Celoteh Nyakbaye, Cerpen “RAHASIA DIA (3)”

Cerpen, Fiksiana, KMAB62 Dilihat

Aku berusaha menahan emosi mungkin saja suamiku sedang menghadapi masalah di kantornya, berusaha meraih tangannya untuk aku cium tanda hikmat bakti seorang istri, tapi tanganku ditepisnya dan dirinya berjalan menuju kamar kami. Langkahku terhambat karena posisiku saat suamiku pulang masih duduk dilantai beralaskan hambal dan meja kecil untuk mengoreksi tugas siswaku, dentuman keras di pintu kamar menyambut diriku yang berusaha mensejajarkan Langkah suamiku yang sudah hilang ditelan pintu kamar kami.

Beristifar, membuka pintu menahan segala rasa yang terbit, berusaha setenang mungkin sambil merapal doa  dalam hati.

“Sudah makan Bang, makan dulu. Ain sudah masak makanan kesukaan Abang.” Rayuku sambil menanti jawaban darinya.

Semenit dua menit tidak ada jawaban, malah aku melihat dirinya membaringkan badan tanpa memperdulikan diriku yang bertanya kepadanya. Langkahku mendekat berusaha meraih kakinya yang terbalut dengan kaos kaki, melepas kaos kakinya memberikan pijitan reflesikan yang biasanya membuat dirinya tenang.

“Ain berhenti saja menjadi guru, gaji Abang cukup untuk membiayai rumah tangga kita. Istrirahatlah supaya cepat kita mempunyai momongan.” Deg jantungku seperti dihatam godam besar.

Perkataan yang keluar dari mulut suamiku sungguh membuatku merasa resah, apakah aku harus melepas pekerjaan yang memberikanku semangat, apa arti diriku jika harus berhenti menjadi guru.

“Ain, Abang bicara dengan Ain bukan bicara dengan angin.” Bentakannya membuatku tersadar

Lama netraku menatap suamiku, sepertinya dia suamiku sudah lupa dengan janjinya sebelum kami menikah.

“Bang bukankah kita sudah sepakat sebelum menikah dulu, Abang tidak akan melarang Ain untuk mengabdi dengan dunia pekerjaan yang Ain senangi, kenapa sekarang Abang meminta Ain untuk berhenti.” Ucapku datar.

“Ain terlalu sibuk mengatur anak orang sehingga Ain tidak memikirkan keadaan rumah tangga kita yang kosong. Hampa tanpa kehadiran anak kita.” Ucapan suamiku bagai petir yang mengusik ketenangan siang yang bermandikan cahaya terangnya.(Bersambung)

Tinggalkan Balasan