“Yah, sebenarnya Dinda ini anak Ayah dan Ibu atau tidak?”
“Kenapa Dinda bertanya begitu?”
Aku terdiam seribu bahasa, aku takut jika Ibu tahu pasti aku dimarahi habis – habisan dan tidak dikasih makan.
“Din, Dinda sekarang sudah besar sudah waktunya Ayah menceritakan yang sebenarnya.” Lama Ayah terdiam sebelum melanjutkan kata – katanya
“Dinda anak Ayah, tapi Ibu adalah adik Ibu kandung Dinda. Tepatnya Tante Dinda. Ibu Dinda meninggal saat melahirkan Dinda. Nenek meminta Ayah menikahi adik ibu waktu itu Ayah kalut dan tidak bisa berfikir panjang Ayah menerima permintaan Nenek, sambil mengambil napas dalam Ayah mengakhiri ceritanya.
Aku meneteskan air mata, pantas saja Ibu tidak sayang kepada diriku, tapi bagaimanapu Ibu sudah menjagaku sampai aku sebesar ini.
“Dinda kenapa?”
“Tidak apa Yah, Dinda hanya terharu ternyata Ibu bukan Ibu kandung Dinda tapi mau mengasuh dan menjaga Dinda selama Ini.” Aku terisak sedih
“Sudahlah jangan menangis, Dinda jangan cerita kepada Ibu nanti Ibu sedih kalau mengetahui Ayah sudah bercerita kepada Dinda”
“Tidak Yah, Dinda bersyukur ada Ibu walaupun bukan Ibu kandung tapi Ibu sudah merawat Dinda selama ini.”
“Dindaaa.” Aku dan Ayah terkejut mendengar seseorang memanggil namaku dan mengalihkan pandangan kami di pintu ruang makan. Ibu berdiri disana sambil bercucuran air mata.
“Ibu, Ibu kenapa? Aku dan Ayah menghampiri Ibu yang berdiri memantung di tengah pintu ruang makan.
Ayah meraih bahu Ibu, ibu terlihat sangat lemah. Aku tidak tahu mau berbuat apa, ingin memegang Ibu aku takut Ibu marah. Karena belakang ini Ibu sangat tidak suka jika aku mendekatinya apalagi memegangnya.
“Ayah, maaf Ibu. Selama ini Ibu menjahati Dinda” suara ibu membuat aku dan Ayah saling berpandang
“Maksud Ibu apa?” Ayah memandang wajahku setelah mendengar perkataan Ibu
“Dinda baik – baik saja.”
Ibu menangis sesegukan dalam pelukan Ayah berusaha menjelaskan sesuatu kepada Aku dan Ayah.
“Ayah, Dinda, maafkan Ibu, selama ini Ibu ketakutan sendiri setelah teman – teman Ibu berkata jika suatu hari nanti Dinda akan tahu kalau Ibu bukan Ibu kandung Dinda, ibu takut Dinda akan membujuk Ayah untuk meninggalkan Ibu. Apalagi Ibu tidak bisa punya anak maka pasti Ayah akan meninggalkan Ibu. Tanpa berfikir jernih Ibu berusaha membuat Dinda tidak betah dirumah sehingga berulah, apalagi anak seumuran Dinda pasti tidak suka disuruh menjadi pembantu sehingga melawan dengan itu Ibu, jadi ibu punya alasan untuk menjelek – jelakan Dinda. Tapi setelah mendengar percakapan Ayah dan Dinda, ibu sadar ternyata Ibu salah. Maafkan ibu, ibu salah menduga kepada Dinda. Ayah maafkan juga Ibu. Air mata ibu terus mengalis.
Ya Allah, ternyata ibu bersikap kejam kepadaku karena takut aku akan menyuruh Ayah meninggalkannya. Berarti semua ini hanya salah faham saja.
“Ibu, jangan menangis.” Aku merangkul ibu
“Dinda berterima kasih, ibu sudah merawat Dinda selama ini.” Aku juga akhirnya ikut menangis
“Sudah tidak ada yang saling meninggalkan. Inilah resam hidup di dunia, pasti ada kesalah fahaman jika tidak dibicarakan baik- baik, ayah juga mau minta maaf sama Ibu karena Ayah yang meminta ibu merahsiakan siapa Ibu kandung Dinda.” Ayah memeluk aku dan Ibu sambil meneruskan perkataannya.
“Padahal Ibu tetaplah Ibu kandung Dinda karena ibu adikknya Ibu Dinda.” Aku melihat rasa penyesalan di mata Ayah.
“Ayah, Ibu, Dinda menyayangi kalian.”
“Ibu tidak apa – apa, tidak ada yang salah.” Aku merangkul erat Ayah dan Ibuku.
Ya Allah, terima kasih aku telah kau berikan pelajaran hidup yang bermakna. Ibu jangan takut Dinda tidak pernah dendam sama Ibu.kataku dalam hati. Tidak perlu diucapakan hanya dengan perbuatan aku akan menyayangi Ibu dengan tulus.***