Berilah sesuatu dengan cinta, kamu pun akan mendapatkan cinta yang lebih besar. Tersenyumlah dalam berkarya, maka karyamu pun akan terus menyinari setiap orang, layaknya karya-karya fenomenal dari Bapak Thamrin Dahlan – Fredy Suni
Segala sesuatu yang kita miliki pada akhirnya akan hilang, lenyap, sirna, dan tiada lagi yang tersisa. Namun, lain kisahku dengan Sastrawan kharismatik Thamrin Dahlan.
Namanya kian moncreng atau bersinar di ulang tahunnya yang ke-70. Memasuki usia senja, semangat berliterasinya mampu mengalahkan generasi muda.
Sebagai generasi muda, saya pun terkadang bertanya-tanya dalam hati. Lantaran semangat berliterasi saya mengalami pasang surut.
Situasi itu perlahan-lahan menerbangkan angan saya pada ajaran dari filsuf Arthur Schopenhaur, yakni “Yang awam terheran-heran, sementara yang bijak terus bertanya dan menciptakan karya.”
Karya-karya dari sang bijak (Thamrin Dahlan) pun kembali membangkitkan semangatku. Bermodalkan ‘say-hello’ yang dikemas dengan pantun yang indah dan menggoda dari Bapak Thamrin melalui pesan WhatsApp, saya pun kembali bermimpi untuk mengukir kisahku juga di dunia literasi.
Maka, terciptalah ruang diskusi antara saya dari Bapak Thamrin. Diskusi kami seputar literasi. Berbicara literasi, tentunya sangat kompleks. Untuk itu, saya persempitkan dalam ruang penerbitan buku.
Salah satu slogan yang melegenda atau pun bisa dikatakan sebagai tagar dari semangat Bapak Thamrin dalam memotivasi saya, yakni ‘Buku Merupakan Mahkota dari Penulis.’
Setiap orang yang pernah membaca atau pun mendengar tagar ini, tentunya akan terhipnotis dengan ucapan yang sederhana ini, namun memiliki dampak yang begitu besar.
Kebesaran dari ucapan nan sederhana itu pun bisa meruntuhkan negeri karang pulau Timor, Nusa Tenggara Timur.
Ikatan Emosional Penulis Muda Timor dan Thamrin Dahlan
Citra atau keberadaan saya di rumah literasi Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan, tidak pernah lepas dari peran Bapak Thamrin.
Kala itu, ketika saya duduk menikmati instrumen Timor, sembari mencari-cari referensi penerbitan untuk mempublikasi tulisan-tulisan saya.
Tanpa direncanakan, Sang Pencipta menuntun saya menuju Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan atau yang biasa dikenal YPTD.
Lebih menggetarkan saya adalah sosok Thamrin Dahlan. Bagi saya, Bapak Thamrin bukan hanya sebatas mentor, tetapi lebih daripada itu adalah beliau sebagai ayah saya di Jakarta.
Kehidupan yang jauh dari rumah dan orang-orang tercinta, memang serba dilema. Namun, semenjak mengenal Bapak Thamrin, kehidupan saya pun berwarna.
Warna-warni kehidupan saya pun termanivestasi dalam bidang literasi. Apalagi, Bapak Thamrin selalu mendukung saya, dengan berbagai kesempatan yang beliau berikan kepada saya.
Salah satunya adalah saya pernah mewakili Penerbit Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan dalam mengikuti pelatihan “Diklat Penerbit Buku Tingkat Dasar’ yang diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), dan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta tahun 2021.
Selepas dari kegiatan tersebut, Beliau pun memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi salah satu editor dari buku Pak Syaiful W Harahap yang berjudul “Menggugat Peran Pers Nasional dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.”
Sebagai penulis muda dari pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, tentunya saya sangat bangga. Karena saya semakin diperkaya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Sejarah Pertemuan Saya dan Bapak Thamrin Dahlan di Perpustakaan Nasional RI
Setelah sekian purnama hanya menyapa via pesan WhatsApp, saya dan Bapak Thamrin Dahlan pun dipertemukan dalam acara Kunjungan Penulis YPTD di Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba, Jakarta Pusat.
Bukan hanya itu saja, di sana juga saya pertama kali berjumpa Pak Ajinatha, Syaiful W Harahap, Mayor TNI AL Nani Kusmiyati, Nuryadi, Muthiah Alhasani, dan Sukma Gultom
Kami pun menikmati canda tawa yang bernuansa intelektual. Saya pun malu-malu untuk berbicara dengan Bapak Thamrin Dahlan.
Karena sosok yang saya banggakan ternyata merupakan pribadi yang humoris, ramah, loyal, dan punya visi dan misi yang sangat visioner.
Saya pun sedikit demi sedikit mengetahui proses penerbitan buku, mulai dari pengurusan ISBN, dan lain sebagainya.
Pertemuan itu juga mampu mengubah cara pandang saya akan sosok Bapak Thamrin Dahlan, yakni relasi dalam dunia literasi itu mampu melampui sekat-sekat sosial.
Di situ juga, saya semakin tahu bahwasannya untuk menjadi orang hebat, layaknya Bapak Thamrin Dahlan, cuman satu yakni ‘ Jadilah Manusia Konseptualis.’
Ya, saya melihat Bapak Thamrin Dahlan sebagai pribadi konseptualis. Artinya seorang konseptualis akan mati secara raga, tetapi konsep berpikirnya akan tetap relevan antar generasi.
Akhirnya, dari hati yang terdalam, saya dan keluarga di pulau Timor, NTT menyampaikan selamat Ulang Tahun Bapak Thamrin Dahlan yang ke-70.
Salam literasi | Instagram: @Suni_Frederikus
kisah yang inspiratif