oleh Prof Dr Din Syamsudin. Dengan mengusung tema “ Rukun dan Bersatu Kita Maju” Pada tanggal 8-10 Februari, 2018.
Para peserta bersidang secara internal untuk membahas 7 Pokok Bahan Kerukunan Bangsa yang berisikan Isu- isu fundamental, krusial dan Strategis untuk Kerukunan Bangsa yang dibahas dengan tema :
- Pandangan dan Sikap Umat beragama tentang NKRI berdasarkan
- Pandangan dan sikap Umat beragama tentang Bhineka Tunggal
- Pandangan dan Sikap Umat Beragama tentang Pemerintah yang sah hasil Pemilu demokratis berdasarkan
- Prinsip-prinsip Kerukunan Antar Umat
- Etika kerukunan Intra
- Penyiaran Agama dan Pendirian Rumah Ibadat.
- Rekomendasi tentang Faktor – factor Non Agama yang mengganggu kerukunan antar umat
Diskusi internal agama berlangsung 3 kali, dilanjutkan Sidang paripurna berlangsung 8 kali mulai pagi pukul 08-00 hingga pukul 23.00 dan Sidang Kelompok Mencermati Rumusan yang ada, kemudian di Plenokan. Dari hasil sidang tersebut melahirkan Kesepakatan Pemuka Agama Indonesia yang diserahkan kepada Bapak Joko Widodo dalam acara Audensi Kepada Presiden di Istana Bogor pada hari terakhir.
Pukul 13.30 para peserta yang diantar dengan 11 bus lengkap dengan pengawalan dari pihak Kepolisian dan beberapa Ambulance melaju ke Istana Bogor. Pukul 15.30 rombongan tiba, setelah kami turun dari bus pemeriksaan cukup ketat para peserta hanya diperbolehkan membawa undangan dan ID Peserta. Pupus sudah harapanku untuk bisa berfoto dengan Bp Jokowi. Terus terang saya banyak mendapat Inspirasi dari beliau sebagai seorang Pemimpin, apalagi setelah saya membaca Buku JADULKINANTI ( Jokowi Dulu, Kini dan Nanti ) tulisan Bp Widjiono Wasis , membuat saya semakin mengagumi kerja keras, kepedulian dan apa yang dilakukan Bp Jokowi kepada rakyatnya. Beliau sungguh hadir sebagai pelayan. Saya menyadari betapa sulitnya menjadi pemimpin, yang saya alami juga saat ini sebagai Provinsial (pemimpin Provinsi SND di Indonesia) dari teladan Sang Presiden saya bisa “ Ngangsu Kawruh “ (banyak belajar ). Bp Jokowi dan saya lahir pada tahun yang sama 1961, saya lebih tua 4 bulan, kami ber Shio kerbau yang pantang menyerah dan pekerja keras, maka saya rasakan ada banyak kemiripan dalam gaya kepemimpinan. Bisa lembut, santai, seperti kerbau yang sedang berkubang atau makan rumput, tapi juga bisa tegas bahkan keras menyeruduk bila keadaan tidak beres, sudah berbuat maksimal namun masih dicela bahkan dicaci, hal ini yang kurasakan, dan dalam pengamatanku Bp Jokowi juga demikian, 3 hari menjelang HUT nya beliau berpidato dan marah dihadapan Para Menteri. Nah kalau Kerbau sudah ketaton, merasa tersakiti dia bisa menerjang dengan seluruh kekuatannya.
Kembali ceritaku di Istana Bogor ya…mulai dari bus kami diminta berbaris 3 orang, berjalan cukup jauh menuju istana. Koq tiba-tiba sampai barisan saya, kami disuruh membelok dan mengikuti polisi yang berjaga. Kami turut saja walau berjalan cukup jauh, tidak tahunya disitulah kami diantar masuk istana, karena cukup banyak maka yang diperkenankan masuk ruang Utama tempat bertemu Bapak Presiden hanya 150 orang.
Peserta yang lainya duduk diruang berbeda yang dilengkapi dengan layar besar sehingga bisa ikut menyaksikan apa yang sedang berlangsung.
Tepat Pukul 16 .00 Presiden memasuki ruangan. Presiden Jokowi yang didampingi Menteri Agama dan Menteri Koordinator Polhukam serta Bp Prof Dr. Din Syamsuddin. Sesuai Protokol kami hanya boleh berdiri dan memberi hormat tidak diperkenankan bersalaman. Bp Presiden berpidato yang mengobarkan para peserta sebagai Tokoh dan para Pemuka Agama untuk menciptakan keharmonisan dan kesatuan bangsa. Indonesia yang memang dari dulu telah Bhineka, majemuk dalam ber -Agama, wilayah tempat tinggal, suku, bahasa, tradisi, budaya, ini suatu kekayaan yang luar biasa, namun juga tantangan yang bisa mudah menjadi celah untuk diadu domba di pecah belah, jangan sampai kita terpecah sebagaimana negara negara yang dikuasai oleh teroris dan radicalism. Mereka yang dulu hidup nyaman, wanita dan anak –anak mendapat kebebasan untuk bekerja, mengendarai mobil, sepeda motor, anak-anak bersekolah dan bermain, kini mereka hidup tercekam, gedung, tempat Pendidikan, Rumah Sakit dll hacur lebur karena perang saudara.
Bisa dibayangkan jumlah pulau besar dan kecil di Indonesia ada kita 17.491 dengan segala adat istiadat, budaya yang beraneka ragam dan uniq, merupakan kekayaan yang tidak dimiliki oleh negara lain. Semua ini hendaknya dijaga keunikan dan keutuhannya serta kelestariannya. Setelah pidato dan menerima tanda bukti Kesepakatan Pemuka Agama Indonesia, diakhirlah pertemuan. Ketika Bapak Presiden berjalan meninggalkan tempat kami diarahkan untuk berjajar menepi dan bersalaman dengan beliau. Tepat pada giliranku Bp Jokowi berucap :”Berkah Dalem “ tangis haruku terendam dalam jiwa bahagia. “ Berkah Dalem “, kata yang penuh makna, yang biasa kami ucapankan bila kami bertemu sesama umat dan saling berbagi berkat Tuhan, berharap yang baik bagi sesama. Sungguh luar biasa Presidenku ini. Tiba-tiba kudengar pengumuman juga setelah acara ini kami diminta untuk ke teras istana dan berfoto bersama Bp Presiden, setelah usai, Bp Jokowi membalikkan badannya naik ke tangga menuju ruang utama istana, disitulah para peserta berebut untuk berfoto secara pribadi dengan beliau. Termasuk saya juga tak mau kehilangan kesempatan ini, mungkin dulu sudah terbiasa berebut tempat ketika akan naik bus, maka tak sulit bagiku untuk mendekati beliau, ketika ajudan menghalangi, dengan ramah kusapa “ Mas Polisi ( maklum ajudannya masih muda-muda) jangan khawatir, kami ini orang baik-baik tidak akan mencelakai Bapak Presiden, kami hanya mau foto dan bersalaman lagi”, Sang ajudan hanya bisa tersenyum, yang difoto juga gembira ria, meskipun tidak akan dapat fotonya, demikian yang bergelanyut di anganku.
Setelah selesai acara dilanjutkan dengan ramah tamah menikmati makanan tradisional, pisang, jagung, kacang rebus, roti unyil, soto mie, taoge goreng ala Bogor. Pertemuan dan bersalaman serta foto bersama dengan Bapak Presiden tentu memberi kegembiraan dan kebahagiaan tersendiri. Setelah itu kami kembali ke hotel. Dua hari kemudian saya dapat kiriman foto dari temanku, katanya dia mendapat dari Facebook nya KOMSOS ( Komunikasi Sosial ) Keuskupan Agung Jakarta, saya juga dapat kiriman foto dari panitia, lengkaplah sudah kenangan dengan Bapak Presiden yang merakyat dan ramah. Puji Syukur Tuhan telah menganugerahi Indonesia dengan Bapak Jokowi sebagai presiden kami, semoga beliau dan keluarganya dianugerahi kesehatan jiwa raga, dikuatkan dalam menghadapi tantangan untuk membawa Indonesia menjadi RAYA.
Oleh Sr. Maria Monika Puji Ekowati SND
Artikel ke 12 YPTD