Kabar Cinta (1)

Cerpen, Fiksiana24 Dilihat

Reuni akbar mungkin bukah hal baru, pernak perniknya melebihi masa sekolah dulu, bagaimana tidak waktu putih abu – abu dengan kantong kosong modal dari orang tua saja sudah berani membuat baju seragam dengan budget pas – pasan, apalagi sekarang yang semua sudah punya penghasilan tebal maka acara gala tentunya lebih meriah bagi yang tebal kantongnya tentu menjadi incaran panita untuk menyumbang lebih, biasa untuk menambah meriah acara dengan pemberian souvenir sebagai tanda kenagan telah dibuat acara reuni akbar tentunya.

Senyum mengembang, reuni tahun ini sepuluh angkatan akan berkumpul tentu saja hati ini berbunga – bunga bagaimana tidak senior dikala itu aku baru duduk di kelas satu jatuh hati pada pandangan pertama setelah pramos melihat wajah yang entah mengapa langsung terpatri lekat diingatan susah dilupakan.

Sudah sewindu kami berpisah tapi hatiku tak goyah, bagaiman pohon beringin yang kokoh sampai ribuan tahun, dua hari yang lalu, entah siapa yang memasukkanku dalam whatspps grup reuni, mengajak bergabung untuk menyukseskan acaranya.

“Asslamaualaikum Ibu guru, masih ingat Bang Aan, maksudnya Andalus Jaya ketua osis angkatan X.” sapanya ramah di chat pertama.

“Walaikumsallam.” Balasku singkat

“Ada acara reuni akbar, tepatnya di sekolah ibu guru, mau ya jadi panitia intinya.” Chatnya lagi

Ya aku mengabdi pada sekolah yang telah mengantarku menjadi mahasiswa undangan di UNRI, titel Sarjana Pendidikan melekat padaku dengan mata pelajaran Akuntansi.

“Bu Guru, jam berapa tidak mengajarnya, biar tidak menganggu jam ibu mengajar.” Ku baca chatnya dengan melihat roster mengajar yang tertempel manis meja kerjaku.

“Setelah pulang sekolah saja Bang, kebetulan besok full ngajarnya.” Balasku

“Tidak ada yang marah jika pulang terlambat.” Mengernyit keningku membaca chatnya, ups aku jadi lupa sudah lama tidak berjumpa tentu saja dia tidak tahu kabar terbaruku yang gagal menikah karena, ah tidak usah di kenang lagi, seperti lirik lagu dari Negara jiran Malaysia.

“Tidak.” jawabku singkat membalas chatnya.

“Ok, besok pukul 15.00 sudah berada di sekolah.” dengan memberikan emoticon tangan ditangkup dan jempol

Aku hanya tersenyum melihatnya tidak ada niat untuk membalasnya lagi.

***

Ini pertemuan kedua kami, sungguh terkejut ketika Bang Aan mengatakan statusnya yang duda. Cerita mengalir yang tak ku sangka ternyata belum diwisuda Bang Aan meningkah baru setahun ini bercerai mati karena istrinya meninggal karena sakit kanker payudara, duda keren istilah anak sekarang. Bagaimana tidak keren jabatan tinggi di perusahaan swasta di kabupeten kami yang bekerja sama dengan Negara asing, dengar – dengar gaji perbulan 25 juta karena dia S2 sarjana teknik.

“Sarah jadi sekretaris Abang ya.” ucapnya pada pertemuan pertama membuat netraku membulat tak percaya

“Eh maksudnya sekretaris reuni akbar.” Membenarkan ucapannya sehingga kami tersenyum canggung.

Satu persatu personil panitia tiba setelah hampir satu jam hanya aku dan Bang Aan yang datang terlebih dahulu.

“Kami yang terlambat atau kalian yang kecepatan.” Ucapan Bang Andra membuatku melirik Bang Aan, jangan – jangan aku di bohongi Bang Aan sewaktu menjemputku tadi.

Rembukan yang memakan waktu lebih kurang empatnya sejak jam delapan pagi aku keluar rumah akhirnya tuntas, azan zuhur berkumandang. Kami sepakat sholat berjamah di Masjid Baitul Rahman Kabupeten yang bentuknya sengaja seperti masjid Madinah.

Setelah sholat rencananya kami akan makan siang bersama di rumah makan Raja Hasan yang terkenal di kabupaten kami, rumah makan yang menyajikan lauk baru masak sehingga menggugah selera pelangan yang datang walaupun harus menunggu lebih kurang dua puluh menitan untuk menyantapnya. Tapi semua panitia inti seperti kompak mengatakan tidak bisa, sehingga sekarang hanya tinggal aku dan Bang Aan yang makan siang.

Sebenarnya aku menolak karena tidak enak, tapi Bang Aan mengatakan sudah membooking tempat, tidak enak rasanya membatalkannya. Makan siang yang canggung akhirnya terpaksa aku alami siang ini sehingga seleraku hilang padahal aku sudah membayangkan akan menikmati ikan pari bakar dan sotong bakar.

Belum makan berakhir telephon Bang Aan berbunyi.

“Ya, Ma Aan jemput Intan sekarang.” Aku mendengar sekilas percakapan Bang Aan di telephone entah dengan siapa.

“Sarah ada kegiatan lagi?” hampir aku tersedak air kepala yang langsung disajikan dari buahnya

“Tidak Bang, ada apa?” ucapku malu sambil mengelap air kelapa yang muncrat keluar dari bibirku.

“Temani Abang menjemput anak Abang Intan dirumah Mak. Mau ya?” ucapnya dengan nada penuh harapan, dengan terpaksa aku mengangguk sekedar membalas budi karena sudah ditraktir makan siang ini.

Hanya memakan waktu dua puluh menit kami sampai di rumah Mak Bang Aan aku turun menganggukkan kepala kepada Mak Bang Aan.(Bersambung)

Tinggalkan Balasan

2 komentar