Novel : Kisah Cinta Jomlo Pesantren (23)

Fiksiana, KMAB, Novel76 Dilihat

Ilustrasi cover novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren (Foto by Ajinatha). 

Novel Kisah Cinta Jomlo Pesantren ini ditulis khusus dalam rangka mengikuti program KMAB yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan mulai 7 Juli 2022 – 17 Agustus 2022. 

BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo Pesantren (1) 

Episode 23. 

Terbaring lemah tak berdaya di ruang rawat RS Santo Borromeus adalah sesuatu yang membosankan.

Bagiku peristiwa penganiayaan di ujung Jalan Layang Pasopati itu merupakan pengalaman mengerikan. Saat itu bisa saja aku tewas andai saja tidak ada orang-orang yang menolongku.

Pelaku pengeroyokkan hingga saat ini masih belum diketahui siapa dalang di balik peristiwa itu. Bapak dan Ibu pada hari pertama aku dirawat dan sebelum aku siuman sudah berada di Rumah Sakit.

Bahkan pada hari itu juga Bapak langsung melaporkan kejadian penganiayaan tersebut kepada pihak Kepolisian. Diharapkan para pelaku menganiayaan tersebut segera saja dapat ditemukan oleh Polisi.

Kabar ini akhirnya juga terdengar oleh sahabat-sahabatku, Arga dan Fadli. Mereka bareng menjengukku pada hari kedua aku di rawat di Rumah Sakit.

“Aku menebak ini ulah Omen!” Suara Arga dengan geram. Sementara Fadli hanya menghibur agar aku bersabar menghadapi ujian ini.

“Hen, terakhir aku melihat Omen bersama seorang mahasiswi kimia di Perpustakaan. Mungkin mahasswi itu hanya teman fakultasnya atau anak asuhnya!” Kembali suara Arga memberikan informasi.

“Itu kapan?” Tanya Fadli.

“Kira-kira dua hari yang lalu.” Jawab Arga.

“Oh berarti itu waktu kejadian penganiayaan Hendar.” Pendapat Fadli. Artinya Omen memiliki alibi jika saat itu dia ada di Perpustakaan.

“Bisa juga dia punya alibi, tapi dia juga bisa menyuruh orang.” Kata Arga mematahkan pendapat Fadli.

Aku hanya mampu mendengar dialog mereka karena aku masih tidak diperbolehkan banyak bergerak dan banyak bicara.

Dua sahabat dekatku itu baru berpamitan ketika jam berkunjung hampir berakhir. Mereka sempat berpapasan dengan Annisa Humaira yang datang ke kamar rawatku.

Fadli dan Arga, mereka memandang Annisa seperti memandang seorang bidadari.

Terpukau dengan kecantikan gadis putri Habib Abi ini. Beliau adalah sahabat Bapak, seorang ulama terpandang di Kota ini. Hubungan Bapak dan Habib Abi sudah seperti saudara sendiri sehingga anak-anak mereka juga sangat akrab.

Seharian ini Annisa menemaniku sambil menunggu Ibu yang tadi pagi baru pulang ke Pesantren. Habis Dhuhur nanti Ibu kembali ke Rumah Sakit.

“Mas Arno mau minum lagi?” Annisa menawarkan minum. Aku hanya mengangguk lalu aku mencoba mengambil posisi duduk untuk menerima segelas minum air putih itu.

BERSAMBUNG Episode 24. 

@hensa.

Tinggalkan Balasan

1 komentar